• RSS
Riyc's Blog

Tuesday 9 February 2016

Pengembangan Kurikulum

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan kurikulum sebagai suatu disipilin ilmu dewasa ini berkembang sangat pesat, baik secara teoritis maupun praktis. Jika dahulu kurikulum tradisional lebih banyak terfokus pada mata pelajaran dengan sistem penyampaian penuangan, maka sekarang kurikulum lebih banyak diorientasikan pada dimensi-dimensi baru, seperti kecakapan hidup, pengembangan diri, pembangunan ekonomi dan industry, era globalisasi dengan berbagai permasalahannya, politik, bahkan dalam praktiknya telah menyentuh dimensi tekonologi terutama teknologi informasi dan komunikasi. Disiplin ilmu kurikulum harus membuka diri terhadap kekuatan-kekuatan eksternal yang dapat memengaruhi dan menentukan arah dan intensitas proses pengembangan kurikulum.

Suatu bangsa bisa maju apabila sistem pendidikannya sudah baik atau sudah bagus. Apabila kita ingin membuat sitem pendidikan kita jauh lebih baik, maka langkah pertama yang harus kita lakukan adalah memperbaikinya di bagian kurikulumnya. Kurikulum berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan, karena itu kurikulum harus ada. Tetapi dalam pembuatan kurikulum baik pengembangan maupun perubahan kurikulum. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Diantaranya adalah acuan dasar, organisasi, dan komponen-komponen kurikulum.

Pengembangan kurikulum merupakan disiplin ilmu yang wajib ditempuh bagi para calon tenaga pendidik. Agar para calon guru bisa mengetahui cara membuat sebuah pengembangan kurikulum yang baik dan tepat. Dalam perkembangannya, Indonesia sudah beberapa kali mengalami perubahan kurikulum. Dalam pelaksanaannya, banyak sekali pro-kontra yang terjadi dikalangan maasyarakat terutama para pemerhati pendidikan.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana acuan dasar pengembangan kurikulum?
2. Bagaimana organisasi rancangan kurikulum?
3. Bagaimana komponen kurikulum?

C. Tujuan

1. Mengetahui acuan dasar pengembangan kurikulum.
2. Mengetahui organisasi rancangan kurikulum.
3. Mengetahui komponen kurikulum.


BAB II
PEMBAHASAN

A. Acuan Dasar Pengembangan Kurikulum

Dalam pengembangan kurikulum, seorang pengembang kurikulum biasanya menggunakan acuan-acuan dasar yang dipegangnya sebagai prinsip agar kurikulum yang dihasilkan itu memenuhi harapan siswa, pihak sekolah, orang tua, masyarakat pengguna dan tentunya pemerintah.
Beberapa acuan yang digunakan dalam pengembangan kurikulum antara lain berikut ini:

1. Keluasan/Cakupan Kurikulum (Scope)
Acuan keluasan atau cakupan kurikulum sama dengan acuan fleksibilitas, yaitu suatu acuan dalam pengembangan kurikulum yang dimaksudkan adalah adanya ruang gerak yang memberikan sedikit kelonggaran dalam melakukan atau mengambil suatu keputusan tentang suatu kegiatan yang akan dilaksanakan oleh pelaksana kurikulum di lapangan. Pengembang kurikulum atau sekolah harus mampu menyediakan berbagai program pilihan bagi siswa. Siswa diperkenankan memilih sesuai dengan minat, bakat, kemampuan, dan kebutuhannya. Selai memberi kebebasan pada siswa, acuan ini juga perlu diberikan kepada guru, khususnya dalam mengembangkan kegiatan-kegiatan pembelajaran asalkan tidak menyimpang jauh dari apa yang telah digariskan dalam kurikulum.

Guru perlu diberikan kebebasan dalam menjabarkan tujuan-tujuan, memilih materi pelajaran yang sesuai, memilih strategi dan metode yang dikembangkan dalam suatu kegiatan pembelajaran dan membuat kriteria yang objektif dan rasional dalam melakukan dan memberikan penilaian kepada siswa.

2. Urutan Kurikulum (Sequence)
Kurikulum sebagai suatu sistem memiliki tata urutan. Urutan dari kurikulum itu sendiri iala tujuan, materi, metode dan evaluasi. Tujuan merupakan fokus bagi urutan lainnya dalam pengembangan sistem tersebut. Hal ini berarti pengembangan kurikulum harus berorientasi pada tujuan yang menegaskan bahwa tujuan merupakan arah bagi pengemabng urutan-urutan lainnya dalam pengembang kurikulum. Dengan hal itu tujuan kurikulum harus jelas artinya tujuan kurikulum harus dapat dipahami dengan jelas oleh para pelaksana kurikulum untuk dapat dijabarkan.

