• RSS
Riyc's Blog

Saturday 6 February 2016

Model-model Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Dalam dunia pendidikan, kurikulum berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan serta mengatur segala kegiatan yang berlangsung. Kurikulum tercipta dari pemikiran para tokoh sehingga ada masanya kurikulum akan mengalami perkembangan seiring dengan perkembangan pemikiran para tokoh dan kebutuhan yang mendasari. Pengembangan kurikulum tidak lepas dari berbagai aspek yang berkaitan dengan nilai-nilai, moral, budaya, cara berfikir, pengembangan kurikulum, kebutuhan peserta didik, dan kebutuhan masyarakat. Berbagai aspek tersebut menjadi dasar untuk mengembangkan model kurikulum.

Model-model kurikulum antara lain model kurikulum pengembangan diri, model pengembangan kurikulum kecakapan hidup (life skills), dan model pengembangan kurikulum soft skills yang masing-masing memiliki kekurangan dan kelebihannya sesuai dengan kebutuhan dari penerapan kurikulum tersebut.

2. Rumusan Masalah

  1. Apa yang dimaksud dengan model kurikulum pengembangan diri?
  2. Apa yang dimaksud dengan model pengembangan kurikulum kecakapan hidup (life skills)?
  3. Apa yang dimaksud dengan model pengembangan kurikulum soft skills?


3. Tujuan

  1. Mengetahui model kurikulum pengembangan diri
  2. Mengetahui model pengembangan kurikulum kecakapan hidup (life skills)
  3. Mengetahui model pengembangan kurikulum soft skills


BAB II
PEMBAHASAN

Pengembangan kurikulum merupakan ulasan teoritis tentang suatu proses kurikulum secara meyeluruh atau dapat pula ulasan tentang salah satu komponen kurikulum. Ulasan teoritis tersebut menetapkan titik berat ulasan yang berbeda-beda, ada yang menitikberatkan pada organisasi kurikulum, ada pula yang menitikberatkan pada hubungan antar pribadi yang terlibat dalam pengembangan kurikulum. Penerapan model-model kurikukum sebaiknya didasarkan pada faktor-faktor yang konstan, sehingga ulasan tentang model-model yang dibahas dapat terungkapkan secara konstisten (Subandijah.1996).

Macam-macam Model Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran:

1. Model Kurikulum Pengembangan Diri

Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar isi yang dinyatakan bahwa, pengembangan diri merupakan salah satu komponen struktur kurikulum setiap satuan pendidikan, dimana disebutkan bahwa pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran yag harus diasuh oleh guru. Pengembangan diri merupakan kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran, dimana kegiatan ini sebagai bagian integral dari kurikulum sekolah/madrasah.

Kegiatan pengembangan diri merupakan upaya pembentukan watak dan kepribadian peserta didik yang dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling berkenaan dengan masalah pribadi dan kehidupan sosial, kegiatan belajar, dan pengembangan karir, serta kegiatan ekstrakurikuler yang dipilih sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan sekolah.

Pengembangan diri memiliki tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum pengembangan diri adalah memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, minat, kondisi dan perkembangan peserta didik, dengan memperhatikan kondisi sekolah/madrasah.

Sedangkan tujuan khusus Pengembangan diri adalah pengembangan diri yang berujuan menunjang pendidikan peserta didik dalam mengembangkan:
  • Bakat
  • Minat
  • Kreativitas
  • Kompetensi dan kebiasaan dalam kehidupan
  • Kemampuan kehidupan keagamaan
  • Kemampuan sosial
  • Kemampuan belajar
  • Wawasan dan perencanaan karir
  • Kemampuan pemecahan masalah
  • Kemandirian


Terkait dengan minimnya pedoman penyelenggaraan pengembangan diri di lapangan, model dan contoh pengembangan diri ini akan sangat lebih baik kalau secepatnya disosialisasikan melalui kegiatan fasilitasi (diklat, workshop) atau melalui perangkat teknologi, informasi dan komunikasi. Dunia pendidikan mengalami perubahan desentralisasi pengelolaan pendidikan untuk mengambil keputusan berkenaan dengan pengelolaan pendidikan, seperti penyusunan kurikulum sesuai dengan kebutuhan dan kondisi sekolah masing-masing.

