BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam teori humanisme lebih melihat pada sisi
perkembangan kepribadian manusia. Emosi merupakan karateristik yang sangat
kuat yang nampak dari para pendidik beraliran humanisme. Dalam teori
pembelajaran humanisme,
belajar merupakan proses yang dimulai dan ditujukan untuk kepentingan
memanusiakan manusia. Dimana memanusiakan manusia di sini berarti mempunyai
tujuan untuk mencapai aktualisasi diri, pemahaman diri, serta realisasi diri
orang yang belajar secara optimal.
Pendekatan ini melihat kejadian yaitu bagaimana dirinya untuk melakukan hal-hal yang positif. Kemampuan positif ini yang disebut sebagai potensi manusia dan para pendidik yang beraliran humanisme biasanya menfokuskan pengajarannya pada pembangunan kemampuan yang positif. Kemampuan positif tersebut erat kaitannya dengan pengembangan emosi positif yang terdapat dalam domain afektif.
Pendekatan ini melihat kejadian yaitu bagaimana dirinya untuk melakukan hal-hal yang positif. Kemampuan positif ini yang disebut sebagai potensi manusia dan para pendidik yang beraliran humanisme biasanya menfokuskan pengajarannya pada pembangunan kemampuan yang positif. Kemampuan positif tersebut erat kaitannya dengan pengembangan emosi positif yang terdapat dalam domain afektif.
Pendekatan humanisme dalam
pendidikan menekankan pada perkembangan positif. Pendekatan yang berfokus pada
potensi manusia untuk mencari dan menemukan kemampuan yang mereka punya dan
mengembangkan kemampuan tersebut. Hal ini mencakup kemampuan interpersonal
sosial dan metode untuk pengembangan diri yang ditujukan untuk memperkaya diri,
menikmati keberadaan hidup dan juga masyarakat. Ketrampilan atau kemampuan
membangun diri secara positif ini menjadi sangat penting dalam pendidikan
karena keterkaitannya dengan keberhasilan akademik.
Dalam teori belajar humanisme, belajar dianggap berhasil jika siswa memahami
lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha
agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya.
Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang
pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya.
Tujuan utama para pendidik adalah
membantu si siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing
individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu
dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.
Ada
salah satu ide penting dalam teori belajar humanisme yaitu siswa harus mampu
untuk mengarahkan dirinya sendiri dalam kegiatan belajar mengajar, sehingga
siswa mengetahui apa yang dipelajarinya serta tahu seberapa besar siswa
tersebut dapat memahaminya. Dan
juga siswa dapat mengetahui mana, kapan, dan bagaimana mereka akan belajar.
Dengan demikian maka siswa diharapkan mendapat manfaat dan kegunaan dari hasil
belajar bagi dirinya sendiri. Aliran humanisme memandang belajar sebagai sebuah
proses yang terjadi dalam individu yang meliputi bagian/domain yang ada yaitu
dapat meliputi domain kognitif, afektif, dan psikomotorik.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang tersebut diatas, maka peneliti merumuskan pertanyaan sebagai
berikut:
1.
Apa pengertian teori belajar
dan pembelajaran humanisme
2.
Apa yang dimaksud revolusi
balajar IQ,EQ dan SQ
a.
Teori Emotional Quotient Golemen
b.
Teori Spiritual Quotient Zohar Marshall
2.
Bagaimana prinsip-prinsip
belajar humanisme
3.
Bagaimana implikasi teori
dalam pembelajaran di SD
4.
Bagaimana peran guru atau
pendidik menerut teori humanisme
1.3 Tujuan
Tujuan
dari penulisan makalah ini adalah untuk:
1.
Mengetahui pengertian
teori belajar dan pembelajaran humanisme
2.
Mengetahui apa yang
dimaksud revolusi belajar IQ,EQ dan SQ
3.
Mengetahui prinsip-prinsip
belajar humanisme
4.
Mengetahui implikasi teori
dalam pembelajaran di SD
5.
Mengetahui peran guru atau
pendidik menurut teori humanisme
1.4 Manfaat
Di
tinjau dari aplikasi teori humanisme terhadap pembelajaran peserta didik
sebagai berikut:
-
Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi peserta didik
-
Memaknai proses pembelajaran secara Merumuskan tujuan belajar yang jelas
-
Mengusahakan partisipasi aktif peserta didik melalui kontrak belajar yang bersifat jelas , jujur dan positif.