3. Kesinambungan Kurikulum (Continuty)
Acuan kintinuitas atau kesinambungan dimaksudka bahwa perlu adanya kesinambungan khususnya kesinambungan bahan atau materi kurikulum pada jenis dan jenjang program pendidikan. Bahan atau materi kurikukum perlu dikembangkan secara kesinambungan mulai dari jenjang SD, SMP, SMA/MA/SMK sampai ke Perguruan Tinggi (PT). Materi kurikulum harus memiliki hubungan hierarki fungsional.

Aspek kesinambungan dalam pengembangan materi kurikulum harus diperhatikan minimal dua yakni:
  • Materi kurikulum yang ddiperlukan pada sekolah atau tingkat yang ada di atasnya harus sudah diberikan pada sekolah atau tingkat yang ada di bawahnya,
  • Materi yang sudah diajarkan atau diberikan pada sekolah atau tingkat yang ada di bawahnya tidak perlu lagi diberikan pada sekolah atau tingkat yang ada di atasnya.

Hal ini dapat menghindari kebosanan siswa dan ketidaksiapan siswa siswa untuk memperoleh materi dimana mereka sebelumnya tidak memperoleh materi dasar yang memadai.

Kontinuitas atau kesinambungan juga perlu diperhatikan antara mata pelajaran. Oleh karena itu, perlu diupayakan pula agar tidak terjadi tumpang tindih materi antara mata pelajaran yang satu dengan mata pelajaran yang lain.

4. Keterpaduan Kurikulum (Integration)
Keterpaduan atau integrasi adalah pengembangan kurikulum harus dilakukan dengan menggunakan acuan keterpaduan. Acuan ini menekankan bahwa kurikulum harus dirancang untuk mampu membentuk manusia yang utuh, pribadi yang integrated. Artinya, manusia yang berkemampuan selaras dengan lingkungan disekitarnya, mampu menjawab berbagai persoalan yan dihadapi dalam kehidupannya. Untuk itu kurikulum harus dapat mengembangkan berbagai keterampilan hidup (life skills).

Keterampilan atau kecakapan hidup merupakan kecakapn yang dimiliki seseorang untuk mau dan berani menghadapi problema hidup dan kehidupan secara wajar tanpa merasa tertekan dan kemudian secara proaktif dan kreatif mencari dan menemukan solusi pemecahan sehingga mampu mengatasi berbagai persoalan hidup dan kehidupan. Keterampilan untuk hidup dapat dipilah menjadi lima kategori yaitu:
  • Keterampilan mengenal diri sendiri (self awareness) atau keterampilan personal (personal skill);
  • Keterampilan berpikir rasional (thinking skill);
  • Keterampilan sosial (social skill);
  • Keterampilan akademik (academic skill);
  • Keterampilan vokasional (vocational skill).

Untuk mencapai keterampilan diatas dilakukan dengan pembelajaran terpadu (integrated learning). Pembelajaran terpadu diharapkan siswa mampu mengetahui hubungan keterkaitan antara suatu konsep atau bahan pelajaran lainnya. Pembelajaran ini memberikan kebebasan kepada siswa untuk berpikir menemukan sendiri tentang inti suatu konsep sehingga belajar dapat dijadikan sebagai suatu kegiatan pengalaman yang menarik.

Pembelajaran terpadu ini merupakan suatu konsep pembelajaran yang memungkinkan siswa baik secara individu atau kelompok untuk aktif menggali dan menemukan suatu konsep dan prinsip secara holistik, bermakna, dan otentik.

B. Organisasi Rancangan Kurikulum

Penyusuna desain kurikulum dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu dimensi horizontal yang berkenaan dengan penyusunan dari lingkup isi kurikulum yang integrasikan dengan proses belajar dan mengajar dan dimensi vertikal yang menyangkut penyusunan sekuens bahan yang berdasarkan urutan tingkat kesukaran. Bahan yang tersusun mulai dari yang mudah kemudia yang lebih sulit atau mulai dari yang dasar dan diteruskan dengan lanjutan. Berdasarkan pada hal yang menjadi fokus pengajaran, sekurang-kurangnya dikenal dengan tiga pola desain kurikulum, yakni sebagai berikut:

1. Subject Centered Design
Subject centered design curriculum merupakan kurikulum yang dipusatkan pada isi atau materi yang akan diajarkan. Kurikulum tersusun atas sejumlah mata-mata pelajaran dan mata-mata pelajaran tersebut diajarkan secara terpisah-pisah sehingga juga dapat disebut separated subject curriculum.

