Pengertian Peribahasa
Peribahasa adalah ayat atau kelompok kata yang mempunyai susunan yang tetap dan mengandung pengertian tertentu, terkadang disebut juga pepatah. Sebuah pepatah yang menjelaskan aturan dasar perilaku mungkin juga dikenal sebagai sebuah pepatah. Jika peribahasa dibedakan dengan ungkapan yang sangat baik, mungkin akan dikenal sebagai sebuah aforisme. Beberapa peribahasa merupakan perumpamaan yaitu perbandingan makna yang sangat jelas karena didahului oleh perkataan "seolah-olah", "ibarat", "bak", "seperti", "laksana", "macam", "bagai", dan "umpama". Kata mutiara atau kata bijak bisa berbentuk peribahasa. Peribahasa dalam bahasa Inggris disebut dengan istilah Proverb, yang mana kata inipun berasal dari bahasa Latin Proverbium yaitu kata-kata konkrit dan sederhana yang dikenal secara berulang-ulang untuk mengungkapkan suatu kebenaran berdasarkan logika umum sebagai pengalaman praktis dalam hubungan kemanusiaan. Kata-kata ini sering kali pula disebut sebagai metaforis yaitu pengungkapan berupa perbandingan analogis untuk mengungkapan gambaran tentang perilaku seseorang atau sesuatu yang dianggap kurang cocok dalam lingkungan masyarakat. Peribahasa menggambarkan hukum dasar dari tingkah laku dan umumnya berlaku sesuai dengan budaya yang ada di masyarakat. Peribahasa merupakan motto sebagai aturan dan prinisip dalam hidup dimasyarakat yang tidak tertulis namun itu tetap berlaku sebagai cambuk atau pengingat bagi manusia yang melakukan perbuatan yang dianggap melanggar adat ataupun budaya di lingkungannya. Ilmu yang mempelajari peribahasa disebut: paremiologi (dari bahasa Latin – paroimia – [peribahasa] – logos – ilmu) dan ini bisa ditelurusi ke masa-masa dulu jaman Aristoteles. Sebaliknya Paremiografi adalah kumpulan kata kata mutiara. Seorang ahli peribahasa yang terkenal dari Amerika yaitu Wolfgang Mieder telah menulis dan mengedit lebih dari 50 buku peribahasa dan menulis artikel mengenai peribahasa yang mana peribahasa tersebut sering disitir (dipakai) oleh para ahli lainnya. Peribahasa adalah kalimat pendek yang dikenal dimasyarakat yang mengandung ajaran bijak, kebenaran, moral dan tradisi dalam bentuk metaforis, mudah diingat dan pasti dan diajarkan turun temurun dari generasi ke generasi.
Berikut contoh peribahasa dalam bentuk perbandingan: Dalam bahasa Madura:
Akantha bulan kaseyangan (seperti bulan kesiangan) = wanita cantik
Penulisan peribahasa biasanya menggunakan bentuk-bentuk gaya bahasa seperti:
- Aliterasi :
Asel ta’adina asal – (Madura)
- Paralelisme:
Ta’ atane, ta’ atana’ - (Madura)
- Rhyme (Irama):
Manis ja’ duli kalodhu’, pae’ ja’ duli palowa – (Madura)
- Assonansi (pengulangan vokal)
Badha pakon badha pakan - (Madura)
Peribahasa dalam Bahasa Madura istilahnya bermacam-macam, seperti `parebasa`,`saloka`, `paparegan`, `paleggiran`, `pasemmon` atau `baburugan`. Sebagai istilah, parèbhâsan Madura tidak sama medan maknanya dengan ‘peribahasa’ Indonesia sekalipun bentuk morfemnya serupa. Dalam kaitan ini ca’-oca’an merupakan istilah supraordinat yang dapat dipadankan dengan istilah ‘peribahasa’ untuk mencakup semua bentuk yang ada. Bhâbhâsan adalah peribahasa yang mengandung kiasan untuk mengacu pada keadaan, sifat, atau perilaku, dengan kalimat yang sering tidak lengkap tetapi tetap pemakaiannya. Saloka merupakan peribahasa yang dengan kiasan mengumpamakan manusia sebagai intinya, umumnya merupakan kalimat lengkap. Parocabhân atau parompamaan adalah peribahasa yang langsung membandingkan persamaan keadaan, sifat, atau perilaku dengan sesuatu sehingga sering menggunakan kata pembanding akanta, mara, martabhât, marabhut yang berarti ‘seperti’. Parsemmon merupakan peribahasa yang berisi kiasan untuk menyindir sehingga mirip dengan bidal. Bângsalan merupakan frase pendek mengandung permainan kata-kata untuk menyembunyikan arti atau maksud yang sebenarnya ingin dikatakan. Sedangkan Paparèghân berupa puisi Madura yang berintikan peribahasa yang bentuknya agak mirip dengan gurindam.