Salah satu tugas Pusat Kurikulum adalah mengembangkan model kurikulum tingkat satuan pendidikan. Model-model tersebut bersama dengan sumber-sumber yang lain diharapkan menjadi contoh dalam mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan di sekolah, sehingga pengembangan kurikulum pada satuan pendidikan dapat memberi kesempatan peserta didik untuk:
  1. Belajar bermain dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
  2. Belajar memahami dan melaksanakan dan menghayati
  3. Belajar mampu melakasanakan dan berbuat secara efektif
  4. Belajar hidup bersama dan berguna untuk orang lain
  5. Belajar membangun dan menemukan jati diri melalui proses belajar yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan.

Bentuk-bentuk Pelaksanaan Pengembangan Diri
1. Kegiatan pengembangan diri secara terprogram dilaksanakan dengan perencanaan khusus dalam kurun waktu tertentu untuk memenuhi kebutuhan peserta didik secara individual, kelompok, dan atau klasikal melalui penyelenggaraan:
  • Kegiatan layanan dan kegiatan pendukung konseling
  • Kegiatan ekstrakurikuler.


2. Kegiatan pengembangan diri secara tidak terprogram dapat dilaksanakan sebagai berikut:
  • Rutin, adalah kegiatan yang dilakukan secara terjadwal dan terus menerus, seperti: upacara bendera, senam, ibadah khusus keagamaan bersama, keberaturan, pemeliharaan kebersihan dan kesehatan diri.
  • Spontan, adalah kegiatan tidak terjadwal dalam kejadian khusus seperti: pembentukan perilaku memberi salam, membuang sampah pada tempatnya, antri, mengatasi silang pendapat (pertengkaran).
  • Keteladanan, adalah kegiatan dalam bentuk perilaku sehari-hari yang dapat dijadikan teladan, seperti : berpakaian rapi, berbahasa yang baik, rajin membaca, memuji kebaikan dan atau keberhasilan orang lain, datang tepat waktu.


Kegiatan-kegiatan tersebut tidak direncanakan secara tersendiri melalui kegiatan pelayanan konseling dan kegiatan ekstrakurikuler, tetapi bisa merupakan program sekolah dan dilaksanakan sebagai bentuk kegiatan pembiasaan.

Pelaksanaan pengembangan diri harus terlebih dahulu diawali denga upaya untuk mengidentifikasi kebutuhan, bakat dan minat, yang dapat dilakukan melalui teknik tes (tes kecerdasan, tes bakat, tes minat, dan sebagainya) maupun non tes (skala sikap, observasi, wawancara, dan sebagainya).

2. Model Kurikulum Kecakapan Hidup (Life Skills)

Menurut Tim BBE Depdiknas 2001 dalam Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum (Arifin.2011:244) kecakapan hidup (life skills) adalah kecakapan yang dimiliki oleh seseorang untuk mau dan berani mengahadapi problem hidup secara wajar tanpa merasa tertekan, kemudian secara proaktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi sehingga akhirnya mampu mengatasinya.

Life skills merupakan kemampuan komunikasi secara efektif, kemampuan menggambarkan kerjasama, melaksanakan peranan sebagai warga negara yang bertanggung jawab, memiliki kesiapan serta kecakapan untuk bekerja dan memiliki karakter dan etika untuk terjun ke dunia kerja.

Ciri pembelajaran life skills sebagai berikut :
  1. Terjadi proses identifikasi kebutuhan belajar
  2. Terjadi proses penyadaran untuk belajar bersama
  3. Terjadi keserasian kegiatan belajar untuk mengembangkan diri, belajar usaha mandiri, usaha bersama.
  4. Terjadi proses penguasaan personal, sosial, vokasional, akademik, manejerial, kewirausahaan.
  5. Terjadi proses pemberian pengalaman dalam melakukan pekerjaan dengan benar, menghasilkan produk bermutu.
  6. Terjadi proses interaksi saling belajar dari ahli
  7. Terjadi proses penilaian kompetensi
  8. Terjadi pendampingan teknis untuk bekerja atau membentuk usaha bersama

Pada dasarnya life skills membantu peserta didik dalam mengembangkan kemampuan belajar (learning how to learn), menghilangkan kebiasaan dan pola pikir yang tidak tepat (learning how to unlearn), menyadari dan menyusuri potensi diri untuk dikembangkan dan diamalkan, berani menghadapi problema kehidupan dan memecahkan secara kreatif.