  1. The Subject Design, dalam the subject design curriculum, materi disajikan secara terpisah-pisah dalam bentuk mata-mata pelajaran.
  2. The Disciplines Design, bentuk ini ialah pengembangan dari the subject design, yang menekankan pada isi atau materi kurikulum. Perbedaannya, pada disciplines design kriteria tersebut telah tegas ialah apakah suatu pengetahuan itu ilmu atau atau subject dan bukan adalah batang tubuh keilmuannya. Untuk menegaskan hal itu mereka menggunakan istilah discipline.
  3. The Broad Fields Design, dalam model ini menyatukan beberapa mata pelajaran yang berdekatan atau berhubungan menjadi satu bidang studi seperti sejarah, geografi, dan ekonomi digabung menjadi ilmu pengetahuan sosial atau contoh lain seperti aljabar, ilmu ukur, dan berhitung menjadi matematika. Tujuannya ialah menyiapkan para siswa yang saat ini hidupdalam dunia informasi yang sifatnya spesialistis, dengan pemahaman yang bersifat menyeluruh.


2. Learner Centered Design
Learner Centered Design memberi tempat utama pada peserta didik. Didalam pendidikan atau pengajaran yang belajar dan berkembang adalah peserta didik sendiri. Guru atau pendidik hanya berperan menciptakan situasi belajar mengajar, mendorong dan memberikan bimbingan sesuai dengan kebutuhan peserta didik.

Learner Centered bersumber dari JJ. Rosseau tentang pendidikan alam, menekankan perkembangan peserta didik. Pengorganisasian kurikulum didasarkan atas minat, kebutuhan dan tujuan peserta didik. Salah satu variasi model ini ialah the activity atau experience design. Ciri-ciri dari utama dari experience design yaitu:
  1. Struktur kurikulu ditentukan oleh kebutuhan dan minat siswa;
  2. Kurikulum tidak dapat disusun menjadi sebelumnya, tetapi disusun guru sebelumnya dengan para siswa;
  3. Desain kurikulum tersebut menekankan prosedur pemecahan masalah.


3. Problems Centered Design
Desain ini merupakan kurikulum yang berpusat pada masalah-masalah yang dihadapi masyarakat. Berbeda dengan dengan learner centered, kurikulum ini disusun sebelumnya (preplanned) yang berdasarkan kebutuhan, kepentingan, dna kemampuan peserta didik. Problems Centered menekankan pada isi maupun peserta didik.

Ada dua variasi model desain kurikulum ini yaitu:

a. The areas of living design
Variasi ini seperti learned centered design menenkankan prosedur belajar melalui pemecahan masalah. Dalam prosedur belajar ini tujuan yang bersifat proses (process objectives) dan yang bersifat isi (content objectives) diintegrasikan. Penguasaan informasi-informasi yang lebih bersifat pasif tetap dirangsang. Ciri lain dari model ini adalah menggunakan pengalaman dan situasi-situasi nyata dari peserta didik sebagai pembuka jalan dalam mempelajari bidang-bidang kehidupan.

b. The core design
Desain kurikulum ini timbul sebagai reaksi utama kepada sparated subject, yang sifatnya terpisah-pisah. Dalam mengintegrasikan bahan ajar, desain ini memilih mata-mata pelajaran atau bahan ajar tertentu sebagai inti atau core. Pelajaran lainnya disekitar core tersebut. Karena pendidikan progresif, berkembang teori tentang core design yang didasarkan atas pandangan progresif. Menurut konsep ini inti bahan ajar dipusatkan pada kebutuhan individual dan sosial.

C. Komponen Kurikulum

Dalam penyusunan suatu kurikulum, perumusan tujuan ditetapkan terlebih dahulu sebelum menetapkan komponen yang lainnya. Tujuan pendidikan suatu negara tidak bisa dipisahkan dan merupakan penjabaran dari tujuan negara atau falsafah negara, karena pendidikan merupakan alat untuk mencapai tujuan negara. (Arifin, 2014:82)

Bagi Indonesia, yang menetapkan Pancasila sebagai pandangan hidupnya, sudah selayaknya mengarahkan sistem pendidikannya pada pembentukan warga negara yang cakap untuk memahami, menghayati, dan mengamalkan falsafah negara, yaitu Pancasila. Dengan demikian, pandangan hidup yang dianut oleh para guru dan peserta didiknya akan mewarnai persepsinya terhadap gambaran karakteristik sasaran kegiatan pembelajarannya. Pada gilirannya, persepsi tersebut akan memengaruhi pula kebijakannya dalam merencanakanm mengorgainsasi, melaksanakan, dan mengevaluasi kegiata pembelajarannya.

