• RSS
Riyc's Blog

Wednesday 22 July 2015

Model Pembelajaran Temuan Terbimbing

A. Materi Diajarkan dengan Model Temuan Terbimbing

Model temuan terbimbing adalah suatu pendekatan mengajar di mana guru memberi siswa contoh-contoh topik spesifik dan memandu siswa untuk memahami topik tersebut. Materi yang diajarkan dengan Model Temuan Terbimbing meliputi topik-topik sebagai berikut:

1. Konsep:Kategori dengan Ciri-ciri Umum
Topik terdiri atas satu konsep, yaitu satu kategori, perangkat, atau kelas dengan ciri-ciri umum. Jumlah konsep yang diajarkan di dalam kurikulum sekolah tak hingga. Karakteristik suatu konsep adalah ciri-ciri khasnya. Bagian penting dari pembelajaran konsep adalah kemampuan untuk membedakan antara karakteristik utama dan non utama. Siswa membangun pemahaman mereka terhadap satu konsep dengan mengamati karakteristik-karakteristik konsep tersebut. Jadi, menggambarkan karakteristik dengan cermat itu penting saat kita mengajarkan konsep.

Mengajarkan konsep sulit, konsep-konsep seperti persegi panjang, simile, atau pecahan mudah dipelajari dan mudah diajarkan karena semua itu memiliki sejumlah karakteristik konkret dan jelas. Akan tetapi, banyak konsep lain lebih menantang, misalnya, pikirkan konsep republikan. Karakeristik-karakteristiknya tidaklah konkret dan jelas. Saat mengajarkan konsep seperti republikan, anda harus pertama-tama memutuskan karakteristik apa yang ingin siswa anda kenali.

2. Generalisasi:Hubungan diantara Konsep
Mengajarkan konsep merupakan bagian penting dari kurikulum sekolah, tapi konsep hanyalah salah satu jenis topik yang kita ajarkan. Misalnya, guru ingin siswa memahami aturan-aturan tata bahasa, ejaan, dan pemberian koma sebagaimana juga hukum, seperti objek bergerak akan terus bergerak dalam garis lurus sampai ada satu gaya yang diberikan pada objek tersebut (bagian dari hukum kelembaman newton). Generalisasi merupakan satu pernyataan yang menghubungkan konsep-konsep satu sama lain dalam pola-pola umum.

B. Merencanakan Pelajaran dengan Model Temuan Terbimbing

Merencanakan pelajaran saat menggunakan Model Temuan Terbimbing melibatkan tiga langkah penting, yaitu:

1. Mengidentifikasi Topik
Bayangkan anda sedang merencanakan satu pelajaran atau unit. Dari mana anda mulai? Jika mau yang umum, Anda akan memulai dengan satu topik (Enggen & Kauchak, 2012:182). Jika topiknya adalah konsep atau generalisasi, Model Temuan Terbimbing bisa digunakan secara efektif.

2. Menentukan Tujuan Belajar
Setelah mengidentifikasi topik, kita kemudian harus memutuskan hal apa yang kita ingin siswa kita ketahui tentang topik itu. Keputusan ini mengidentifikasi tujuan belajar, pernyataan yang menentukan apa yang semestinya diketahui, dipahami, atau mampu dilakukan siswa terkait topik tersebut. Tujuan belajar yang jelas itu penting karena memberikan kerangka kerja bagi pikiran anda ketika merencanakan dan menerapkan pelajaran. Saat mengajarkan konsep apapun, tujuan belajarnya adalah supaya siswa mampu mengidentifikasi karakteristik-karakteristik konsep ini. Dan di dalam setiap generalisasi, tujuan belajarnya adalah supaya siswa mampu menggambarkan hubungan yang ada antara konsep-konsep di dalam generalisasi.