-
Mendorong peserta didik untuk
mengembangkan kesanggupan peserta didik untuk belajar atas inisiatif sendiri
-
Mendorong peserta didik untuk peka
berpikir kritis,
-
Peserta didik di dorong untuk bebas mengemukakan pendapat,
memilih pilihannya sendiri, melakukkan apa yang diinginkan dan menanggung
resiko dariperilaku yang ditunjukkan.
-
Guru menerima peserta didik apa adanya,
berusaha memahami jalan pikiran peserta didik, tidak menilai secara normatif tetapi mendorong peserta didik untuk bertanggungjawab atas segala resiko
perbuatan atau proses belajarnya.
-
Memberikan kesempatan peserta didik untuk mandiri.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian teori belajar dan pembelajaran
humanisme
Pengertian
humanisme yang beragam membuat
batasan-batasan aplikasinya dalam dunia pendidikan mengundang berbagai macam
arti pula. Sehingga perlu adanya satu pengertian yang disepakati mengenai kata humanisme dala pendidikan. Dalam artikel “What is Humanisme Education?”, Krischenbaum menyatakan bahwa
sekolah, kelas, atau guru dapat dikatakan bersifat humanisme dalam beberapa kriteria. Hal ini menunjukkan
bahwa ada beberapa tipe pendekatan humanisme dalam pendidikan. Ide mengenai
pendekatan-pendekatan ini terangkum dalam psikologi humanisme.Dalam artikel “some educational implications
of the Humanisme Psychologist” Abraham
Maslow mencoba untuk mengkritisi teori Freud dan behaviorisme. Menurut Abraham, yang terpenting dalam
melihat manusia adalah potensi yang dimilikinya. Humanisme lebih melihat pada sisi perkembangan
kepribadian manusia daripada berfokus pada “ketidaknormalan” atau “sakit”
seperti yang dilihat oleh teori psikoanalisa Freud. Pendekatan ini melihat
kejadian setelah “sakit” tersebut sembuh, yaitu bagaimana manusia membangun
dirinya untuk melakukan hal-hal yang positif. Kemampuan bertindak positif ini
yang disebut sebagai potensi manusia dan para pendidik yang beraliran humanisme biasanya memfokuskan penganjarannya pada
pembangunan kemampuan positif ini.
Kemampuan positif disini erat
kaitannya dengan pengembangan emosi positif yang terdapat dalam domain afektif,
misalnya ketrampilan membangun dan menjaga relasi yang hangat dengan orang
lain, bagaimana mengajarkan kepercayaan, penerimaan, keasadaran, memahami
perasaan orang lain, kejujuran interpersonal, dan pengetahuan interpersonal
lainnya. Intinya adalah meningkatkan kualitas ketrampilan interpersonal dalam
kehidupan sehari-hari.
Selain menitik beratkan pada
hubungan interpersonal, para pendidikan yang beraliran humanisme juga mencoba untuk membuat pembelajaran yang
membantu anak didik untuk meningkatkan kemampuan dalam membuat, berimajinasi,
mempunyai pengalaman, berintuisi, merasakan, dan berfantasi. Pendidik humanisme mencoba untuk melihat dalam spektrum yang luas
mengenai perilaku manusia. “Berapa banyak hal yang bisa dilakukan manusia? Dan
bagaimana aku bisa membantu mereka untuk melakukan hal-hal tersebut dengan
lebih baik?
Melihat hal-hal yang diusahakankan
oleh para pendidik humanisme,
tampak bahwa pendekatan ini mengedepankan pentingnya emosi dalam dunia
pendidikan. Freudian melihat emosi sebagai hal yang mengganggu perkembangan,
sementara humanisme melihat keuntungan
pendidikan emosi. Jadi bisa dikatakan bahwa emosi adalah karakterisitik yang
sangat kuat yang nampak dari para pendidik beraliran humanisme. Karena berpikir dan merasakan saling
beriringan, mengabaikan pendidikan emosi sama dengan mengabaikan salah satu potensi terbesar manusia. Kita
dapat belajar menggunakan emosi kita dan mendapat keuntungan dari pendekatan
humanisme ini sama seperti yang kita
dapatkan dari pendidikan yang menitikberatkan kognisi.