Tujuan pendidikan nasional dirumuskan langsung oleh pemerintah sebagai pedoman bagi pengembangan tujuan-tujuan pendidikan yang lebih khusus. Tujuan institusional adalah tujuan yang ingin dicapai oleh setiap lembaga pendidikan, baik pendidikan formal (TK/RA, SD/MI, SMP/MTS, SMA/MA) maupun pendidikan non formal (lembaga kursus, pesantren). Tujuan kurikuler adalah tujuan yang ingin dicapai oleh setiap bidang studi atau mata pelajaran, seperti bidang studi Pendidikan Agama Islam, IPA, IPS, Matematika, Bahasa Indonesia, dan sebagainya. Tujuan pembelajaran umum adalah tujuan yang ingin dicapai pada setiap pokok bahasan, sedangkan tujuan pembelajaran khusus (instrusctional objective) adalah tujuan dari setiap subpokok bahasan.

Hierarki tujuan pendidikan secara utuh dapat kita lihat dalam kurikulum 1975 sampai dengan kurikulum 1994 yang bersifat goal-oriented, sedangkan dalam kurikulum 2004 atau Kurikulum Berbasis Kompetensi (competency-based curriculum) dikenal dengan istilah Standar Kompetensi Lulusan (SKL), Standar Kompetensi (SK), mata pelajaran, Kompeten Dasar (KD), dan indicator. Bedanya, kalau tujuan harus dicapai oleh peserta didik, sedangkan kompetensi harus dikuasai oleh peserta didik. Istilah dikuasai mengandung implikasi yang lebih berat bagi guru dibandingkan dengan istilah dicapai, karena peserta didik bukan hanya memperoleh pengetahuan saja, tetapi harus dapat menerapkannya dengan baik, diikuti dengan sikap yang positif. Jika dilihat tingkat pencapaiannya, maka tujuan pendidikan dapat dibagi ke dalam tiga jenis, yaitu tujuan jangka panjang, tujuan jangka menengah, dan tujuan jangka pendek.

Komponen kurikulum merupakan bagian yang sangat esensial dalam keseluruhan kegiatan pendidikan. Pengembangan kurikulum pada dasarnya merupakan suatu proses yang berkelanjutan dan merupakan suatu siklus dari beberapa komponen yaitu (1) tujuan, (2) isi/bahan, (3) kegiatan belajar atau metode dan (4) evaluasi. Pandangan yang senada dikemukakan oleh Zais (1976) menyebut komponen-komponen tersebut dengan istilah anatomi kurikulum (anatomy curriculum) yang terdiri dari komponen tujuan (aims, goals dan objective), isi (content), aktivitas belajar (learning activities), dan evaluasi (evaluation).

Nasution (1987) melukiskan pengembangan kurikulum dimulai dari perumusan tujuan kurikulum, diikuti oleh penentuan atau pemilihan bahan pelajaran, proses belajar mengajar dan alat penilaiannya. Dalam praktiknya biasanya semua unsure tersebut dipertimbangkan tanpa urutan yang pasti, misalnya ada yang menganjurkan setelah merumuskan tujuan segera disusun alat eveluasinya kemudian alat dan proses pembelajarannya atau ada pula yang mulai dari melihat bahan ajar dengan berpedoman pada buku sumber, sesudah itu barulah ditentukan tujuan yang akan dicapai. Berdasarkan bahan tersebut, akhirnya dipikirkan proses pembelajaran dan cara penilaiannya. Jadi, dalam proses pengembangannya tampak ada proses interaksi menuju perpaduan dan penyempurnaan. Langkah-langkah yang telah dikemukakan diatas menggambarkan aspek atau komponen yang harus dikembangkan dalam setiap kegiataan pengembangan kurikulum dan pengembangan pembelajaran. Komponen kurikulum:

1. Komponen Tujuan
Dalam penyusunan suatu kurikulum, perumusan tujuan ditetapkan terlebih dahulu sebelum menetapkan komponen yang lainnya. Tujuan pendidikan suatu negara tidak bisa dipisahkan dan merupakan penjabaran dari tujuan negara atau falsafah negara, karena pendidikan merupakan alat untuk mencapai tujuan negara. (Arifin, 2014:82)

Dalam kegiatan pengembangan kurikulum, baik pada level makro atau mikro peran tujuan sangatlah penting dan menentukan. Tujuan dalam suatu kurikulum akan menggambarkan akan kualitas manusia yang diharapkan terbina dari suatu proses pendidikan. Dengan demikian, suatu tujuan memberikan petunjuk mengenai arah perubahan yang dicita-citakan dari suatu kurikulum yang sifatnya harus merupakan sesuatu yang final.

Di Indonesia, tujuan umum pendidikan atau tujuan pendidikan nasional dalam undang-undang no 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. Tujuan tersebut dapat dicapai melalui tujuan-tujuan yang ada dibawahnya yang berfungsi sebagai tujuan perantara (intermedia). Tujuan-tujuan tersebut membentuk suatu hierarki yang saling berkaitan dan mempengaruhi.