3. Menyiapkan Contoh dan Noncontoh
Saat Anda sudah memutuskan secara tepat apa yang Anda ingin siswa Anda pahami atau mampu lakukan, Anda lalu membuat atau menemukan contoh dan noncontoh. Noncontoh terutama penting saat mengajarkan konsep-konsep yang saling terkait. Misalnya, jika siswa mempelajari konsep serangga, mereka harus diberikan contoh tentang laba-laba yang terlihat seperti serangga, tetapi sebenarnya arachnid, satu kelas hewan yang berbeda. Dengan mengidentifikasi perbedaan di antara keduanya, seperti delapan kaki bagi laba-laba ketimbang enam kaki bagi serangga, murid cenderung untuk tidak mengacaukan keduanya. Penelitian menunjukkan bahwa konsep-konsep yang saling terkait paling efektif diajarkan bersama-sama (Tennyson & Cocchiarella dalam Eggen & Kauchak, 2012:182), seperti mengajarkan konsep serangga dan arachnid, simile dan metafora, atau garis bujur dan garis lintang bersama-sama. Contoh-contoh dari arachnid berfungsi sebagai noncontoh bagi serangga dan sebaliknya. Hal sama berlaku pula bagi simile dan metafora dan garis bujur dan garis lintang.

Di dalam kasus lain, jika anda mengajarkan konsep serangga, seekor belalang besar akan menjadi contoh berkualitas tinggi. Siswa akan mampu melihat bahwa serangga memiliki tiga bagian tubuh, kerangka luar (eksoskeleton), dan tiga pasang kaki yang tersambung, Karakteristik utama dari konsep serangga. Bentuk dari suatu contoh tergantung pada konsep dan tujuan belajar guru.

a. Kualitas Contoh
Latar belakang murid kerap sangat beragam, dan banyak siswa datang kesekolah tanpa pengetahuan awal yang dibutuhkan untuk sukses. Menggunakan contoh berkualitas tinggi adalah alat yang paling efektif yang anda miliki untuk mengakomodasi perbedaan-perbedaan ini. Jika informasi yang dibutuhkan murid dapat diamati dalam contoh, semua siswa akan memiliki kesempatan untuk mencapai tujuan anda. Boleh dibilang, contoh berkualitas tinggi “menyamakan medan permainan” bagi siswa. Tanpa contoh seperti itu, hanya siswa-siswa dengan pengetahuan latar belakang luas berpeluanguntuk sukses.

b. Berbagai Contoh
Berapa banyak contoh yang diperlukan dalam pembelajaran, jelaslah tidak ada jawabannya. Guru perlu menggunakan sebanyak mungkin contoh untuk menggambarkan suatu cakupan topik.

c. Jenis-jenis Contoh
Jenis-jenis contoh ialah sebagai berikut:
  • Materi Konkret, adalah “hal sungguhan”. Materi ini adalah jenis contoh paling efektif dan seyogianya digunakan manakala memungkinkan. Peragaan dan aktivitas lapangan adalah bentuk lain dari contoh konkret.
  • Gambar, saat materi konkret tidak tersedia, maka gambar bisa menjadi kompromi atau alternatif yang dapat diterima.
  • Model, sejumlah materi, terutama dalam ipa, mustahil untuk di amati secara langsung. Dalam kasus-kasus ini, model yang merupakan representasi yang memungkinkan kita memvisualkan apa yang tidak bisa kita amati secara langsung adalah efektif.
  • Sketsa (Vignette), yaitu studi kasus pendek. Didalam setiap sketsa, karakter di hadapkan pada dua pilihan, keduanya memiliki dampak positif dan negatif. Sketsa menggambarkan konflik internal. Konsep ini sulit untuk di gambarkan dan definisi.
  • Simulasi dan Permainan Peran, sebagaimana sketsa dan studi kasus, simulasi dan permainan peran juga bisa digunakan tatkala konsep sulit digambarkan dengan cara lain. Keduanya melibatkan penempatan siswa di dalam situasi kehidupan nyata.

4. Teknologi dan Pengajaran: Menggunakan Teknologi untuk Membuat Contoh Berkualitas Tinggi
Menurut Robyler & Did (dalam Eggen & kauchak, 2012:188), teknologi memberikan alternatif efektif. Kita mungkin sekadar menjatuhkan benda berat dan ringan, misalnya, untuk memperagakan bahwa semua objek jatuh pada kecepatan yang sama, terlepas dari bobotnya. Namun, nyaris mustahil untuk menggambarkan akselerasi yang sesungguhnya dari satu objek jatuh. Disini teknologi bisa memberikan alat yang digunakan untuk mengetahui posisi benda jatuh.

C. Menerapkan Pelajaran dengan Model Temuan Terbimbing

Model Temuan Terbimbing terdiri dari 4 fase, yaitu:

1. Fase Pendahuluan
Fase 1 diniatkan untuk untuk menarik perhatian siswa dan memberikan kerangka kerja konseptual mengenai apa yang harus diikuti. Fase ini mulai bisa dengan berbagai cara dan dapat terdiri dari pernyataan-pernyataan sederhana. Guru berusaha menarik perhatian siswa dan menetapkkan fokus pelajaran.