Bahasa Figuratif (Figurative Language)
Bahasa figuratif sebenarnya adalah gaya bahasa kiasan. Altenbernd yang dikutip oleh Pradopo (1994:93) membedakan bahasa kiasan dan sarana retoris (rethorical device). Sejalan dengan pendapat Altenbernd, Abrams (1981:63) mengelompokkan gaya bahasa kiasan dan sarana retoris ke dalam bahasa figuratif. Menurutnya, bahasa figuratif sebenarnya merupakan bahasa penyimpangan dari bahasa sehari-hari atau dari bahasa standar untuk memperoleh efek tertentu. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Abrams (1981:63):
Figurative language is a deviation from what speakers of a language apprehends as the ordinary, or standard, significance or sequence of words, in order to achieve some special meaning or effect.
Bahasa kiasan atau figure of speech atau oleh Kridalaksana disebut sebagai figure of rhetoric atau rhetorical figure yaitu alat untuk memperluas makna kata atau kelompok kata untuk memperoleh efek tertentu dengan membandingkan atau membagi serta mengasosiasikan dua hal. Menurut Abrams (1981:63) bahasa figuratif (figuratif language) adalah penyimpangan penggunaan bahasa oleh penutur dari pemahaman bahasa yang dipakai sehari-hari (ordinary), penyimpangan dari bahasa standar, atau penyimpangan makna kata, suatu penyimpangan rangkaian kata supaya memperoleh beberapa arti khusus. Bahasa kias atau figuratif menurut Abrams (1981:63-65) terdiri atas simile (perbandingan), metafora, dan personifikasi.
Pada umumnya, untuk mendapatkan unsur kepuitisan maka penyair menggunakan bahasa figuratif (Pradopo menyebutnya dengan bahasa kiasan) atau majas (Sudjiman). Akan tetapi faktanya bahasa figuratif tidak hanya terdapat dalam syair, puisi, karya fiksi ataupun dongeng, akan tetapi mulai merambah ke dalam berbagai konteks baik dalam bahasa tulisan maupun lisan. Figurative berasal dari bahasa Latin figura yang berarti form, shape. Figura berasal dari kata fingere dengan arti to fashion. Istilah ini sejajar dengan pengertian metafora (Scott, 1980:107). Bahasa figuratif ialah bahasa yang digunakan untuk mengatakan sesuatu dengan cara yang tidak biasa; dengan cara tidak langsung untuk mengungkapkan makna (Waluyo, 1991:83). Jadi, jika bahasa fiiguratif mengatakan sesuatu secara tidak langsung untuk mengungkapkan makna maka bahasa literal menunjukkan makna secara langsung dengan menggunakan kata-kata dalam pengertian yang 'baku' (lihat Scott, 1980:107). Cuddon (1979:273) memberi contoh bahasa figuratif dan bahasa literal tersebut. 'He hared down street' atau 'He ran like a hare down the street' merupakan bahasa figuratif. Sementara itu, 'He ran very quickly down the street' merupakan bahasa literal.
Bahasa figuratif pada dasarnya digunakan oleh penyair untuk memperoleh dan menciptakan citraan (imagery) (Situmorang, 1980:22). Adanya bahasa figuratif ini menyebabkan puisi menarik perhatian, menimbulkan kesegaran, hidup, dan terutama menimbulkan kejelasan angan atau imaji (Pradopo, 1993:62). Lebih jauh Pradopo mengungkapkan bahwa bahasa figuratif tersebut mengiaskan atau mempersamakan sesuatu hal dengan hal lain supaya gambaran menjadi jelas, lebih menarik, dan lebih hidup. Dengan demikian, ada hubungan yang erat antara citraan dengan bahasa fiiguratif. Citraan pada dasarnya terefleksi melalui bahasa figuratif.
Sementara itu, bahasa figuratif sebenarnya merupakan bagian dari pilihan kata yang mempersoalkan cocok tidaknya pemakaian kata, frasa atau klausa tertentu (Keraf:1981:99). Oleh sebab itu, persoalan bahasa figuratif meliputi semua hirarki kebahasaan: pilihan kata secara individual, frasa, klausa dan kalimat atau mencakup sebuah wacana secara keseluruhan. Dengan demikian, pembahasan diksi, kata-kata konkret, citraan, dan bahasa figuratif, tidak dapat dipisah- pisahkan secara tegas.