• RSS
Riyc's Blog

Saturday, 5 October 2013

Teori Belajar Humanistik dan Implikasinya Dalam Pembelajaran di SD

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
            Dalam teori humanisme lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia. Emosi merupakan karateristik yang sangat kuat yang nampak dari para pendidik beraliran humanisme. Dalam teori pembelajaran humanisme, belajar merupakan proses yang dimulai dan ditujukan untuk kepentingan memanusiakan manusia. Dimana memanusiakan manusia di sini berarti mempunyai tujuan untuk mencapai aktualisasi diri, pemahaman diri, serta realisasi diri orang yang belajar secara optimal.
Pendekatan ini melihat kejadian yaitu bagaimana dirinya untuk melakukan hal-hal yang positif. Kemampuan positif ini yang disebut sebagai potensi manusia dan para pendidik yang beraliran humanisme biasanya menfokuskan pengajarannya pada pembangunan kemampuan yang positif. Kemampuan positif tersebut erat kaitannya dengan pengembangan emosi positif yang terdapat dalam domain afektif. 
Pendekatan humanisme dalam pendidikan menekankan pada perkembangan positif. Pendekatan yang berfokus pada potensi manusia untuk mencari dan menemukan kemampuan yang mereka punya dan mengembangkan kemampuan tersebut. Hal ini mencakup kemampuan interpersonal sosial dan metode untuk pengembangan diri yang ditujukan untuk memperkaya diri, menikmati keberadaan hidup dan juga masyarakat. Ketrampilan atau kemampuan membangun diri secara positif ini menjadi sangat penting dalam pendidikan karena keterkaitannya dengan keberhasilan akademik.
Dalam teori belajar humanisme, belajar dianggap berhasil jika siswa memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya.
Tujuan utama para pendidik adalah membantu si siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.
Ada salah satu ide penting dalam teori belajar humanisme yaitu siswa harus mampu untuk mengarahkan dirinya sendiri dalam kegiatan belajar mengajar, sehingga siswa mengetahui apa yang dipelajarinya serta tahu seberapa besar siswa tersebut dapat memahaminya. Dan juga siswa dapat mengetahui mana, kapan, dan bagaimana mereka akan belajar. Dengan demikian maka siswa diharapkan mendapat manfaat dan kegunaan dari hasil belajar bagi dirinya sendiri. Aliran humanisme memandang belajar sebagai sebuah proses yang terjadi dalam individu yang meliputi bagian/domain yang ada yaitu dapat meliputi domain kognitif, afektif, dan psikomotorik.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka peneliti merumuskan pertanyaan sebagai berikut:
1.      Apa pengertian teori belajar dan pembelajaran humanisme
2.      Apa yang dimaksud revolusi balajar IQ,EQ dan SQ
a.       Teori Emotional Quotient Golemen
b.      Teori Spiritual Quotient Zohar Marshall
2.      Bagaimana prinsip-prinsip belajar humanisme
3.      Bagaimana implikasi teori dalam pembelajaran di SD
4.      Bagaimana peran guru atau pendidik menerut teori humanisme

1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk:
1.      Mengetahui pengertian teori belajar dan pembelajaran humanisme
2.      Mengetahui apa yang dimaksud revolusi belajar IQ,EQ dan SQ
3.      Mengetahui prinsip-prinsip belajar humanisme
4.      Mengetahui implikasi teori dalam pembelajaran di SD
5.      Mengetahui peran guru atau pendidik menurut teori humanisme