2. Fase Berujung-terbuka (Open-ended Phase)
Fase berujung-terbuka, pertanyaan-pertanyaan di mana beragam jawaban bisa diterima yang bertujuan mendorong keterlibatan siswa dan memastikan keberhasilan awal mereka. Tahapan awal untuk memulai fase ini sebagai berikut:
  • Guru memberikan contoh dan meminta siswa mengenai pola-pola di dalam contoh-contoh tersebut bersama dengan teman kelompoknya.
  • Guru melaksanakan pelajaran dalam situasi kelas utuh, memberikan siswa satu contoh dan meminta siswa mengamati dan menggambarkannya. Dengan hal tersebut muncul berbagai jawaban berbeda dengan cepat dan mudah untuk mendorong tingkat keterlibatan tinggi siswa dalam pembelajaran tersebut.
  • Guru memberikan contoh dan noncontoh, kemudian siswa membandingkannya.
  • Guru bahkan dalam pembelajaran dapat memulai dengan satu noncontoh dan meminta siswa menggambarkannya.

3. Fase Konvergen
Fase berujung-terbuka dirancang untuk memastikan keberhasilan siswa dan meningkatkan keterlibatan serta motivasi mereka. Guru menanyakan pertanyaan-pertanyaan lebih spesifik yang dirancang untuk membimbing siswa mencapai pemahaman tentang konsep atau generalisasi.

Pelaksanaan fase konvergen tergantung pada respons siswa, sehingga dialog tidak akan berkembang secara persis seperti anda lihat disini. Akan tetapi, contoh ini menggambarkan bagaimana Sue menggunakan serangkaian pertanyaan untuk membimbing pemikiran siswa sampai mereka memahami konsep. Atau dalam kasus ini, memahami greneralisasi.

Transisi dari fase berujung-terbuka ke fase konvergen kerap kabur, yang bukan merupakan masalah. Namun, penting untuk pada awalnya menjaga pelajaran tetap berujung-terbuka demi mendorong keterlibatan siswa. Kapan guru memutuskan untuk melakukan transisi ke fase konvergen akan tergantung pada pertimbangan profesional guru.

4. Penutup dan Penerapan
Penutup terjadi kala siswa mampu secara lisan menyatakan karakteristik-karakteristik dari konsep atau secara verbal menggambarkan hubungan yang ada di dalam generalisasi. Fase 4 juga menggambarkan kesempatan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan mereka mengenali informasi yang tidak relevan, kemampuan yang merupakan keterampilan berpikir penting. Misalnya, materi teks yang menggambarkan adjektiva tidaklah relevan. Dalam topik apapun, tetap cukup mudah menilai contoh-contoh dari informasi nonesensial, yang kemudian membaluri siswa dengan keterampilan berpikir ini.

Fase penerapan umumnya mencakup tugas di tempat duduk atau di rumah. Akan tetapi, terlepas dari pengembangan cermati konsep atau generalisasi, penerapan kerap menuntut bantuan tambahan dari guru. Memonitor secara cermat dan membahas upaya awal siswa dalam fase penerapan akan memperkuat pembelajaran dengan membantu siswa menjembatani kesenjangan antara kegiatan belajar yang dibimbing guru dan praktik mandiri.

a. Menerapkan Pelajaran dengan Model Temuan Terbimbing: Penekanan pada Berpikir dan Memahami
Di dalam merencanakan dan menerapkan pelajaran menggunakan Model Temuan Terbimbing, fokus terangnya adalah pada tujuan pembelajaran materi. Akan tetapi, perkembangan berpikir krtitis siswa merupakan bagian tak terpisahkan dari proses itu. Ada dua aspek penting dalam proses ini. Pertama, mendorong pemahaman mendalam tentang materi dan berpikir kritis. Kedua, pemahaman siswa tentang topik itu menjadi kian dalam saat mereka mempraktikkan berpikir kritis. Inilah inti dari gagasan bahwa pembelajaran berasal dari berpikir dan meminta siswa menerapkan berpikir kritis tidaklah secara signifikan meningkatkan panjang pelajaran atau beban kerja.

b. Menerapkan Pelajaran Menggunakan Model Temuan Terbimbing: Meningkatkan Motivasi Siswa
Selain mendorong pemahaman materi secara mendalam dan mengembangkan pemikiran siswa, Model Temuan Terbimbing bisa efektif untuk meningkatkan motivasi siswa. Karena tingkat keterlibatan tinggi, jaminan keberhasilan, dan perasaan misteri merupakan ciri-ciri dari pelajaran saat Model Temuan Terbimbing digunakan, semua itu berkontribusi pada motivasi pembelajar. Mari kita lihat ciri-ciri ini secara lebih mendetail.