Hubungan tujuan pendidikan sebagai berikut:

Tujuan pendidikan nasional adalah tujuan yang ingin dicapai secara nasional yang dilandasi oleh falsafah Negara. Sifat tujuan ini ideal, komprehensif, utuh dan menjadi induk bagi tujuan-tujuan yang ada dibawahnya. Tujuan institusional adalah tujuan yang diharapkan dicapai oleh suatu lembaga pendidikan.

Tujuan kurikuler adalah penjabaran dari tujuan institusional yang berisi program-program pendidikan yang menjadi sasaran suatu bidang studi misalnya tujuan mata pelajaran matematika, agama, bahasa Indonesia. Tujuan institusional merupakan tujuan tingkat bawah yang harus dicapai setelah suatu proses pembelajaran. Tujuan ini dirinci lagi menjadi tujuan instruksional umum (TIU), dan tujuan instruksional Khusus (TIK). Rumusan tujuan instruksional khusus harus dirumuskan oleh guru sebagai penjabaran dari TIU.

Kriteria yang harus dipenuhi dalam merumuskan tujuan kurikulum adalah sebagai berikut:
  1. Tujuan kurikulum harus menunjukkan hasil belajar yang spesifik dan dapat diamati.
  2. Tujuan harus konsisten dengan tujuan kurikum, artinya tujuan-tujuan khusus itu dapat mewujudkan dan sejalan dengan tujuan yang lebih umum.
  3. Tujuan harus ditulis dengan tepat, bahasanya jelas sehingga dapat memberi gambaran yang jelas bagi para pelaksana kurikulum.
  4. Tujuan harus memperlihatkan kelayakan, artinya bahwa tujuan itu disesuaikan dengan situasi.
  5. Tujuan harus fungsional, artinya tujuan itu menunjukkan nilai guna bagi para peserta didik dan masyarakat.
  6. Tujuan harus signifikan dalam arti bahwa tujuan itu dipilih berdasarkan nilai yang diakui kepentingannya.

Tujuan harus tepat dan serasi, terutama harus dilihat dari kepentingan dan kemampuan peserta didik termasuk latar belakang, minat dan bakat perkembangannya.Tujuan memberikan pegangan mengenai apa yang harus dilakukan, bagaimana cara melakukannya dan merupakan patokan untuk mengetahui hingga mana tujuan itu telah dicapai. Tujuan kurikulum yang telah dirumuskan menggambarkan pula pandangan para pengembang kurikulum mengenai pengetahuan, kemampuan serta sikap yang ingin dikembangkan.

Bagi Indonesia, yang menetapkan Pancasila sebagai pandangan hidupnya, sudah selayaknya mengarahkan sistem pendidikannya pada pembentukan warga negara yang cakap untuk memahami, menghayati, dan mengamalkan falsafah negara, yaotu Pancasila. Dengan demikian, pandangan hidup yang dianut oleh para guru dan peserta didiknya akan mewarnai persepsinya terhadap gambaran karakteristik sasaran kegiatan pembelajarannya. Pada gilirannya, persepsi tersebut akan memengaruhi pula kebijakannya dalam merencanakanm mengorgainsasi, melaksanakan, dan mengevaluasi kegiata pembelajarannya.

Robert F. Mager dalam bukunya “preparing Intructional Objective” memberikan petunjuk tetang cara merumuskan tujuan, yaitu:
  1. Tujuan itu harus spesifik dan dinyatakan dalam bentuk tingkah laku yang dapat diamati dan dapat diukur
  2. Harus dinyatakan dalam kondisi apa tujuan itu dicapai
  3. Harus ditentukan kriteria tentang tingkat keberhasilan yang harus dicapai oleh peserta didik
  4. Hendaknya menggunakan kata kerja operasional.

Sementara itu, Davies, dkk. (1974) mengemukakan langkah-langkah dalam merumuskan tujuan, yaitu:
  1. Cari atau tentukan suatu tujuan yang ada maknanya bagi peserta didik
  2. Tentukan situasi tempat tujuan itu dapat diterapkan secara nyata
  3. Buatlah tes yang berkenaan dengan situasi itu yang menggambarkan kondisi, kelakuan, dan standar kelakuan dalam situasi itu
  4. Tulis tujuan pembelajaran dalam bentuk tingkah laku nyata yang berhubungan dengan situasi itu.