1.4 Manfaat
Di tinjau dari aplikasi teori humanisme terhadap pembelajaran peserta didik sebagai berikut:
-          Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi peserta didik
-          Memaknai proses pembelajaran secara Merumuskan tujuan belajar yang jelas
-          Mengusahakan partisipasi aktif peserta didik melalui kontrak belajar yang bersifat jelas , jujur dan positif.
-          Mendorong peserta didik untuk mengembangkan kesanggupan peserta didik untuk belajar atas inisiatif sendiri
-          Mendorong peserta didik untuk peka berpikir kritis,
-          Peserta didik di dorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya sendiri, melakukkan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dariperilaku yang ditunjukkan.
-          Guru menerima peserta didik apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran peserta didik, tidak menilai secara normatif tetapi mendorong peserta didik untuk bertanggungjawab atas segala resiko perbuatan atau proses belajarnya.
-          Memberikan kesempatan peserta didik untuk mandiri.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian teori belajar dan pembelajaran humanisme
            Pengertian humanisme yang beragam membuat batasan-batasan aplikasinya dalam dunia pendidikan mengundang berbagai macam arti pula. Sehingga perlu adanya satu pengertian yang disepakati mengenai kata humanisme dala pendidikan. Dalam artikel “What is Humanisme Education?”, Krischenbaum menyatakan bahwa sekolah, kelas, atau guru dapat dikatakan bersifat humanisme dalam beberapa kriteria. Hal ini menunjukkan bahwa ada beberapa tipe pendekatan humanisme dalam pendidikan. Ide mengenai pendekatan-pendekatan ini terangkum dalam psikologi humanisme.Dalam artikel “some educational implications of the Humanisme Psychologist” Abraham Maslow mencoba untuk mengkritisi teori Freud dan behaviorisme. Menurut Abraham, yang terpenting dalam melihat manusia adalah potensi yang dimilikinya. Humanisme lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia daripada berfokus pada “ketidaknormalan” atau “sakit” seperti yang dilihat oleh teori psikoanalisa Freud. Pendekatan ini melihat kejadian setelah “sakit” tersebut sembuh, yaitu bagaimana manusia membangun dirinya untuk melakukan hal-hal yang positif. Kemampuan bertindak positif ini yang disebut sebagai potensi manusia dan para pendidik yang beraliran humanisme biasanya memfokuskan penganjarannya pada pembangunan kemampuan positif ini.
Kemampuan positif disini erat kaitannya dengan pengembangan emosi positif yang terdapat dalam domain afektif, misalnya ketrampilan membangun dan menjaga relasi yang hangat dengan orang lain, bagaimana mengajarkan kepercayaan, penerimaan, keasadaran, memahami perasaan orang lain, kejujuran interpersonal, dan pengetahuan interpersonal lainnya. Intinya adalah meningkatkan kualitas ketrampilan interpersonal dalam kehidupan sehari-hari.
Selain menitik beratkan pada hubungan interpersonal, para pendidikan yang beraliran humanisme juga mencoba untuk membuat pembelajaran yang membantu anak didik untuk meningkatkan kemampuan dalam membuat, berimajinasi, mempunyai pengalaman, berintuisi, merasakan, dan berfantasi. Pendidik humanisme mencoba untuk melihat dalam spektrum yang luas mengenai perilaku manusia. “Berapa banyak hal yang bisa dilakukan manusia? Dan bagaimana aku bisa membantu mereka untuk melakukan hal-hal tersebut dengan lebih baik?
Melihat hal-hal yang diusahakankan oleh para pendidik humanisme, tampak bahwa pendekatan ini mengedepankan pentingnya emosi dalam dunia pendidikan. Freudian melihat emosi sebagai hal yang mengganggu perkembangan, sementara humanisme melihat keuntungan pendidikan emosi. Jadi bisa dikatakan bahwa emosi adalah karakterisitik yang sangat kuat yang nampak dari para pendidik beraliran humanisme. Karena berpikir dan merasakan saling beriringan, mengabaikan pendidikan emosi sama dengan mengabaikan salah satu  potensi terbesar manusia. Kita dapat belajar menggunakan emosi kita dan mendapat keuntungan dari pendekatan humanisme ini sama seperti yang kita dapatkan dari pendidikan yang menitikberatkan kognisi.
Berbeda dengan behaviorisme yang melihat motivasi manusia sebagai suatu usaha untuk memenuhi kebutuhan fisiologis manuisa atau dengan freudian yang melihat motivasi sebagai berbagai macam kebutuhan seksual, humanisme melihat perilaku manusia sebagai campuran antara motivasi yang lebih rendah atau lebih tinggi. Hal ini memunculkan salah satu ciri utama pendekatan humanisme, yaitu bahwa yang dilihat adalah perilaku manusia, bukan spesies lain. Akan sangat jelas perbedaan antara motivasi manusia dan motivasi yang dimiliki binatang. Hirarki kebutuhan motivasi maslow menggambarkan motivasi manusia yang berkeinginan untuk bersama manusia lain, berkompetensi, dikenali, aktualisasi diri sekaligus juga menggambarkan motovasi dalam level yang lebih rendah seperti kebutuhan fisiologis dan keamanan.
Menurut aliran humanisme, para pendidik sebaiknya melihat kebutuhan yang lebih tinggi dan merencanakan pendidikan dan kurikukum untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan ini. Beberapa psikolog humanisme melihat bahwa manusia mempunyai keinginan alami untuk berkembang, untuk lebih baik, dan juga belajar. Jadi sekoah harus berhati-hati supaya tidak membunuh insting ini dengan memaksakan anak belajar sesuatu sebelum mereka siap. Jadi bukan hal yang benar apabila anak dipaksa untuk belajar sesuatu sebelum mereka siap secara fisiologis dan juga punya keinginan. Dalam hal ini peran guru adalah sebagai fasilitator yang membantu siswa untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang lebih tinggi, bukan sebagai konselor seperti dalam Freudian ataupun pengelola perilaku seperti pada behaviorisme. 
Secara singkatnya, penedekatan humanisme dalam pendidikan menekankan pada perkembangan positif. Pendekatan yang berfokus pada potensi manusia untuk mencari dan menemukan kemampuan yang mereka punya dan mengembangkan kemampuan tersebut. Hal ini mencakup kemampuan interpersonal sosial dan metode untuk pengembangan diri yang ditujukan untuk memperkaya diri, menikmati keberadaan hidup dan juga masyarakat. Ketrampilan atau kemampuan membangun diri secara positif ini menjadi sangat penting dalam pendidikan karena keterkaitannya dengan keberhasilan akademik. Dalam teori belajar humanisme, belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya.