Kecakapan hidup dapat dipilah menjadi dua jenis kecakapan utama yaitu :
1) Kecakapan hidup yang bersifat generik (generic life skills), meliputi:
  • Kecakapan personal yang meliputi: kesadaran eksistensi dan kesadaran potensi diri.
  • Kecakapan berpikir rasional meliputi: kecakapan menggali, kecakapan mengolah informasi, kecakapan mengambil keputusan, dan kecakapan memecahkan masalah.
  • Kecakapan sosial meliputi: kecakapan komunikasi lisan, kecakapan komunikasi tertulis dan kecakapan bekerjasama.

2) Kecakapan hidup spesifik (spesifik life skills) yaitu kecakapan untuk menghadapi pekerjaan atau keadaan tertentu, mencakup:
  • Kecakapan akademik meliputi: kecakapan identifikasi variabel, kecakapan menghubungakan variabel, kecakapan merumuskan hipotesis, dan kecakapan melaksanakan.
  • Kecakapan vokasional terkait dengan bidang pekerjaan yang memerlukan keterampilan motorik yang meliputi: kecakapan vokasional dasar dan kecakapan vokasional khusus.

Pengembangan kecakapan hidup pada jenjang pendidikan SD tentu berbeda dengan jenjang atau jenis pendidikan lainnya. Misalnya di sekolah dasar mengembangkan kecakapan hidup lebih diprioritaskan pada kecakapan umum tanpa mengabaikan kecakapan yang lainnya.

Macam-macam Life Skills
a. Kecakapan Hidup Generik
1) Kecakapan Personal
Kecakapan kesadaran diri yang melekat pada setiap diri manusia pada dasarnya merupakan penghayatan diri sebagai hamba Tuhan Yang Maha Esa, sebagai anggota masyarakat dan warga negara, sebagai bagian dari lingkungan, serta menyadari dan mensyukuri kelebihan dan kekurangan yang dimiliki, sekaligus menjadikannya sebagai modal untuk meningkatkan diri sebagai individu yang bermanfaat bagi diri sendiri maupun lingkungannya.

Pendidikan untuk mengembangkan kesadaran diri seringkali disebut sebagai pendidikan berkarakter, karena kesadaran diri akan membentuk karakter seseorang. Oleh karena itu banyak ahli yang menganjurkan penumbuhan kesadaran diri ini yang perlu dikembangkan sejak usia dini dan diupayakan menjadi kehidupan keseharian di rumah maupun di sekolah.

2) Kecakapan Berpikir Rasional
Kecakapan berpikir pada dasarnya merupakan kecakapan menggunakan pikiran/rasio secara optimal. Kecakapan berpikir mencakup: kecakapan menggali dan menemukan informasi (information serching), kecakapan mengolah informasi dan mengambil keputusan secara cerdas (information processing and decion making skills), dan kecakapan memecahkan masalah secara arif dan kreatif (creative problem solving skills).

3) Kecakapan Sosial
Kecakapan sosial atau kecakapan antar-personal (inter-personal skill) mencakup antara lain kecakapan komunikasi dengan empati (communication skill) dan kecakapan bekerjasama (collaboration skill).
Komunikasi dapat melalui lisan atau tulisan. Untuk komunikasi lisan, kemampuan mendengarkan dan menyampaikan gagasan secara lisan perlu dikembangkan. Kecakapan mendengarkan dengan empati akan membuat orang mampu memahami isi pembicaraan orang lain, sementara lawan bicara merasa diperhatikan dan dihargai.

Kecakapan menyampaikan gagasan dengan empati, akan membuat orang dapat menyampaikan gagasan dengan jelas dan dengan kata-kata santun, sehingga pesannya sampai dan lawan bicara merasa dihargai. Dalam tahapan lebih tinggi, kecakapan menyampaikan gagasan juga mencakup kemampuan meyakinkan orang lain. Komunikasi secara tertulis kini sudah menjadi kebutuhan hidup. Oleh karena itu, setiap orang perlu memiliki kecakapan membaca dan menuliskan gagasannya secara baik. Kecakapan menuangkan gagasan melalui tulisan yang mudah difahami orang lain dan membuat pembaca merasa dihargai, perlu dikembangkan pada siswa.

Kecakapan bekerjasama sangat diperlukan karena sebagai makhluk sosial, dalam kehidupan sehari-hari manusia akan selalu bekerjasama dengan manusia lain. Kerjasama bukan sekedar “kerja bersama” tetapi kerjasama yang disertai dengan saling pengertian, saling menghargai dan saling membantu.