Berbeda
dengan behaviorisme yang melihat motivasi manusia sebagai suatu usaha untuk
memenuhi kebutuhan fisiologis manuisa atau dengan freudian yang melihat
motivasi sebagai berbagai macam kebutuhan seksual, humanisme melihat perilaku
manusia sebagai campuran antara motivasi yang lebih rendah atau lebih tinggi. Hal ini memunculkan salah satu ciri utama
pendekatan humanisme, yaitu bahwa yang dilihat
adalah perilaku manusia, bukan spesies lain. Akan sangat jelas perbedaan antara
motivasi manusia dan motivasi yang dimiliki binatang. Hirarki kebutuhan
motivasi maslow menggambarkan motivasi manusia yang berkeinginan untuk bersama
manusia lain, berkompetensi, dikenali, aktualisasi diri sekaligus juga
menggambarkan motovasi dalam level yang lebih rendah seperti kebutuhan
fisiologis dan keamanan.
Menurut aliran humanisme, para pendidik sebaiknya melihat kebutuhan
yang lebih tinggi dan merencanakan pendidikan dan kurikukum untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan ini. Beberapa psikolog humanisme melihat bahwa manusia mempunyai keinginan
alami untuk berkembang, untuk lebih baik, dan juga belajar. Jadi sekoah harus
berhati-hati supaya tidak membunuh insting ini dengan memaksakan anak belajar
sesuatu sebelum mereka siap. Jadi bukan hal yang benar apabila anak dipaksa
untuk belajar sesuatu sebelum mereka siap secara fisiologis dan juga punya
keinginan. Dalam hal ini peran guru adalah sebagai fasilitator yang membantu
siswa untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang lebih tinggi, bukan sebagai
konselor seperti dalam Freudian ataupun pengelola perilaku seperti pada
behaviorisme.
Secara singkatnya, penedekatan
humanisme dalam pendidikan menekankan
pada perkembangan positif. Pendekatan yang berfokus pada potensi manusia untuk
mencari dan menemukan kemampuan yang mereka punya dan mengembangkan kemampuan
tersebut. Hal ini mencakup kemampuan interpersonal sosial dan metode untuk
pengembangan diri yang ditujukan untuk memperkaya diri, menikmati keberadaan
hidup dan juga masyarakat. Ketrampilan atau kemampuan membangun diri secara
positif ini menjadi sangat penting dalam pendidikan karena keterkaitannya
dengan keberhasilan akademik. Dalam
teori belajar humanisme,
belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya
sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu
mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha
memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut
pandang pengamatnya.
Tokoh Humanisme
Ada beberapa pendapat para ahli
mengenai teori belajar huamanisme yaitu diantaranya :
Arthur Combs (1912-1999)
Arthur Combs bersama dengan Donald
Syngg menyatakan bahwa belajar terjadi apabila mempunyai arti bagi individu
tersebut. Artinya bahwa dalam kegiatan pembelajaran guru tidak boleh memaksakan
materi yang tidak disukai oleh siswa. Sehingga siswa belajar sesuai dengan apa
yang diinginkan tanpa adanya paksaan sedikit pun. Sebenarnya hal tersebut
terjadi tak lain hanyalah dari ketidakmampuan seseorang untuk melakukan sesautu
yang tidak akan memberikan kepuasan bagi dirinya.
Sehingga
guru harus lebih memahami perilaku siswa dengan mencoba memahami dunia persepsi
siswa tersebut sehingga apabila ingin merubah perilakunya, guru harus berusaha
merubah keyakinan atau pandangan siswa yang ada. Perilaku internal membedakan seseorang dari yang lain. Combs berpendapat
bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa siswa mau belajar
apabila materi pelajarannya disusun dan disajikan sebagaimana mestinya. Padahal
arti tidaklah menyatu pada materi pelajaran itu. Sehingga yang penting ialah
bagaimana membawa diri siswa untuk memperoleh arti bagi pribadinya dari materi
pelajaran tersebut dan menghubungkannya dengan kehidupannya.
Maslow
Teori Maslow didasarkan pada asumsi
bahwa di dalam diri individu ada dua hal : suatu usaha yang positif untuk
berkembang; kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu.