Keterlibatan dan keberhasilan siswa. Keterlibatan adalah faktor utama yang meningkatkan minat intrinsik orang terhadap satu kegiatan. Semakin besar keterlibatan mereka, semakin besar minat mereka (Lutz, Guthrie & davis dalam Eggen & Kauchak, 2012:201). Mendorong keterlibatan adalah fungsi penting dari fase berujung-terbuka di dalam model ini.

Perasaan Misteri Orang secara intrinsik termotivasi oleh kegiatan dan pengalaman yang membangkitkan rasa ingin tahu, tantangan, dan perasaan misteri (Schunk, Pintrich, & Meece, dalam Eggen & Kauchak, 2012:202). Struktur Model Temuan Terbimbing memanfaatkan ciri-ciri ini. Ketimbang meminta guru memberikan dan menjelaskan informasi, proses ini melibatkan siswa untuk berusaha menemukan pola-pola di dalam contoh-contoh yang diberikan guru. Sehingga, perasaan ingin tahu dan tantangan dapat disuntikkan kepada mereka. Saat pembelajar mengidentifikasi pola-pola dan (dengan bimbingan guru) mencapai kesimpulan yang sudah disepakati, persepsi mereka terhadap kompetensi mereka sendiri juga meningkat. Teori motivasi menyatakan bahwa kebutuhan akan kompetensi itu bersifat bawaan (Ryan & Deci dalam Eggen & Kauchak, 2012:202). Kombinasi dari faktor-faktor ini minat yang meningkat lewat keterlibatan, persepsi yang meningkat terhadap kontrol dan kompetensi, dan jaminan sukses yang diberikan oleh pertanyaan berujung-terbuka bisa secara signifikan meningkatkan motivasi siswa.

D. Mengadaptasi Model Temuan Terbimbing dalam Lingkungan Belajar yang Berbeda

Menerapkan model temuan terbimbing dalam bidang-bidang materi yang berbeda menuntut fleksibilitas. Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pembelajaran temuan terbimbing adalah sebagai berikut.

1. Praktik yang Sesuai Taraf Perkembangan: Model Temuan Terbimbing untuk Murid dengan Usia Berbeda.
Struktur dasar pelajaran temuan terbimbing sama bagi semua pembelajar dari semua tingkat perkembangan. Namun adaptasi diperlukan saat menggunakan model dengan siswa dengan tingkat perkembangan yang berbeda.

a. Pelajaran Temuan Terbimbing dengan Anak Kecil
Semakin belia siswa atau semakin sedikit pengalaman tentang suatu topik, semakin besar akan kebutuhan contoh konkrit berkualitas tinggi. Bagi anak kecil yang tidak berpengalaman contoh demikian sangat penting. Namun, jika diilustrasikan dengan efektif, anak kecil mampu memahami konsep yang abstrak.

Fase berujung-terbuka sangat efektif ketika bekerja dengan anak kecil dibandingkan anak yang lebih tua. Pendidik dapat mengadaptasi pengajuan pertanyaan untuk memberikan ruang bagi beberapa faktor, seperti kemungkinan banyaknya respons dari kelompok siswa yang berusia lebih tua.

b. Pelajaran Temuan Terbimbing dengan Siswa Lebiah Tua
Beberapa adapatasi kecil diperlukan pada siswa lebih tua yang sering mendapatkan pertanyaan spesifik dan menuntut satu jawaban tepat. Mereka segan menjawab selama fase berujung-terbuka dan cenderung tidak begitu mengeluarkan banyak respons sepanjang fase tersebut. Untuk itu, dibutuhkan perpindahan ke fase konvergen lebih cepat dibanding saat mengajar anak kecil.