Dua kecakapan hidup generik yang diuraikan di atas (kecakapan personal dan kecakapan sosial) diperlukan oleh siapapun, baik mereka yang bekerja, tidak bekerja dan mereka yang sedang menempuh pendidikan. Kecakapan hidup generik berfungsi sebagai landasan untuk belajar lebih lanjut (learning how to learn) dan bersifat transferable, sehingga memungkinkan digunakan untuk mempelajari kecakapan-kecakapan lainnya. Oleh karena itu ahli menyebutnya sebagai kecakapan dasar dalam belajar (basic learning skill).

b. Kecakapan Hidup Spesifik
Kecakapan hidup yang bersifat (specific life skill/SLS) diperlukan seseorang untuk menghadapi problema “mobil yang mogok: tentu diperlukan kecakapan khusus tentang mesin mobil. Untuk memecahkan masalah dagangan yang tidak laku diperlukan kecakapan pemasaran. Untuk mampu melakukan pengembangan biologi molekuler diperlukan keahlian di bidang bio-teknologi.

Kecakapan hidup spesifik biasanya terkait dengan bidang pekerjaan (occupational), atau bidang kejuruan (vocational) yang ditekuni atau akan dimasuki. Kecakapan hidup seperti ini juga disebut dengan kompetensi teknis yang sangat bervariasi, tergantung kepada bidang kejuruan dan pekerjaan yang akan ditekuni.

Bidang pekerjaan biasanya dibedakan menjadi pekerjaan yang lebih menekankan pada keterampilan manual dan bidang pekerjaan yang menekankan pada kecakapan berpikir. Terkait dengan itu, pendidikan kecakapan hidup yang bersifat spesifik juga dapat dipilah menjadi kecakapan akademik (academic skill) dan kecakapan vokasional (vocational skill).

a) Kecakapan Akademik
Kecakapan akademik (academic skill/SLS) yang sering kali juga disebut kecakapan intelektual atau kemampuan berpikir ilmiah pada dasarnya merupakan pengembangan dari kecakapan berpikir pada GLS. Jika kecakapan berpikir pada GLS masih bersifat umum, kecakapan akademik sudah lebih mengarah kepada kegiatan yang bersifat akademik/keilmuan. Hal itu didasarkan pada pemikiran bahwa bidang pekerjaan yang ditangani lebih memerlukan kecakapan berpikir ilmiah.

Kecakapan akademik mencakup antara lain kecakapan melakukan identifikasi variabel dan menjelaskan hubungannya pada suatu fenomena tertentu, merumuskan hipotesis terhadap suatu rangkaian kejadian, serta merancang dan melaksanakan penelitian untuk membuktikan suatu gagasan atau keingintahuan.

Sebagai kecakapan hidup yang spesifik, kecakapan akademik penting bagi orang-orang yang akan menekuni pekerjaan yang menekankan pada kecakapan berpikir. Oleh karena itu kecakapan akademik lebih cocok untuk jenjang SMA dan program akademik di universitas.

b) Kecakapan vokasional
Kecakapan vokasional (vocational skill/VS) seringkali disebut dengan “kecakapan kejuruan”, artinya kecakapan yang dikaitkan dengan bidang pekerjaan tertentu yang terdapat di masyarakat. Kecakapan vokasional lebih cocok bagi siswa yang akan menekuni pekerjaan yang lebih mengandalkan keterampilan psikomotor dari pada kecakapan berpikir ilmiah. Oleh karena itu, kecakapan vokasional lebih cocok bagi siswa SMK, kursus keterampilan atau program diploma.

Kecakapan vokasional mempunayai dua bagian, yaitu: kecakapan vokasional dasar dan kecakapan vokasional khusus yang sudah terkait dengan bidang pekerjaan tertentu. Kecakapan dasar vokasional mencakup antara lain melakukan gerak dasar, menggunakan alat sederhana yang diperlukan bagi semua orang yang menekuni pekerjaan manual (misalnya palu, obeng dan tang), dan kecakapan membaca gambar sederhana. Disamping itu kecakapan vokasional dasar mencakaup aspek sikap taat asas, akurasi dan tepat waktu yang mengarah pada perilaku produktif.

