• RSS
Riyc's Blog

Sunday, 1 November 2015

Asas-Asas Bimbingan Konseling

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bimbingan dan konseling merupakan pekerjaan pelayanan yang professional, yang menguraikan pemahaman, penanganan dan penyikapan tentang keadaan seseorang yang meliputi unsur kognisi, afeksi, dan psikomotor.Pekerjaan ini sangat penting sekali dalam dunia pendidikan, agar tercipta keserasian atau keharmonisan antara guru dengan siswa. Hal ini sesuai dengan UUD No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 Ayat 1 dan 6: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian kecerdasan akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruksi, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.

Keberhasilan pelaksanaan bimbingan dan konseling sangat ditentukan oleh kaidah-kaidah yang berlaku atau dalam katalain disebut “asas”. Apabila asas-asas ini tidak dijalankan dengan baik, maka penyelenggaraan bimbingan dan konseling akan berjalan tersendat-sendat atau bahkan terhenti sama sekali.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan asas?
2. Apa saja asas-asas bimbingan dan konseling?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui pengertian asas.
2. Mengetahui asas-asas bimbingan dan konseling.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Asas

Asas (prinsip) merupakan suatu pernyataan fundamental atau kebenaran umum yang dapat dijadikan pedoman pemikiran dan tindakan. Asas-asas muncul dari hasil penelitian dan tindakan. Asas sifatnya permanen, umum dan setiap ilmu pengetahuan memiliki asas yang mencerminkan “intisari” kebenaran-kebenaran dasar dalam bidang ilmu tersebut. Asas adalah dasar tapi bukan suatu yang absolut atau mutlak. Artinya penerapan asas harus mempertimbangkan keadaan-keadaan khusus dan keadaan yang berubah-ubah (Hasibuan: 2006).

2.2 Asas-Asas Bimbingan dan Konseling

Pelayanan bimbingan dan konseling merupakan pekerjaan profesional, oleh sebab itu, harus dilaksanakan dengan mengikuti kaidah-kaidah atau asas-asas tertentu. Dengan mengikuti kaidah-kaidah atau asas-asas tersebut diharapkan efektivitas dan efisiensi proses bimbingan dan konseling dapat tercapai. Selain itu agar tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan dalam praktik pemberian layanan.

Slameto (1986) dalam Tohirin (2013) membagi asas-asas bimbingan dan konseling menjadi dua bagian, yaitu (1) asas-asas bimbingan dan konseling yang berhubungan dengan individu (siswa) dan (2) asas-asas bimbingan dan konseling yang berhubungan dengan praktik atau pekerjaan bimbingan.

1. Asas-asas Bimbingan dan Konseling yang Berhubungan dengan Siswa

a. Tiap-tiap siswa mempunyai kebutuhan
Kebutuhan tiap-tiap siswa sebagai individu berbeda-beda, baik jasmaniah (fisik) maupun rohaniah (psikis). Tingkah laku individu pada umumnya dalam rangka memenuhi kebutuhan. Apabila kebutuhan tidak tercapai, akan menimbulkan kecemasan dan kekecewaan, sehingga pada akhirnya menimbulkan perilaku menyimpang.

b. Ada perbedaan diantara siswa (asas perbedaan siswa)
Dalam teori individualitas ditegaskan bahwa tiap-tiap individu berbeda. Demikian halnya siswa sebagai individu jelas mempunyai perbedaan. Tiap-tiap siswa mempunyai karakteristik yang berbeda baik fisik maupun psikisnya.

c. Tiap-tiap individu (siswa) ingin menjadi dirinya sendiri
Relevan dengan asas perbedaan individu di atas, tiap-tiap individu ingin menjadi dirinya sendiri sesuai dengan ciri-ciri atau karakteristik pribadinya masing-masing.

d. Tiap-tiap individu (siswa) mempunyai dorongan untuk menjadi matang
Dalam tiap-tiap tahapan perkembangannya, setiap siswa mempunyai dorongan yang kuat untuk menjadi matang, produktif, dan berdiri sendiri (mandiri). Kematangan yang dimaksud disini adalah kematangan kejiwaan, emosi, dan sosial.

e. Tiap-tiap siswa mempunyai masalah dan mempunyai dorongan untuk menyelesaikannya
Tidak ada individu (siswa) yang tidak memiliki masalah.Mungkin tidak ada pula individu tidak ingin masalahnya terselesaikan. Apalagi individu (siswa) yang sedang dalam proses perkembangan, pasti memiliki masalah. Yang berbeda adalah kompleksitas masalah yang dialami oleh tiap-tiap siswa; artinya ada siswa yang mengalami masalah kompleks dan ada yang kurang kompleks.