Tokoh Humanisme
Ada beberapa pendapat para ahli mengenai teori belajar huamanisme yaitu diantaranya :
Arthur Combs (1912-1999)
Arthur Combs bersama dengan Donald Syngg menyatakan bahwa belajar terjadi apabila mempunyai arti bagi individu tersebut. Artinya bahwa dalam kegiatan pembelajaran guru tidak boleh memaksakan materi yang tidak disukai oleh siswa. Sehingga siswa belajar sesuai dengan apa yang diinginkan tanpa adanya paksaan sedikit pun. Sebenarnya hal tersebut terjadi tak lain hanyalah dari ketidakmampuan seseorang untuk melakukan sesautu yang tidak akan memberikan kepuasan bagi dirinya.
Sehingga guru harus lebih memahami perilaku siswa dengan mencoba memahami dunia persepsi siswa tersebut sehingga apabila ingin merubah perilakunya, guru harus berusaha merubah keyakinan atau pandangan siswa yang ada. Perilaku internal membedakan seseorang dari yang lain. Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila materi pelajarannya disusun dan disajikan sebagaimana mestinya. Padahal arti tidaklah menyatu pada materi pelajaran itu. Sehingga yang penting ialah bagaimana membawa diri siswa untuk memperoleh arti bagi pribadinya dari materi pelajaran tersebut dan menghubungkannya dengan kehidupannya.
Maslow
Teori Maslow didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri individu ada dua hal : suatu usaha yang positif untuk berkembang; kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu.
Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis. Pada diri masing-masing orang mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang sudah ia miliki dan sebagainya, tetapi di sisi lain seseorang juga memiliki dorongan untuk lebih maju ke arah keutuhan, keunikan diri, ke arah berfungsinya semua kemampuan, ke arah kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan pada saat itu juga ia dapat menerima diri sendiri.
Maslow membagi kebutuhan-kebutuhan (needs) manusia menjadi tujuh hirarki. Bila seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan pertama, seperti kebutuhan fisiologis, barulah ia dapat menginginkan kebutuhan yang terletak di atasnya, ialah kebutuhan mendapatkan ras aman dan seterusnya. Hierarki kebutuhan manusia menurut Maslow ini mempunyai implikasi yang penting yang harus diperharikan oleh guru pada waktu ia mengajar anak-anak. Ia mengatakan bahwa perhatian dan motivasi belajar ini mungkin berkembang kalau kebutuhan dasar si siswa belum terpenuhi.
Carl Roger
Seorang psikolog humanisme yang menekankan perlunya sikap salaing menghargai dan tanpa prasangka dalam membantu individu mengatasi masalah-masalah kehidupannya. Menurut Rogers yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran.
Ada beberapa Asumsi dasar teori Rogers adalah: Kecenderungan formatif; Segala hal di dunia baik organik maupun non-organik tersusun dari hal-hal yang lebih kecil; Kecenderungan aktualisasi; Kecenderungan setiap makhluk hidup untuk bergerak menuju ke kesempurnaan atau pemenuhan potensial dirinya. Tiap individual mempunyai kekuatan yang kreatif untuk menyelesaikan masalahnya.