Kecakapan vokasional khusus hanya diperlukan bagi mereka yang akan menekuni pekerjaan yang sesuai seperti men-servis mobil bagi yang menekuni pekerjaan dibidang otomotif, meracik bumbu bagi yang menekuni pekerjaan dibidang tata boga dan sebagainya. Namun demikian sebenarnya terdapat satu prinsip dasar dalam kecakapan vokasional yaitu menghasilkan barang dan jasa.

Kecakapan akademik dan kecakapan vokasional sebenarnya hanyalah penekanan. Bidang pekerjaan yang menekankan keterampilan manual, dalam batas tertentu juga memerlukan kacakapan akademik. Demikian sebaliknya bidang pekerjaan yang menekankan kecakapan akademik, dalam batas tertentu juga memerlukan kecakapan vokasional.

Implementasi Life Skills dalam Kurikulum
Implementasi pendidikan kecakapan hidup dapat mempertimbangkan beberapa model, antara lain adalah: model integratif, model komplementatif dan model diskrit (Djoko: 2002). Dalam model integratif implementasi pendidikan kecakapan hidup melekat dan terpadu dalam program-program kurikuler, kurikulum yang ada, atau mata pelajaran yang ada. Berbagai program kurikuler dan mata pelajaran yang ada seharusnya bermuatan atau berisi kecakapan hidup. Model ini memerlukan kesiapan dan kemampuan tinggi dari sekolah, kepala sekolah dan guru mata pelajaran. Kepala sekolah dan guru harus pandai dan cekatan menyiasati dan menjabarkan kurikulum, mengelola pembelajaran dan mengembangkan penilaian. Ini berarti mereka harus kreatif, penuh inisiatif, dan kaya gagasan. Keuntungan model ini relatif murah, tidak membutuhkan ongkos mahal, dan tidak menambah beban sekolah terutama kepala sekolah, guru dan peserta didik.

Dalam model komplementatif, implementasi pendidikan kecakapan hidup dimasukkan atau ditambahkan ke dalam program pendidikan kuriluler dan struktur kurikulum yang ada; bukan mata pelajaran. Pelaksanaannya bisa berupa menambah mata pelajaran kecakapan hidup dalam struktur kurikulum atau menyelenggarakan program kecakapan hidup dalam kalender pendidikan. Model ini tentu saja membutuhkan waktu tersendiri, guru tersendiri di bidang kecakapan hidup, dan ongkos yang relatif besar. Selain itu penggunaan model ini dapat menambah beban tugas siswa dan guru selain beban finansial sekolah. Meskipun demikian model ini dapat digunakan secara optimal dan intensif untuk membentuk kecakapan hidup pada peserta didik.

Dalam model diskrit, implementasi pendidikan kecakapan hidup dipisahkan dan dilepaskan dari program-program kurikuler, kurikulum leguler dan mata pelajaran (pembelajaran kurikuler). Pelaksanaannya dapat berupa pengembangan program kecakapan hidup yang dikemas dan disajikan secara khusus kepada peserta didik. Penyajiannya bisa terkait dengan program kokurikuler atau bisa juga berbentuk program ekstrakulikuler. Model ini membutuhkan persiapan yang matang, ongkos yang relative besar, kesiapan sekolah yang baik. Selain itu, model ini memerlukan perencanaan yang baik agar tidak salah penerapan. Meskipun demikian, model ini dapat digunakan membentuk kecakapan hidup peserta didik secara komprehensif dan leluasa.

3. Model Pengembangan Kurikulum Soft Skills

Soft Skill atau keterampilan lunak menurut Berthhall (Diknas, 2008) merupakan tingkah laku personal dan interpersonal yang dapat mengembangkan dan memaksimalkan kinerja manusia (melalui pelatihan, pengembangan kerja sama tim, inisiatif, pengambilan keputusan lainnya. Keterampilan lunak ini merupakan modal dasar peserta didik untuk berkembang secara maksimal sesuai pribadi masing-masing. Soft skills adalah keterampilan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain (termasuk dengan dirinya sendiri).

Penerapan dan pengembangan Soft Skill memiliki tujuan utama untuk pembinaan mentalitas (personal skill dan interpersonal skill) agar lulusan benar-benar dapat menjadi Sebelum menerapkan soft skill yang perlu dikembangkan pada siswa. Contohnya yaitu pada permainan sepak bola, hard skill dalam permainan ini misalnya adalah berlari, menendang, sedangkan soft skill-nya adalah kerja sama dalam tim, gigih, dan lain sebagainya.