Setiap rumusan tujuan pendidikan harus bersifat komprehensif, yaitu mengandung bidang pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai. Pembidangan ini sudah sesuai dengan teori taksonomi tujuan dari Bloom yang mengelompokkan tingkah laku manusia menjadi tiga ranah, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Ranah kognitif berkenaan dengan pengenalan dan pemahaman, pengetahuan, perkembangan kecakapan dan keterampilan intelektual. Ranah afektif berkanaan dengan perubahan-perubahan dalam minat, sikap, nilai-nilai, perkembangan apresiasi, dan kemampuan menyesuaikan diri. Ranah psikomotor berkenaan dengan keterampilan-keterampilan gerak dan keterampilan-keterampilan manipulasi. Kita juga dapat mengikuti teori Gagne dan Briggs (1974), yang mengemukakan lima kategori tujuan, yaitu intellectual skills, cognitive strategies, verbal information, motorskills and attitudes.

2. Komponen Isi/materi
Isi/materi kurikulum pada hakikatnya adalah semua kegiatan dan pengalaman yang dikembangkan dan disusun dalam rangka mencapai tujuan pedidikan. Secara umum, isi kurikulum itu dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu:
a) Logika, yaitu pengetahuan tentang benar-salah, berdasarkan prosedur keilmuan
b) Etika, yaitu pengetahuan tentang baik-buruk, nilai, dan moral
c) Estetika, yaitu pengetahuan tentang indah-jelek, yang ada nilai seni.

Isi kurikulum ini harus disusun sedemikian rupa sehingga dapat menunjang tercapainya tujuan kurikulum. Isi kurikulum itu, meliputi fakta-fakta observasi, data, persepsi, penginderaan, pemecahan masalah yang berasal dari pikiran manusia dan pengalamannya yang diatur dan diorganisasikan dalam bentuk gagasan (ideas), konsep (concept), generalisasi (generalization), prinsip-prinsip (principles), dan pemecahan masalah (solution), (saylor dan Alexander, dalam Zais: 1976).

Isi atau konten kurikulum kedalam tiga elemen yaitu: (1) pengetahuan atau knowledge) (misalnya fakta-fakta, ekplanasi, prinsip-prinsip, definisi), (2) keterampilan dan proses (misalnya membaca, menulis, menghitung, berpikir kritis, pengambilan keputusan, berkomunikasi), dan (3) nilai atau Values (misalnya keyakinan tentang baik buruk, benar salah, indah jelek).

Sebenarnya sangat banyak hal (pengetahuan dan keterampilan, nilai) yang perlu diberikan kepada siswa, namun tidak mungkin semuanya dijadikan sebagai isi kurikulum. Oleh karena itu perlu diadakan pilihan-pilihan (choicews), untuk menentukan isi/bahan mana yang esensial dijadikan sebagi isi kurikulum tersebut. Kriteria dalam menentukan pemilihan isi atau materi kurikulum yaitu:
  1. Isi kurikulum memiliki tingkat kebermaknaan yang tinggi (Significance)
  2. Isi kurikulum bernilai guna bagi kehidupan (Utility)Isi kurikulum sesuai dengan minat siswa (Interest)
  3. Isi kurikulum harus sesuai dengan perkembangan individu (human development).

Dalam mengkaji isi atau materi kurikulum ini, kita sering dihadapkan pada masalah scope atau sequence. Scope atau ruang lingkup isi kurikulum dimaksudkan untuk menyatukan keluasan dan kedalaman bahahn, sedangakan Sequence menyangkut urutan (order) isi kurikulum.

Nasution (1987) menjelaskan pengurutan bahan kurikulum tersebut dapat dilakukan dalam cara sebagai berikut:
  1. Urutan secara kronologis, yaitu menurut terjadinya peristiwa.
  2. Urutan secara logis yang dilakukan menurut logika.
  3. Urutan bahan dan sederhana menuju ke yang lebih kompleks.
  4. Urutan bahan dari mudah menuju yang lebih sulit.
  5. Urutan bahan dari spesifik menuju yang lebih umum.
  6. Urutan bahan berdasarkan psikologi unsur, yaitu dari bagian-bagian kepada keseluruhan
  7. Urutan bahan berdasarkan psikologi Gestalt, yaitu dari keseluruhan menuju bagian-bagian.

Penetapan Sequence atau urutan mana yang akan dipilih tampaknya sangat tergantung pada sifat-sifat materi atau isi kurikulum sebagaiman yang telah diungkapkan pada bagian terdahulu, juga harus memiliki konsistensi dengan tujuan yang telah dirumuskan.

Berdasakan pengelompokkan isi kurikulum tersebut, maka pengembangan isi kurikulum harus disusun berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
  1. Mengandung bahan kajian atau topic-topik yang dapat dipelajari peserta didik dalam proses pembelajaran
  2. Berorientasi pada standar kompetensi lulusan, standar komptensi mata pelajaran, dan komptensi dasar yang telah ditetapkan.