2. Asas yang Berhubungan dengan Praktik atau Pekerjaan Bimbingan
Dalam menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah hendaknya selalu mengacu serta menerapkan asas-asas bimbingan dan konseling. Asas-asas ini dianggap sebagai rambu-rambu dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling. Beberapa asas yang perlu diterapkan dan diingat adalah sebagai berikut. (1) asas kerahasiaan, (2) asas kesukarelaan, (3) asas keterbukaan, (4) asas kekinian, (5) asas kemandirian, (6) asas kegiatan, (7) asas kedinamisan, (8) asas keterpaduan, (9) asas kenormatifan, (10) asas keahlian, (11) asas alih tangan, dan (12) asas tut wuri handayani. (Prayitno, 1983:6-12 dan 2004:114-120) dalam (Ketut Sukardi, Dewi dan Desak P.E Nila Kusmawati, 2008: 14-19). Lebih lanjut, penjelasan mengenai asas-asas pokok bimbingan di atas dapat dilihat di bawah ini.

a. Asas Kerahasiaan
Secara khusus, pelayanan bimbingan dan konseling adalah melayani individu-individu yang bermasalah. Kebanyakan orang menganggap mengalami masalah merupakan aib yang harus ditutupi sehingga orang lain tidak boleh tau akan adanya masalah tersebut. Hal inilah yang menghambat pemanfaatan pelayanan bimbingan oleh masyarakat (khususnya siswa di sekolah). Jika pelayanan bimbingan konseling di sekolah hendak dimanfaatkan secara maksimal, maka warga sekolah harus menerapkan asas-asas kerahasiaan secara penuh. Segala sesuatu yang disampaikan siswa (konselor) harus dijaga kerahasiaannya, sehingga masalah yang dihadapi siswa tidak akan menjadi gunjingan (khususnya hal-hal yang bersifat negatif).
Asas kerahasiaan merupakan asas kunci dalam bimbingan dan konseling. Jika asas ini benar-benar dijalankan, maka para penyelenggara bimbingan dan konseling di sekolah akan mendapat kepercayaan dari para siswa dan pelayanan bimbingan akan dimanfaatkan secara baik oleh siswa. Sebaliknya, jika penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling tidak memperhatikan asas tersebut, maka pelayanan bimbingan dan konseling (khususnya yang menyangkut kehidupan siswa) tidak mempunyai arti lagi bahkan mungkin dijauhi oleh para siswa.
Al-Quran Surat (An Nur [24]:19) menegaskan bahwa: “Sesungguhnya orang-orang yang senang akan tersiarnya suatu kekejian (keburukan atau kejahatan) di tengah-tengah orang yang telah beriman, bagi merekaitu akan memperoleh siksa yang pedih di dunia dan akhirat”. Maka sangatlah tepat bahwa asas kerahasiaan sangat penting dan harus benar-benar di pegang teguh oleh guru mengingat sosok guru merupakan teladan yang harus memberikan contoh-contoh perbuatan mulia baik lisan maupun dengan tindakan.
Menjaga atau merahasiakan keburukan orang lain juga dijelaskan dalam Hadis, yang artinya: “Tiada seorang hamba menutupi kejelekan yang lain di dunia, melainkan Allah Swt. akan menutupi kejelekannya di hari kiamat". (Hadis Riwayat Muslim dari Abu Hurairah)