2.2 REVOLUSI BELAJAR IQ,EQ DAN SQ
a.Teori Emotional Quotient Golemen
Pada tahun 80-an, seorang ahli psikologi dari Harvard, Daniel Goleman, memperkenalkan sejenis ukuran kecerdasan lain yang di sebut kecerdasan emosional (Emotional Quotient atau di singkat dengan EQ).

EQ mencakup 2 hal :
Pertama, kemampuan mengolah emosi sedemikian, sehingga sebaliknya dari bersifat destruktif ia justru mendukung munculnya sikap-sikap positif seseorang dalam menghadapi situasi seperti apa pun juga.
Kedua, kemampuan untuk memahami emosi orang lain- dengan kata lain, kemampuan berempati- sedemikian, sehingga kita mampu bersikap sesuai dengan yang diharapkan oleh orang tersebut.
Penelitiannya, dan banyak penelitian lain yang ilakukan setelah itu, menunjukkan bahwa orang-orang sukses umumnya bukanlah orang yang semata-mata memilki IQ tinggi, melainkan justru EQ yang tinggi. Kenapa? Karena orang-orang yang ber-EQ tinggi, disamping selalu bisa mengendalikan emosinya sedemikian, sehingga seluruh sikap dan responnya terkendali dan terencana, juga mampu menarik simpati orang lain sehingga mereka pun mendukungnya.
Menurut Goleman, EQ adalah prasyarat dasar untuk menggunakan IQ secara efektif. Dengan kata lain, EQ mengarah pada IQ. Kabar baiknya, tak seperti IQ yang umumnya dianggap tak bisa ditingkatkan alias sudah merupakan bawaan lahir, EQ diyakini bisa dilatih dan ditingkatkan terus menerus.
Para ahli saat ini terus meneliti dan mencari kiat-kiat peningkatan EQ ini. Kiat tersebut menyangkut kemampuan kita untuk: mengonfrontasikan emosi-emosi kita —dan bukan lari dari padanya—mengenalinya, berdialog dengannya, dan akhirnya- bukan hanya berdamai, melainkan mengendalikannya agar tidak destruktif dan justru menjadi positif. Dengan kata lain, EQ terkait dengan perasaaan- bersifat lebih praktis(know how),
b.Teori Spiritual Quotient Zohar Marshall
Belakangan diperkenalkan lagi jenis lain ukuran kcerdasan, yakni Spiritual Quotient (SQ). Pengembangan teori SQ dirintis oleh suami-isteri Danah Zohar dan Ian Marshal. Jika EQ mengajar kita bersikap dalam setiap situasi emosional, SQ memberi makna bagi segenap tindakan-tindakan kita.
SQ terkait dengan adanya kebutuhan manusia untuk merasa tentram karena merasa memahami makna dan hakikat hidup, yakni dengan mengetahui ke arah mana hidupnya menuju dan merasa memiliki “teman” yang bisa diandalkan dalam segenap pancaroba kehidupan. “Teman” yang dimaksud di sini barangkali adalah, seperti yang, sejak lebih seabad lalu,disebut oleh William James, “Sang Sahabat Agung” (The Great Socius), yakni Tuhan.
Zohar dan Marshall mengklaim bahwa SQ merupakan landasan yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif. Dengan kata lain, SQ-lah yang mengarahkan IQ dan EQ. Dalam khazanah keagamaan, SQ terkait erat dengan pendidikan jiwa atau pembersihan hati melalui berbagai latihan/disiplin spiritual yang, pada gilirannya, akan melahirkan akhlak yang mulia. Dengan kata lain, SQ terkait dengan sikap-sikap reflektif(know why)