Maslow mengemukakan bahwa individu
berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis. Pada
diri masing-masing orang mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut
untuk berusaha atau berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut
membahayakan apa yang sudah ia miliki dan sebagainya, tetapi di sisi lain
seseorang juga memiliki dorongan untuk lebih maju ke arah keutuhan, keunikan
diri, ke arah berfungsinya semua kemampuan, ke arah kepercayaan diri menghadapi
dunia luar dan pada saat itu juga ia dapat menerima diri sendiri.
Maslow membagi kebutuhan-kebutuhan
(needs) manusia menjadi tujuh hirarki. Bila seseorang telah dapat memenuhi
kebutuhan pertama, seperti kebutuhan fisiologis, barulah ia dapat menginginkan
kebutuhan yang terletak di atasnya, ialah kebutuhan mendapatkan ras aman dan
seterusnya. Hierarki kebutuhan manusia menurut Maslow ini mempunyai implikasi
yang penting yang harus diperharikan oleh guru pada waktu ia mengajar anak-anak.
Ia mengatakan bahwa perhatian dan motivasi belajar ini mungkin berkembang kalau
kebutuhan dasar si siswa belum terpenuhi.
Carl Roger
Seorang psikolog humanisme yang menekankan perlunya sikap salaing
menghargai dan tanpa prasangka dalam membantu individu mengatasi
masalah-masalah kehidupannya. Menurut Rogers
yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah pentingnya guru memperhatikan
prinsip pendidikan dan pembelajaran.
Ada
beberapa Asumsi dasar teori Rogers adalah: Kecenderungan formatif; Segala hal di
dunia baik organik maupun non-organik tersusun dari hal-hal yang lebih kecil; Kecenderungan
aktualisasi; Kecenderungan setiap makhluk hidup untuk bergerak menuju ke
kesempurnaan atau pemenuhan potensial dirinya. Tiap individual
mempunyai kekuatan yang kreatif untuk menyelesaikan masalahnya.
2.2 REVOLUSI
BELAJAR IQ,EQ DAN SQ
a.Teori Emotional
Quotient Golemen
Pada tahun 80-an, seorang ahli
psikologi dari Harvard, Daniel Goleman, memperkenalkan sejenis ukuran
kecerdasan lain yang di sebut kecerdasan emosional (Emotional Quotient atau di
singkat dengan EQ).
EQ mencakup 2 hal :
Pertama,
kemampuan mengolah emosi sedemikian, sehingga sebaliknya dari bersifat
destruktif ia justru mendukung munculnya sikap-sikap positif seseorang dalam
menghadapi situasi seperti apa pun juga.
Kedua, kemampuan untuk memahami
emosi orang lain- dengan kata lain, kemampuan berempati- sedemikian, sehingga
kita mampu bersikap sesuai dengan yang diharapkan oleh orang tersebut.
Penelitiannya, dan banyak
penelitian lain yang ilakukan setelah itu, menunjukkan bahwa orang-orang sukses
umumnya bukanlah orang yang semata-mata memilki IQ tinggi, melainkan justru EQ
yang tinggi. Kenapa? Karena orang-orang yang ber-EQ tinggi, disamping selalu
bisa mengendalikan emosinya sedemikian, sehingga seluruh sikap dan responnya
terkendali dan terencana, juga mampu menarik simpati orang lain sehingga mereka
pun mendukungnya.
Menurut Goleman, EQ adalah
prasyarat dasar untuk menggunakan IQ secara efektif. Dengan kata lain, EQ
mengarah pada IQ. Kabar baiknya, tak seperti IQ yang umumnya dianggap tak bisa
ditingkatkan alias sudah merupakan bawaan lahir, EQ diyakini bisa dilatih dan
ditingkatkan terus menerus.
Para ahli saat ini terus meneliti
dan mencari kiat-kiat peningkatan EQ ini. Kiat tersebut menyangkut kemampuan
kita untuk: mengonfrontasikan emosi-emosi kita —dan bukan lari dari
padanya—mengenalinya, berdialog dengannya, dan akhirnya- bukan hanya berdamai,
melainkan mengendalikannya agar tidak destruktif dan justru menjadi positif.