b. Asas Kesukarelaan
Sukarela dalam pengertian dalam hal ini, bukan berarti konselor tidak boleh menerima gaji dari pelayanan bimbingan dan konseling. Pelayanan bimbingan dan konseling merupakan pekerjaan profesi, oleh karena itu, pembimbing atau konselor tidak dilarang menerima gaji atau upah, tetapi upah atau gaji ini hendaknya bukan menjadi tujuan utama dari pelayanan bimbingan dan konseling yang diberikan.
Asas kesukarelaan perlu ditanamkan kepada konseli. Jika asas kerahasiaan memang benar-benar tertanam pada diri (calon) terbimbing/konseli atau klien, dapat diharapkan mereka yang mengalami masalah akan dengan sukarela membawa masalahnya kepada pembimbing untuk meminta bimbingan. Namun, jika ternyata konseli adalah klien kiriman, maka konselor wajib mengembangkan sikap sukarela pada diri klien sehingga ia mampu menghilangkan rasa keterpaksaanya memberikan data kepada pembimbing. Kesukarelaan tidak hanya dituntut pada diri klien, tetapi harus dikembangkan untuk diri pembimbing atau konselor. Para penyelenggara bimbingan hendaknya mampu menghilangkan rasa bahwa tugas ke-BK-annya merupakan sesuatu yang memaksa diri mereka. Akan lebih baik jika para petugas merasa terpanggil untuk melaksanakan layanan bimbingan dan konseling. Dengan kata lain keikhlasan sangat dibutuhkan dalam pelayanan bimbingan dan konseling.

c. Asas Keterbukaan
Bimbingan dan konseling yang efisien hanya berlangsung pada suasana keterbukaan, yakni ketika pembimbing maupun yang dibimbing bersikap terbuka. Keterbukaan yang dimaksud bukan hanya sekedar berarti “bersedia menerima saran-saran dari luar” tetapi, dalam arti masing-masing yang bersangkutan bersedia membukakan diri untuk konseling, misalnya kejujuran dan keterbukaan klien tentang dirinya sendiri. Dengan keterbukaan ini kemungkinan untuk melakukan penelaahan masalah serta pengkajian berbagai kekuatan dan kelemahan klien dapat dilakukan.
Keterbukaan akan terjadi jika klien tidak lagi mempersoalkan asas kerahasiaan yang semestinya diterapkan oleh konselor. Klien diharapkan dapat membuka diri sendiri sehingga apa saja maslah yang ada pada dirinya dapat diketahui oleh konselor atau pembimbingnya.
Untuk keterbukaan klien, konselor harus terus menerus membina suasana hubungan konseling sedemikian rupa sehingga klien yakin bahwa konselor bersifat terbuka dan yakin bahwa asas kerahasiaan memang terselenggarakan. Kesukarelaan klien merupakan dasar bagi keterbukaannya.

d. Asas Kekinian
Masalah klien yang langsung ditanggulangi melalui upaya bimbingan dan konseling ialah masalah-masalah yang sedang dirasakan saat ini, bukan masalah yang telah lampau, dan juga bukan masalah yang mungkin dialami di masa yang akan datang. Bila ada hal-hal tertentu yang menyangkut masa lampau/masa mendatang yang perlu dibahas dalam upaya bimbingan dan konseling yang sedang diselenggarakan, pembahasan tentang hal itu hanya seputar latar belakang/atau latar depan masalah yang dihadapi sekarang. Fokus utama adalah penanggulangan masalah yang sedang dihadapi agar segera teratasi. Dalam upaya yang bersifat pencegahan, hal yang perlu ditanyakan adalah apa yang perlu dilakukan sekarang, sehingga kemungkinan yang kurang baik di masa yang akan datang dapat dihindari.
Asas kekinian juga mengandung makna bahwa pembimbing atau konselor tidak boleh menunda-nunda memberikan bantuan kepada klien. Jika klien meminta bantuan atau siswa lain perlu bantuan (mengalami masalah), konselor hendaklah segera memberikan bantuannya. Sehingga konselor harus mementingkan kepentingan klien daripada yang lainnya.