Prinsip-Prinsip Belajar Humanisme:
-          Manusia mempunyai belajar alami
-          Belajar signifikan terjadi apabila materi plajaran dirasakan murid mempuyai relevansi dengan maksud tertentu
-          Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya
-          Tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasarkan bila ancaman itu kecil
-          Bila bancaman itu rendah terdapat pangalaman siswa dalam memperoleh cara
-          Belajar yang bermakna  diperoleh jika siswa melakukannya
-          Belajar lancar jika siswa dilibatkan dalam proses belajar
-          Belajar yang melibatkan siswa seutuhnya dapat memberi hasil yang mendalam
-          Kepercayaan pada diri pada siswa ditumbuhkan dengan membiasakan untuk mawas diri
-          Belajar sosial adalah belajar mengenai proses belajar

Implikasi Teori Dalam Pembelajaran di SD
Implikasi teori humanisme lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran humanisme adalah menjadi fasilitator bagi para siswa sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan siswa. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran. 
Siswa berperan sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan siswa memahami potensi diri , mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif.
Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajarnya daripada hasil belajar. Adapun proses yang umumnya dilalui adalah :
-          Maju sesuai dengan kecepatannya
-          Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi siswa
-          Memaknai proses pembelajaran secara Merumuskan tujuan belajar yang jelas
-          Mengusahakan partisipasi aktif siswa melalui kontrak belajar yang bersifat jelas , jujur dan positif.
-          Mendorong siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk belajar atas inisiatif sendiri
-          Mendorong siswa untuk peka berpikir kritis,
-          Siswa di dorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya sendiri, melakukkan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dariperilaku yang ditunjukkan.
-          Guru menerima siswa apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran siswa, tidak menilai secara normatif tetapi mendorong siswa untuk bertanggungjawab atas segala resiko perbuatan atau proses belajarnya.
-          Memberikan kesempatan murid untuk mandiri 
Pembelajaran berdasarkan teori humanisme ini cocok untuk diterapkan pada materi-materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjaadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri.
Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggung jawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan , norma , disiplin atau etika yang berlaku.