Atribut Soft Skills
Soft skills terdiri dari personal skills dan interpersonalskills. Personal skills merupakan kemampuan seseorang untuk mengembangkan dirinya sendiri menjadi lebih baik. Ini lebih kearah self development yang meliputi: personal time managemen, problem solving skills, research skills, kreativitas, learning capability, team thinks, cooperation, discipline, good attitude, goodwill, optimis, sociability, stability.

Interpersonal skills merupakan kemampuan seseorang untuk interaksi dengan orang lain, baik orang lain secara individu (one to one) atau sebagai audiens (one to many), yang meliputi: participation in a team, ability to teach, service, leading a team, negotiation, unite a team amidst cultural differences, motivation, decision-making skills, problem-solving skills, etiquette.

Atribut soft skill yang lebih sederhana dikemukakan oleh Patrick O’Brien (dalam) berbagai soft skills penting dapat dikategorikan kedalam 7 area yang disebut winning characteristics. Yang dalam akronium COLLEGE, yakni: communication skills, organizationsskills, leardership, Logic. Effort, group skills.Ethis.

Penerapan Soft Skill di Sekolah
a. Mengidentifikasi Atribut Soft skill
Seperti sudah dijelaskan di atas maka secara umum kompetensi lulusan di SD perlu dibekali atribut soft skills seperti:
  • Berkomunikasi tertulis dan lisan,
  • Bekerja mandiri,
  • Bekerja dalam tim
  • Berpikir logis
  • Berpikir analitis

b. Mengembangkan Topik Materi
Materi-materi soft skill yang patut dipertimbangkan sesuai dengan kompetensi lulusan SD, yaitu:
  • Pengenalan soft skill (introduction to Soft-skills): memahami peran soft-skills dalam keberhasilan didi di masyarakat baik di dalam kampus maupun di dunia kerja;
  • Membangun visi dan komitmen;
  • Membentuk nilai-nilai pribadi (Shaping Personal values) memilih & membentuk milai-nilai diri agar memiliki karakter yang kuat berdasarkan empati dengan teman kerja dan atasan untuk membangun kredibilitas;
  • Membangun hubungan (Building Rapport): Membangun hubungan berdasarkan empati dengan teman kerja dan atasan untuk membangun kredibilitas;
  • Mengenali pemegang otoritas (Recognizing Authprity): Memilih langkah yang tepat saat bergaul dengan pemegang otoritas & menggunakan otoritas dengan tepat;
  • Mengakui konstribusi individu (Recognizing Individual): Mengakui kontribusi dan prestasi teman, & menerima masukan dan kritik;
  • Menyelesaikan masalah (Problem Solving): Memecahkan masalah secara sistematis, jangka pendek dan pencegahan masalah di masa datang;
  • Menyelesaikan konflik (Resolving Conflict): Menyelesaikan konflik dengan benar dan pencegahan konflik di masa datang;
  • Mengambil Inisiatif (Talking Inititiave): Mengambil tindakan yang tepat sesuai dengan tanggung jawab serta mengembangkan tingkah laku proaktif;
  • Membuat Prioritas Tugas (Prioritizing): Membuat prioritas tugas dan tindakan secara efektif dan benar;
  • Bekerja dengan dan didalam tim (working in a team): Mengembangkan tingkah laku yang efektif saat dalam kelompok;
  • Pengelolaan emosi diri dan stress;
  • Komunikasi lisan dan tulisan;
  • Manajemen waktu.


c. Contoh Strategi Penerapan Soft Skill di SD
Dalam pelaksanaannya, kegiatan harus terdistribusi dari kelas 1 sampai dengan kelas 6.Pada kelas1, kondisi siswa masih berada pada taraf adaptasi dari suasana bermain ke suasana belajar sehingga diperlukan adanya visi dan komitmen, pembentukan nilai-nilai pribadi, komunikasi lisan dan tulisan. Pada kelas 2 sampai dengan kelas 4 siswa diharapkan telah memiliki motivasi, dapat mengatasi stres dan mampu bekerja dalam tim, sehingga pembinaan lebih diarahkan pada berpikir kritis, peningkatan kreativitas, kemampuan beragumentasi. Dan pada kelas 5 dan 6, mereka memerlukan suasana yang menentukan keberhasilan studi, sehingga mereka memerlukan suasana yang dapat memberikan kemampuan untuk tetap belajar, menangani stress, kemampuan mengelola diri, mampu menyelesaikan persoalan, bekerja sama dalam tim dengan baik dan memiliki kemampuan adversity (tantangan yang semakin berat).