e. Asas Kemandirian
Kemandirian merupakan tujuan dari upaya bimbingan dan konseling. Dalam memberikan bimbingan petugas hendaklah berusaha menghidupkan kemandirian pada diri orang yang dibimbing; jangan sampai yang dibimbing menjadi ketergantungan terhadap orang lain, khususnya pada pembimbing (konselor).
Pelayanan bimbihngan dan konseling bertujuan menjadikan konseli dapat berdiri sendiri, tidak tergantung padaorang lain atau pada konselor. Diharapkan setelah adanya bimbingan, konseli dapat mandiri sesuai cirri-ciri berikut:
  1. Mengenal diri sendiri dan lingkungan sebagaimana adanya,
  2. Menerima diri sendiri dan lingkungan secar positif dan dinamis,
  3. Mengambil keputusan untuk dan oleh diri sendiri,
  4. Mengarahkan diri sesuai dengan keputusan itu, dan
  5. Mewujudkan diri secara optimal sesuai dengan potensi, minat dan kemampuan-kemampuan yang dimilikinya.

Kemandirian dengan ciri-ciri umum di atas harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan dan peranan klien dalam kehidupannya sehari-hari. Kemandirian siswa Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah tidak boleh diukur dengan kemandirian siswa SMP atau MT, dan seterusnya. Kemandirian dari hasil konseling menjadi arah dari seluruh proses konseling, hal ini harus disadari baik oleh konselor ataupun klien

f. Asas Kegiatan
Usaha pelayanan bimbingan dan konseling akan memberikan buah yang tidak berarti bila individu yang dibimbing tidak melakukan kegiatan dalam mencapai tujuan-tujuan bimbingan. Hasil-hasil usaha bimbingan tidak tercipta dengan sendirinya, tetapi harus diraih oleh individu yang bersangkutan.Para pemberi layanan bimbingan dan konseling hendaknya menimbulkan suasana kegiatan sedemikian rupa sehingga individu yang dibimbing mampu menyelenggarakan kegiatan yang dimaksud.
Asas kegiatan merujuk pada pola konseling “ multidimensional” yang tidak hanya mengandalkan transaksi verbal antara klien dan konselor. Dalam konseling yang berdimensi verbal, asas kegiatan juga harus terselenggara yaitu klien aktif menjalani proses konseling dan aktif pula melaksanakan/menerapkan hasil-hasil konseling.

g. Asas Kedinamisan
Upaya pelayanan bimbingan dan konseling menghendaki terjadinya perubahan pada diri individu yang dibimbing, yaitu perubahan tingkah laku ke arah yang lebih baik. Perubahan ini tidaklah sekedar mengulang-ulang hal yang bersifat monoton, melainkan perubahan yang selalu menuju ke arah pembaruan, yaitu sesuatu yang lebih maju sesuai arah perkembangan klien yang dikehendaki.

h. Asas Keterpaduan
Pelayanan bimbingan dan konseling berusaha memadukan berbagai aspek dari individu yang dibimbing. Individu yang dibimbing tentu memiliki berbagai segi yang jika keadaannya tidak serasi dan terpadu akan menimbulkan masalah. Selain keterpaduan pada diri individu yang dibimbing, perlu diperhatikan pula keterpaduan isi dan proses pelayanan yang diberikan. Hendaknya jangan bertentangan dengan aspek pelayanan yang lain.
Untuk terselenggaranya asas keterpaduan, konselor perlu memiliki wawasan yang luas tentang perkembangan klien dan aspek-aspek lingkungan klien, serta berbagai sumber yang dapat diaktifkan untuk menangani masalah-masalah klien. Kesemuanya itu dipadukan dalam keadaan serasi dan saling menunjang upaya bimbingan dan konseling.

i. Asas Kenormatifan
Usah pelayanan bimbingan dan konseling tidak boleh bertentangan dengan norma-norma yang berlaku, baik ditinjau dari norma agama, norma adat, norma hukum/negara, norma ilmu, maupun kebiasaan sehari-hari. Asas kenormatifan diterapkan terhadap isi maupun proses penyelenggaraan bimbingan dan konseling. Seluruh isi pelayanan harus sesuai dengan norma-norma yang ada. Demikian juga prosedur, teknik, dan peralatan yang dipakai tidak menyimpang dari norma-norma yang dimaksudkan.
Ditinjau dari permasalahan klien, pada awalnya ada materi bimbingan dan konseling yang tidak bersesuaian dengan norma (misalnya, klien mengalami masalah melanggar norma-normma tertentu), namun justru dengan pelayanan bimbingan dan konseling, tingkah laku yang melanggar norma tersebut dapat diarahkan kepada yang lebih bersesuaian dengan norma.