Peran Guru atau Pendidik Menurut Teori Humanisme
 Guru Sebagai Fasilitator
            Psikologi humanisme memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator.  Berikut ini adalah berbagai cara untuk memberi kemudahan belajar dan berbagai kualitas fasilitator. Ini merupakan ikhtisar yang sangat singkat dari beberapa (petunjuk):
1.                 Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi kelompok, atau pengalaman kelas
2.                 Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan di dalam kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum.
3.                 Dia mempercayai adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan pendorong, yang tersembunyi di dalam belajar yang bermakna tadi.
4.                 Dia mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling luas dan mudah dimanfaatkan para siswa untuk membantu mencapai tujuan mereka.
5.                 Dia menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat dimanfaatkan oleh kelompok.
6.                 Di dalam menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas, dan menerima baik isi yang bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan dan mencoba untuk menanggapi dengan cara yang sesuai, baik bagi individual ataupun bagi kelompok
7.                 Bilamana cuaca penerima kelas telah mantap, fasilitator berangsur-sngsur dapat berperanan sebagai seorang siswa yang turut berpartisipasi, seorang anggota kelompok, dan turut menyatakan pendangannya sebagai seorang individu, seperti siswa yang lain.
8.                 Dia mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasaannya dan juga pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi sebagai suatu andil secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh siswa
9.                 Dia harus tetap waspada terhadap ungkapan-ungkapan yang menandakan adanya perasaan yang dalam dan kuat selama belajar
10.             Di dalam berperan sebagai seorang fasilitator, pimpinan harus mencoba untuk menganali dan menerima keterbatasan- sendiri.keterbatasannya.

Ciri-ciri guru yang fasilitatif adalah :
1.      Merespon perasaan siswa
2.      Menggunakan ide-ide siswa untuk melaksanakan interaksi yang sudah dirancang
3.      Berdialog dan berdiskusi dengan siswa
4.      Menghargai siswa
5.      Kesesuaian antara perilaku dan perbuatan
6.      Menyesuaikan isi kerangka berpikir siswa (penjelasan untuk mementapkan kebutuhan segera dari siswa)
7.      Tersenyum pada siswa

Dari penelitian itu diketahui guru yang fasilitatif mengurangi angka bolos siswa, meningkatkan angka konsep diri siswa, meningkatkan upaya untuk meraih prestasi akademik termasuk pelajaran bahasa dan matematika yang kurang disukai, mengurangi tingkat problem yang berkaitan dengan disiplin dan mengurangi perusakan pada peralatan sekolah, serta siswa menjadi lebih spontan dan menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi.


BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Teori belajar humanisme memandang kegiatan belajar merupakan kegiatan yang melibatkan potensi psikis yang bersifat kognitif, afektif, dan konatif . Dengan kata lain, pendekatan humanisme menekankan pentingnya emosi atau perasaan, komunikasi terbuka, dan nilai-nilai yang dimiliki oleh setiap siswa. Untuk itu, metode pembelajaran humanistik mengarah pada upaya untuk mengasah nilai-nilai kemanusiaan siswa.

3.2 Saran
Dari makalah yang kami buat penyusun menyarankan:
Para pendidik/guru diharapkan dalam pembelajaran lebih menekankan nilai-nilai kerjasama, saling membantu, dan menguntungkan, kejujuran dan kreativitas untuk diaplikasikan dalam proses pembelajaran sehingga menghasilkan suatu proses pembelajaran yang diharapkan sesuai dengan tujuan dan hasil belajar yang dicapai siswa.
Parlu di lakukan pembelajaran di sd agar di temukan teori-teori belajar dan pembelajaran yang lebih baik lagi penelitian baru dalam teori belajar humanistik dan implikasinya dalam.


Daftar Pustaka
Alwilsol (2004), Psikologi Kepribadian, UMM Press Freist, J & Freist, Gregory (1998), Theories of Personality, Amerika : Mc Graw Hill.
Hall, Calvin S., & Lindzey, Gardner (2000), Teori-Teori Holistik (Organismik-Fenomenologis), Dr. A. Supratiknya (ed.), Jogjakarta :Kanisius .
Robert, Thomas B., Four Psychologies Applied to Education, 1975, New York, Hals Ted Press Dvision Smith, Mark K. , (1997), Carl Rogers, Core Conditions and Education, www. Infred.org/thinkers/et-rogers.htm#intro