Pelaksanaan Soft Skill dapat dilakukan secara terintegrasi dengan proses pembelaran (intrakurikuler) dan juga dalam bentuk kegiatan ekstra kurikuler. Pengembangan melalui proses pembelajaran dapat dilakukan dengan melalui kurikulum terintegrasi dan hidden kurikulum. Selain kedua strategi tersebut, soft skill dapat pula dikembangkan melalui pembiasaan, pelatihan, dan out-bond.

d. Penerapan Soft Skill melalui proses pembelajaran (Intrakurikuler)
Terlepas dari berbagai ramuan mujarab yang ditawarkan, pengembangan soft skills di SD memang harus dilakukan secara integrative dan menyeluruh.Pengembangan soft skill tidak hanya sekedar memberikan pelatihan atau kursus Sift Skill, misalnya kursus kepribadian atau teknik komunikasi saja. Sebuah SD idealnya mengembangkan soft skill siswanya (juga guru tentunya melalui kegiatan di dalam kelas dan di luar kelas. di dalam kelas selayaknya guru berusaha mengembangkan kemampuan soft skill siswanya melalui metode mengajar yang bisa mengasah soft skills siswa. Salah satu yang bisa dikembangkan adalah metode diskusi dan presentasi kelompok, walaupun ada beberapa siswa dan guru agak enggan melaksanakannya, dengan berbagai alasannya masing-masing.

Pengembangan soft skills melalui kegiatan intrakurikuler dapat dilakukan dengan cara kurikulum teritegrasi dan hidden kurikulum. Kurikulum teritegrasi dapat dilakukuan oleh guru secara terpogram dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran mata pelajaran yang bersangkutan. Artinya, guru menetapkan atribut-atribut soft skills yang akan dikembangkan, kemudian dituangkan tersebut dalam perencanaan pembelajaran, berdasarkan perencanaan pembelajaran tersebut guru mengimplementasikan dalam proses pembelajaran. Sedangkan pengembangan soft skills siswa melalui hidden kurikulum, dapat dilakukan sebagai selingan (pengisi waktu jeda) atau sisipkan di awal (pembukaan) pelajaran ditengah-tengah pelajaran, atau pada akhir (penutup) pelajaran. Dalam hidden kurikulum, pemberian materi soft skills tidak dijadikan tujuan intruksional dari mata pelajaran bersangkutan, tetapi sebagai upaya lebih yang dilakukan oleh guru untuk memberikan tambahan kepada siswanya.

e. Penerapan soft skill melalui kegiatan Ekstrakurikuler
Pengembangan soft skills di luar kela bisa dilakukan dengan menciptakan suasana akademis yang kondusif.Beberapa program yang bisa dicoba diantaranya adalah berbagai perlombaan yang bersifat kompetitif baik untuk siswa maupun guru, pengembangan sistem komunikasi interaksi antara civitas academica, penyediaan media atau display sebagai wadah kreatifitas dan inovasi siswa, dan lain-lain.

Pengembangan soft skills melalui kegiatan ekstrakurikuler dapat dilakukan melalui 4 bidang meliputi: penalaran dan keilmuan, minat dan kegemaran, peningkatan kesejahteraan, dan bakti sosial siswa. Kegiatan ekstrakurikuler memberikan peluang paling besar bagi siswa untuk mengembangkan soft-skills-nya.selain itu, kegiatan sangat banyak dan bervariatif bisa dalam bentuk pelatihan, pendampingan, dan out bond.

f. Penerapan soft skills melalui Pembiasaan
Penerapan soft skills melalui pembiasaan adalah pembangan soft skill oleh setiap orang sebagai civitas akademik dalam kehidupan kesehariannya di SD, Seperti dalam pembelajaran, rapat, pertemuanilmiah, di kantin, di perpustakaan, di masyarakat, dan berbagai aktivitas lainnya.Sasaran utama dari pelaksanaan pengembangan soft skills melalui pembiasaan adalah menciptakan iklim atau atmosfer di lingkungan SD.