Siswa berusia lebih tua sering berupaya keras mencurahkan pemahaman ke dalam kata-kata selama penutup. Oleh karena itu, mendesak mereaka dan membantu dengan kata-kata yang sesuai menjadi perlu, bahkan bagi siswa yang sudah matang dan tingkat lanjut.

Contoh berkualitas tinggi tetap penting meskipun siswa lebih tua membawa pengetahuan awal lebih banyak dalam pembelajaran. Setidaknya, beberapa siswa tidak memliki pengetahun awal yang dibutuhkan untuk mengembangkan pemahaman topik yang mendalam. Sehingga perlu menggunakan contoh berkualitas tinggi.

2. Mengeksplorasi Keberagaman: Menggunakan Model Temuan Terbimbing bersama Anggoata Minoritas Kultural
Beberapa siswa anggota minoritas kultural merasa seakan–akan tidak diterima di sekolah. Mereka tidak merasa ada keterhubungan dengan teman sekelas maupun guru. Selain itu, anggota minoritas kultural kadang mengalami kesulitan pada pola pertanyaan berirama cepat di dalam ruang kelas secara umum. Mereka menafsirkan pertanyaan langsung sebagai ancaman dibanding sebagai upaya guru untuk mendorong pembelajaran. Model temuan tebimbing dan khusuusnya hasil fase berujung-terbuka secara efektif dapat digunakan sebagai alat untuk menangani masalah seperti di atas. Siswa minoritas merasa nyaman merespon pertanyaan berujung-terbuka dibanding pertanyaan tunggal dengan satu jawaban benar. Pertanyaan-pertanyaan berujung-terbuka mendorong distribusi merata, kemudian siswa merasa dipanggil sama banyak dalam kelas. Mereka mampu menjawab pertanyaan secara baik, sehingga rasa kerterhubungan mereka dengan teman serta guru akan meningkat. Menggunakan pertanyaan berujung-terbuka sebagai alat untuk mendorong dan membuat siswa merasa diterima dan termotivasi sangat penting. hal ini dapat meningkatkan kecenderungan siswa bersedia turut serta sepanjang fase konvergen dan penutup.

Mampu menjawab dengan baik membantu siswa merasa kompeten. Hal ini membantu mereka merasa diterima dan terhubung dengan rekan dan guru. Selain itu, membantu mereka merasa kompeten, dapat berbuat banyak untuk meningkatkan motivasi anggota minoritas kultural.

3. Kreativitas dalam Mengajar
Kreativitas merujuk pada kemampuan guru menemukan dan menyiapkan contoh berkualitas tinggi yang memikat mata, menarik, dan cerdas. Progam televisi anak serta permainan dapat menggambarkan konsep. Menggambarkan konsep kepada siswa digabungkan dengan model yang menarik perhatian siswa membantu siswa memvisualkan gagasan. Jika merencanakan pengajaran memfokuskan menemukan atau menciptakan contoh baik, kreativitas akan muncul dengan sendirinya.

4. Pelajaran Temuan Terbimbing Spontan
Menggambarkan model temuan terbimbimbing spontan berarti sekedar membuat contoh langsung di lapangan dan membimbing siswa memahami satu topik yang muncul sepanjang satu pelajaran. Kemampuan membimbing siswa memerlukan upaya yang tidak terlalu sadar ketika guru mampu mengenal kesempatan-kesempatan menggunakan model temuan terbimbing mini dalam konteks topik lebih besar.

Tiga pengetahuan penting yang diperlukan dalam model temuan terbimbing yaitu; pertama, kesadaran tentang apa yang diperlukan untuk secara efektif menggambarkan topik bagi siswa. Kedua, waktu yang digunakan untuk pengajaran yang singkat namun tepat. Ketiga, kemampuan menggunakan ilustrasi sederhana ditempat secara langsung.

5. Panjang pelajaran
Lama pelajaran tergantung tujuan belajar dan kebutuhan siswa. Pemahaman yang lama untuk mata pelajaran yang rumit dibutuhkan waktu yang tidak sedikit, sedangkan pelajaran spontan yang singkat dibutuhkan untuk pembelajaran yang tidak terlalu kompleks. Dengan demikian, panjang pembelajaran tergantung kompleksivitas mata pelajaran, kebutuhan tujuan belajar serta kemampuan siswa.