Hilda Taba memberikan kriteria untuk memilih isi/materi kurikulum sebagai berikut:
  1. Materi itu harus sahih dan signifikan, artinya harus menggambarkan pengetauan mutakhir
  2. Materi itu harus relevan dengan kenyataan sosial dan kultural agar peserta didik lebih mampu memahami fenomene dunia, termasuk perubahan-perubahan yang terjadi
  3. Materi itu harus mengandung keseimbangan antara keluasan dan kedalaman
  4. Materi harus mencakup berbagai ragam tujuan
  5. Materi harus sesuai dengan kemampuan dan pengalaman peserta didik
  6. Materi harus sesuai dengan kebutuhan minat peserta didik.

Pemilihan isi kurikulum dapat juga mempertimbangkan kriteria sebagai berikut:
  1. Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai
  2. Sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik
  3. Bermanfaat bagi peserta didik, masyarakat, dunia kerja, bangsa dan negara, baik untk masa sekarang maupun masa yang akan datang
  4. Sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pengembangan isi kurikulum, yaitu:
  1. Ruang lingkup (scope) materi, meerupakan cakupan kedalaman dan keluasan dari keseluruhan materi, kegiatan dan pengalaman yang akan disampaikan kepada peserta didik. Ruang lingkup menunjukkan apa yang dianggap paling penting untuk disampaikan kepada peserta didik.
  2. Urutan (sequence), yaitu penyusunan materi pelajaran menurut aturan dan sistematika tertentu secara berurutan. Biasanya pengembang kurikulum berpegang pada urutan dari yang mudah sampai yang sulit, dai yang sederhana sampai yang kompleks, dari keseluruhan sampai bagian-bagian, dari dahulu hingga sekarang (kronologis), dan dari yang konkret menuju yang abstrak.
  3. Penempatan bahan (grade placement) yaitu penempatan isi/materi sesuai dengan tingkat perkembangannya (tingkat atau kelas) tertentu.
  4. Bentuk organisasi isi, merupakan susunan atau bentuk pengemasan materi, seperti mata pelajaran, bidang studi, berkorelasi atau terpadu. Setiap mata pelajaran (misalnya) dikembangkan menjadi beberapa pokok bahasan dan subpokok bahasan.


3. Komponen Proses/Kegiatan Belajar
Proses pelaksanaan kurikulum harus menunjukkan adanya kegiatan pembelajaran, yaitu upaya guru untuk membelajarkan peserta didik, baik di sekolah melalui kegiatan tatap muka, maupun di luar sekolah melalui kegiatan terstruktur dan mandiri. Dalam konteks inilah, guru dituntut untuk menggunakan berbagai strategi pembelajaran, metode mengajar, media pembelajaran, dan sumber-sumber belajar. Pemilihan strategi pembelajaran harus disesuaikan dengan tujuan kurikulum (SK/KD), karakteristik materi pelajaran, dan tingkat perkembangan peserta didik. Ada beberapa strategi pembelajaran yang dapat digunakan guru dalam menyampaikan isi kurikulum, antara lain:
  1. Strategi ekspositori klasikal, yaitu guru lebih banyak menjelaskan materi yang sebelumnya telah diolah sendiri, sementara siswa lebih banyak menerima materi yang telah jadi.
  2. Strategi pembelajaran heuristic (discovery dan inquiry)
  3. Strategi pembelajaran kelompok kecil: kerja kelompok dan diskusi kelompok
  4. Strategi pembelajaran individual.

Strategi pembelajaran sangat penting dikaji dalam studi tentang kurikulum, baik secara makro maupun mikro. Strategi pembelajaran ini berkaitan dengan masalah atau sistem pencapaian isi kurikulum (delivery system) dalam rangka pencapaian tujuan yang telah dirumuskan. Pengertian strategi pembelajaran dalam hal ini meliputi pendekatan, prosedur, metode, model dan teknik yang dipergunakan dalam menyajikan bahan atau isi kurikulum.

Apabila ditelaah lebih jauh, hakikat dari setiap strategi pendekatan atau model yang dikemukakan oleh para ahli tersebut dapat dikelompokkan dalam dua kutub strategi yang ekstrim, yaitu disatu pihak ada strategi yang berpihak pada guru, dan strategi yang berorientasi pada siswa.

Di samping strategi, ada juga metode mangajar. Metode adalah cara yang digunakan guru untuk menyampaikan isi kurikulum atau materi pelajaran sesuai dengan tujuan kurikulum. Sekalipun yang menggunakan metode mengajar itu adalah guru, tetapi tetap harus berorientasi dan menekankan pada aktivitas belajar peserta didiksecara optimal. Untuk memilih metode mana yang akan digunakan, guru dapat melihat dari beberapa pendekatan, yaitu pendekatan yang berpusat pada matapelajaran, pendekatan yang berpusat pada peserta didik, dan pendekatan yang berorientasi pada kehidupan masyarakat. Meskipun demikian, tidak ada satu metode pun yang dianggap paling ampuh. Oleh sebab itu, guru harus dapat menggunakan multimetode secara bervariasi.