Dengan harapan seluruh civitas SD harus bergerak bekerja sama dan saling mendukung pengembangan untuk menciptakan soft skills yang baik demi terciptanya lingkungan akademis yang harmonis. Upaya yang dapat dilakukan melalui sosialisasi pesan singkat (baliho atau poster) untuk menyemangati civitas SD mengembangkan soft skill¬-nya, dan pesan soft-skill ini dipasang di tempat-tempat strategis dengan isi pesan disesuaikan dengan tempat atau komunitas yang menjadi sasaran.

Langkah Operasional Penerapan Soft skills
a. Guru
  • Guru menjadi role model siswa dalam mengimplementasikan soft skills.
  • Guru dapat mengembangkan soft skills melalui membaca buku-buku tentang perilaku, personality, leadership, komunikasi, intra dan interpersonal skills lainnya.
  • Guru mengimplementasikan intra dan interpersonal skills dalam kesehariannya, baik yang berhubungan dengan teman sejawat maupun dengan siswa dan pegawai administrasi
  • Guru menyisipkan pengembangan soft skill melalui proses pembelajaran di masing-masing mata pelajaran yang diampu.
  • Guru terlibat dalam kegiatan kesiswaan sebagai fasilitator dan motivator
  • Guru memberi contoh dalam mengembangkan kebiasaan (pembiasaan), seperti smilling dan greeting, suka menolong, suka memberikan maaf dan selalu mengucapkan terima kasih, baik dengan sesama gurumaupun dengan siswa dan pegawai.

b. Siswa
  • Siswa senantiasa memahami bahwa pengembangan soft skills sangat diperlukan dalam membangun karakter lulusan dan berdampak pada kinerja dunia kerja.
  • Siswa ikut aktif dalam program-program pengembangan soft skills
  • Siswa senantiasa mengintegrasi program soft skill dalam kegiatan ekstrakurikuler
  • Siswa melakukan partisipasi aktif di dalam proses pembelajaran, menerapkan bertanya, berdiskusi, berargumentasi adalah suatu keharusan dan menunujukkan eksistensi diri.
  • Siswa menerapkan kebiasaan (pembiasaan), yaitu selalu smilling dan greeting, duduk di depan dalam pembelaran, tidak malu bertanya, tertib, perilaku bersih, suka mengucapkan terima kasih, suka menolong, baik dengan sesama siswa maupun guru dan pegawai.
  • Siswa dapat mengembangkan diri dengan cara membaca buku-buku yang dapat membangun semangat, dan menimbulkan motivasi dalam kehidupan nyata.

c. Pegawai
  • Pegawai mengimplementasikan atribut soft skill, seperti memberikan pelayanan prima, disiplin dan focus pada pekerjaan, etika, dan sopan santun dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya.
  • Pegawai menerapkan kebiasaan (pembiasaan), yaitu selalu smilling dan greeting, tertib, perilaku bersih, suka mengucapkan terima kasih, dan suka menolong, baik dengan sesama pegawai maupun dengan guru dan siswa
  • Pegawai dapat mengembangkan diri dengan cara membaca buku-buku yang membangun semangat, dan menimbulkan motivasi dalam kehidupan nyata.


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Pengembangan kurikulum merupakan ulasan teoritis tentang suatu proses kurikulum secara meyeluruh atau dapat pula ulasan tentang salah satu komponen kurikulum. Model-model kurikulum antara lain model kurikulum pengembangan diri yaitu kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran, dimana kegiatan ini sebagai bagian integral dari kurikulum sekolah/madrasah. Model pengembangan kurikulum kecakapan hidup (life skills) yaitu kecakapan yang dimiliki oleh seseorang untuk mau dan berani mengahadapi problem hidup secara wajar tanpa merasa tertekan, kemudian secara proaktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi sehingga akhirnya mampu mengatasinya. Dan model pengembangan kurikulum soft skills yaitu keterampilan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain (termasuk dengan dirinya sendiri). Masing-masing model ini memiliki kekurangan dan kelebihannya sesuai dengan kebutuhan dari penerapan kurikulum tersebut.


DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas. 2002. Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Kecakapan Hidup. Buku I, II, dan III. Jakarta: Depdiknas.
Mujtahidin, dan Harun Al Rasyid. 2013. Pengembangan Kurikulum. Bangkalan: UTM Press.
Tim BBE. (2002). Pendidikan Berorientasi Kecakapan Hidup Melalui Pendekatan Berbasis Luas. Jakarta: Depdiknas 22.