E. Menilai Pembelajaran Siswa

Lingkungan beljar yang efektif berpusat pada asesmen. Asesmen adalah proses pengumpulan informasi dan membuat keputusan tentang kemajuan belajar siswa. Proses penilaian tidak lepas dari keseluruhan proses belajar.

1. Menyelaraskan Asesmen dan Tujuan
Tujuan-tujuan, kegiata belajar, dan asesmen harus selaras. Keselarasan tersebut harus bersifat langsung. Misalnya, harus mampu mengidentifikasi karakteristik-karakteristik dan mampu menjelaskan noncontohnya serta mampu membuat contohnya.

2. Menggunakan Asesmen untuk Meningkatkan Pembelajaran
Asesmen digunakan sebagai alat untuk mendorong pembelajaran dan motivasi. Pertama, item dan tugas asesmen harus mengukur lebih dari sekadar pengetahuan dan pemanggilan informasi. Kedua, umpan balik mendetail dan diskusi tentang item-item menjadi penting.

3. Mengkritik Model Temuan Terbimbing
Pemahaman yang berasal dari pelajaran Temuan Terbimbing biasanya lebih mendalam dibandingkan pemahaman dari ceramah dan penjelasan. Temuan Terbimbing cenderung menghasilkan retensi (penyimpanan) dan transfer jangka-panjang lebih baik dibandingkan mengajar dengan pemaparan. Membimbing siswa mengembangkan pemahamannya jauh lebih mengasyikkan ketimbang sekadar menjelaskan topik yang ada pada mereka.

Kami tidak menyatakan semua konsep seyogianya diajarkan lewat pendekatan Temuan Terbimbing. Akan tetapi, sebagai alternatif mengajar, itu bisa efektif untuk mendorong pemahaman mendalam tentang topik-topik ini dan pada saat yang sama menjadi mekanisme efektif untuk mendorong berpikir kritis.

F. Perbedaan Inkuiri dengan Model Temuan Terbimbig

Ditinjau dari pengertiannya, perbedaan inkuiri dengan model temuan terbimbing adalah sebagai berikut. Inkuiri berarti pertanyaan, atau pemeriksaan, penyelidikan. Strategi inkuiri berarti suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri. Sedangkan model temuan terbimbing adalah suatu pendekatan mengajar di mana guru memberi siswa contoh-contoh topik spesifik dan memandu siswa untuk memahami topik tersebut.

Jika dilihat dari sintaks pembelajarannya secara umum, inkuiri dan model temuan terbimbing memiliki beberapa perbedaan, diantaranya dapat dilihat dalam tabel berikut.

No.
INKUIRI
PERAN GURU
1.
Menyajikan pertanyaan atau masalah
Guru membimbing siswa mengidentifikasi masalah dan masalah dituliskan di papan tulis. Guru membagi siswa dalam kelompok.
2.
Membuat hipotesis
Guru memberikan kesempatan pada siswa untuk curah pendapat dalam membentuk hipotesis. Guru membimbing siswa dalam menentukan hipotesis yang relevan dengan permasalahan dan memprioritaskan hipotesis mana yang menjadi prioritas penyelidikan.
3.
Merancang percobaan
Guru memberikan kesempatan pada siswa untuk menentukan langkah-langkah yang sesuai dengan hipotesis yang akan dilakukan. Guru membimbing siswa mengurutkan langkah-langkah percobaan.
4.
Melakukan percobaan untuk memperoleh informasi.
Guru membimbing siswa mendapatkan informasi melalui percobaan.
5.
Mengumpulkan dan menganalisis data
Guru memberi kesempatan pada tiap kelompok untuk menyampaikan hasil pengolahan data yang terkumpul.
6
Membuat kesimpulan
Guru membimbing siswa dalam membuat kesimpulan.


No.
MODEL TEMUAN TERBIMBING
PERAN GURU
1.
Pendahuluan
Guru berusaha menarik perhatian siswa dan menetapkan fokus pelajaran.
2.
Fase terbuka
Guru member siswa contoh dan meminta siswa untuk mengamati dan membandingkan contoh-contoh.
3.
Fase konvergen
Guru menanyakan pertanyaan-pertanyaan lebih spesifik yang dirancang untuk membimbing siswa mencapai pemahaman tentang konsep atau generalisasi.
4.
Penutup dan penerapan
Guru membimbing siswa memahami definisi suatu konsep atau pernyataan generalisasi dan siswa menerapkan pemahaman mereka ke dalam konteks baru.