4. Komponen Evaluasi
Untuk mengetahui efektivitas kurikulumdan dalam memperbaiki serta menyempurnakan kurikulum, maka diperlukan evaluasi kurikulum. Evaluasi kurikulum merupakan usaha yang sulit dan kompleks, karena banyak aspek yang harus dievaluasi, banyak orang yang terlibat, dan luasnya kurikulum yang harus diperhatikn. Evaluasi kurikulum memerlukn ahli-ahli yang mengembangkan menjadi suatu disiplin ilmu. Evaluasi kurikulum juga erat hubungannya dengan definisi kurikulum itu sendiri, apakah sebagai kumpulan mata pelajaran atau meliputi semua kegiatan dan pengalaman anak di dalam maupun diluar sekolah. Berdasarkan definisi kurikulum yang digunakan akan dapat diketahui aspek-aspek apa yang akan dievaluasi. Untuk mengetahui aspek-aspek kurikulum, dapat dilihat dari perspektif model evaluasi kurikulum.

Kegiatan evaluasi merupakan bagian yang tek terpisahkan dalam pengembangan suatu kurikulum, baik pada level makro maupun mikro. Komponen evaluasi ini ditujukan untuk menilai pencapaian tujuan yang telah ditentukan, serta menilai proses implementasi kurikulum secara keseluruhan, termasuk juga menilai kegiatan evaluasi itu sendiri. Hasil dari kegiatan evaluasi ini dapat dijadikan sebagai umpan balik (freedback) untuk mengadakan perbaikan dan penyempurnaan pengembangan komponen-komponen kurikulum. Pada akhirnya hasil evaluasi ini dapat beroeran sebagai masukan bagi oenentuan kebijakan-kebijakan dalam pengambilan keputusan kurikulum khususnya, dan pendidikan pada umumnya abik bagi para pengembang kurikulum dan para pemegang kebijakan pendidikan, maupun bagi para pelaksana kurikulum pada tingkat lembaga pendidikan (guru, kepala sekolah).

Evaluasi harus diarahkan pada suatu prose pemberian pertimbangan mengenai nilai dan arti dari sesuatu yang dipertibnagkan. Sesuatu yang dipertimbangkan tersebut bisa berupa orang, benda, kegiatan, keadaan, atau suatu kesatuan tertentu. Pemberian pertimbangan tersebut haruslah berdasarkan criteria tertentu baik dari penilai itu sendiri maupun dari luar penilai. Dari pengertian tersebut evaluasi lebih dianggap sebagai suatu proses, bukan suatu hasil (produk).

Konsep evaluasi kurikulum dapat dipandang secara luas, yaitu mencakup evaluasi terhadap seluruh komponen dan kegiatan pendidikan, tetapi dapat pula dibatasi secara sempit yang hanya ditekankan pada hasil-hasil atau perilaku yang dicai siswa. Luas atau sempitnya evaluasi kurikulum sebenarnya ditentukan oleh tujuannya. Jadi, dalam hal ini yang menjadi penentu adalah factor tujuan yang diharapkan.

Untuk memperoleh gambaran yang komprehensif mengenai kualitas suatu kurikulum yang dievaluasi, terdapat beberapa komponen atau dimensi yang oerlu dijadikan sasaran atau lingkup evaluasi. Sudjana dan Ibrahim (dalam Mujtahidin, 2013) dalam hal ini mengemukakan tiga komponen, yaitu komponen program pendidikan , komponen proses pelaksanaan, dan komponen hasil-hasil yang dicapai. Suatu program pendidikan dinilai dari tujuan yang ingin dicapai, isi program yang disajikan, strategi pembelajaran yang diterapkan, serta bahan-bahan ajar yang digunakan. Proses pelaksanaan yag dijadikan sasaran penilaian atau evaluasi terutama proses pembelajaran yang berlangsung dilapangan sedangkan hasil-hasil yang dicapai mengacu pada pencapaian tujuan jangka pendek dan jangka panjang.


DAFTAR PUSTAKA
Amri, Sofan dan Lif Khoiru Ahmadi. 2010. Konstruksi Pengembangan Pembelajaran. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Anggraini, Reni. 2013. Pengembangan Kurikulum. (online). (http://googleweblight.com/?lite_url=http://renianggraini21.blogspot.com/2013/10/makalah-pengembangan-kurikulum.html, diakses 20 September 2015)
Arifin, Zainal. 2014. Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Mujtahidin dan Harun Al Rasyid. 2013. Pengembangan Kurikulum. Bangkalan: UTM Press.