Dengan kata lain, EQ terkait dengan perasaaan- bersifat lebih praktis(know
how),
b.Teori Spiritual
Quotient Zohar Marshall
Belakangan diperkenalkan lagi jenis
lain ukuran kcerdasan, yakni Spiritual Quotient (SQ). Pengembangan teori SQ
dirintis oleh suami-isteri Danah Zohar dan Ian Marshal. Jika EQ mengajar kita
bersikap dalam setiap situasi emosional, SQ memberi makna bagi segenap
tindakan-tindakan kita.
SQ
terkait dengan adanya kebutuhan manusia untuk merasa tentram karena merasa
memahami makna dan hakikat hidup, yakni dengan mengetahui ke arah mana hidupnya
menuju dan merasa memiliki “teman” yang bisa diandalkan dalam segenap pancaroba
kehidupan. “Teman” yang dimaksud
di sini barangkali adalah, seperti yang, sejak lebih seabad lalu,disebut oleh
William James, “Sang Sahabat Agung” (The Great Socius), yakni Tuhan.
Zohar dan Marshall mengklaim bahwa
SQ merupakan landasan yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara
efektif. Dengan kata lain, SQ-lah yang mengarahkan IQ dan EQ. Dalam khazanah
keagamaan, SQ terkait erat dengan pendidikan jiwa atau pembersihan hati melalui
berbagai latihan/disiplin spiritual yang, pada gilirannya, akan melahirkan
akhlak yang mulia. Dengan kata lain, SQ
terkait dengan sikap-sikap reflektif(know why)
Prinsip-Prinsip Belajar Humanisme:
-
Manusia mempunyai
belajar alami
-
Belajar signifikan
terjadi apabila materi plajaran dirasakan murid mempuyai relevansi dengan maksud tertentu
-
Belajar yang menyangkut
perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya
-
Tugas belajar yang
mengancam diri ialah lebih mudah dirasarkan bila ancaman itu kecil
-
Bila bancaman itu
rendah terdapat pangalaman siswa dalam memperoleh cara
-
Belajar yang
bermakna diperoleh jika siswa melakukannya
-
Belajar lancar jika
siswa dilibatkan dalam proses belajar
-
Belajar yang
melibatkan siswa seutuhnya dapat memberi hasil yang mendalam
-
Kepercayaan pada diri
pada siswa ditumbuhkan dengan membiasakan untuk mawas diri
-
Belajar sosial adalah
belajar mengenai proses belajar
Implikasi Teori Dalam Pembelajaran di SD
Implikasi teori humanisme lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama
proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru
dalam pembelajaran humanisme adalah
menjadi fasilitator bagi para siswa sedangkan guru memberikan motivasi,
kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan siswa. Guru memfasilitasi
pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan
pembelajaran.
Siswa berperan sebagai pelaku utama
(student center) yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan
siswa memahami potensi diri , mengembangkan potensi dirinya secara positif dan
meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif.
Tujuan pembelajaran lebih kepada
proses belajarnya daripada hasil belajar. Adapun proses yang umumnya dilalui
adalah :
-
Maju sesuai dengan kecepatannya
-
Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi siswa
-
Memaknai proses pembelajaran secara Merumuskan
tujuan belajar yang jelas
-
Mengusahakan partisipasi aktif siswa melalui kontrak belajar yang bersifat
jelas , jujur dan positif.
-
Mendorong siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk belajar atas
inisiatif sendiri
-
Mendorong siswa untuk peka berpikir kritis,
-
Siswa di dorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya
sendiri, melakukkan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dariperilaku yang
ditunjukkan.
-
Guru menerima siswa apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran siswa,
tidak menilai secara normatif tetapi mendorong siswa untuk bertanggungjawab
atas segala resiko perbuatan atau proses belajarnya.
-
Memberikan kesempatan murid untuk mandiri
Pembelajaran berdasarkan teori
humanisme ini cocok untuk diterapkan pada materi-materi pembelajaran yang
bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis
terhadap fenomena sosial. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa
merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjaadi perubahan pola
pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri.
Siswa diharapkan menjadi manusia
yang bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur
pribadinya sendiri secara bertanggung jawab
tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan , norma , disiplin
atau etika yang berlaku.
Peran Guru atau Pendidik Menurut Teori Humanisme
Guru Sebagai Fasilitator
Psikologi humanisme memberi perhatian atas guru
sebagai fasilitator. Berikut ini adalah berbagai cara untuk memberi
kemudahan belajar dan berbagai kualitas fasilitator. Ini merupakan ikhtisar
yang sangat singkat dari beberapa (petunjuk):
1.
Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal,
situasi kelompok, atau pengalaman kelas
2.
Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan
perorangan di dalam kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum.
3.
Dia mempercayai adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk
melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan
pendorong, yang tersembunyi di dalam belajar yang bermakna tadi.
4.
Dia mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang
paling luas dan mudah dimanfaatkan para siswa untuk membantu mencapai tujuan
mereka.
5.
Dia menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk
dapat dimanfaatkan oleh kelompok.
6.
Di dalam menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas, dan menerima
baik isi yang bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan dan mencoba untuk
menanggapi dengan cara yang sesuai, baik bagi individual ataupun bagi kelompok
7.
Bilamana cuaca penerima kelas telah mantap, fasilitator berangsur-sngsur
dapat berperanan sebagai seorang siswa yang turut berpartisipasi, seorang
anggota kelompok, dan turut menyatakan pendangannya sebagai seorang individu,
seperti siswa yang lain.
8.
Dia mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasaannya dan
juga pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi sebagai
suatu andil secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh siswa
9.
Dia harus tetap waspada terhadap ungkapan-ungkapan yang menandakan adanya
perasaan yang dalam dan kuat selama belajar
10.
Di dalam berperan sebagai seorang fasilitator, pimpinan harus mencoba untuk
menganali dan menerima keterbatasan- sendiri.keterbatasannya.
Ciri-ciri guru yang fasilitatif adalah :
1.
Merespon perasaan siswa
2.
Menggunakan ide-ide siswa untuk melaksanakan interaksi yang sudah dirancang
3.
Berdialog dan berdiskusi dengan siswa
4.
Menghargai siswa
5.
Kesesuaian antara perilaku dan perbuatan
6.
Menyesuaikan isi kerangka berpikir siswa (penjelasan untuk mementapkan kebutuhan
segera dari siswa)
7. Tersenyum pada siswa
Dari penelitian itu diketahui guru
yang fasilitatif mengurangi angka bolos siswa, meningkatkan angka konsep diri
siswa, meningkatkan upaya untuk meraih prestasi akademik termasuk pelajaran bahasa
dan matematika yang kurang disukai, mengurangi tingkat problem yang berkaitan
dengan disiplin dan mengurangi perusakan pada peralatan sekolah, serta siswa
menjadi lebih spontan dan menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Teori belajar humanisme memandang kegiatan belajar merupakan kegiatan
yang melibatkan potensi psikis yang bersifat kognitif, afektif, dan konatif . Dengan kata lain, pendekatan humanisme menekankan pentingnya emosi atau
perasaan, komunikasi terbuka, dan nilai-nilai yang dimiliki oleh setiap siswa.
Untuk itu, metode pembelajaran humanistik mengarah pada upaya untuk mengasah
nilai-nilai kemanusiaan siswa.
3.2 Saran
Dari makalah yang
kami buat penyusun menyarankan:
Para pendidik/guru
diharapkan dalam pembelajaran lebih menekankan nilai-nilai kerjasama, saling
membantu, dan menguntungkan, kejujuran dan kreativitas untuk diaplikasikan
dalam proses pembelajaran sehingga menghasilkan suatu proses pembelajaran yang
diharapkan sesuai dengan tujuan dan hasil belajar yang dicapai siswa.
Parlu di lakukan pembelajaran
di sd agar di temukan teori-teori belajar dan pembelajaran yang lebih baik lagi
penelitian baru dalam teori belajar humanistik dan implikasinya dalam.
Daftar Pustaka
Alwilsol
(2004), Psikologi Kepribadian, UMM Press Freist, J & Freist,
Gregory (1998), Theories of Personality, Amerika : Mc Graw Hill.
Hall, Calvin S., & Lindzey, Gardner (2000),
Teori-Teori Holistik (Organismik-Fenomenologis), Dr. A. Supratiknya
(ed.), Jogjakarta :Kanisius .
Robert, Thomas B., Four
Psychologies Applied to Education, 1975, New York, Hals Ted Press Dvision
Smith, Mark K. , (1997), Carl Rogers, Core
Conditions and Education, www.
Infred.org/thinkers/et-rogers.htm#intro