j. Asas Keahlian
Usaha bimbingan dan konseling harus dilakukan secara teratur, sistematik dan dengan mempergunakan teknik alat yang memadai. Asas keahlian akan menjamin keberhasilan usaha bimbingan dan konseling, selanjutnya keberhasilan itu akan menaikkan kepercayaan masyarakat pada bimbingan dan konseling.
Asas keahlian selain mengacu pada kualifikasi konselor (misalnyaa pendidikan sarjana bidang bimbingan dan konseling), juga kepada pengalaman. Teori dan praktik bimbingan dan konseling perlu dipadukan. Oleh sebab itu seorang konselor ahli harus benar-benar menguasai teori dan praktik konseling secara baik.

k. Asas Alih Tangan (Referal)
Setiap orang memiliki keterbatasan kemampuan, sehingga tidak semua masalah yang dihadapi klien dapat dipecahkan oleh konselor atau pembimbing. Asas alih tangan ini mengisyaratkan bahwa bila sorang petugas bimbingan dan konseling sudah mengerahkan segenap tenaga dan kemampuannya untuk membantu klien, namun klien belum dapat terbantu sebagaimana yang diharapkan, maka petugas mengalihtangankan klien kepada petugas atau badan lain yang lebih ahli. Di samping itu, asas ini menasihatkan agar petugas bimbingan dan konseling hanya menangani masalah-masalah klien sesuai kewenangan petugas yang bersangkutan. Misalnya individu yang stress berat (gila) tidak lagi menjadi kewenangan konselor sekolah dan madrasah melainkan kewenangan psikiater. Untuk itu, setiap masalah hendaknya ditangani oleh ahli yang berwenang.

l. Asas Tut Wuri Handayani
Asas ini menunjuk pada suasana umum yang hendaknya tercipta dalam rangka hubungan keseluruhan antara pembimbing dan yang dibimbing. Lebih-lebih di lingkungan sekolah, asas ini besar manfaatnya dan bahkan perlu dilengkapi dengan ingngarso sung tulodo, ing madya mbangun karsa.
Asas ini menuntut agar pelayanan bimbingan dan konseling tidak hanya dirasakan adanya pada waktu siswa mengalami masalah dan menghadap pembimbing saja, namun di luar hubungan kerja ke-BK-an juga hendaknya dirasakan keberadaan serta manfaatnya. Dalam asas ini pembimbing atau konselor dapat menjadikan dirinya sebagai contoh pemecah masalah yang efektif (counseling by modeling). Sesuai hal ini, dalam praktik bimbingan dan konseling Islam, asas ini bertumpu pada keteladanan Rasulullah Saw. Rasulullah Saw merupakan sosok pemecah masalah efektif, sehingga berbagai masalah sahabat ketika itu dapat dipecahkan melalui percontohan (keteladanan) Rasulullah Saw.
Al-Quran Surat Al-Ahzab ([33]:21) menjelaskan: “Bahwa di dalam diri Rasul Saw. terdapat contoh teladan yang baik bagimu.” Untuk itu pembimbing atau konselor harus memulai dari diri sendiri (ifda’ bi nafsik) agar dapat menjadi pemecah masalah yang efektif dan bisa dicontoh (diteladani) oleh klien.


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Asas-asas bimbingan dan konseling merupakan sebuah dasar yang dijadikan pedoman dalam melaksanakan pelayanan/kegiatan bimbingan dan konseling. Ada dua belas asas yang mendasari layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling, asas-asas tersebut sesuai dengan apa yang sudah dikemukakan diatas. Kedua belas asas bimbingan dan konseling tersebut pada dasarnya menegaskan bahwa para konselor merupakan para ahli yang memiliki kemampuan untuk membimbing konselinya, baik secara ikhlas maupun professional sehingga mereka mampu meningkatkan taraf kehidupannya yang lebih baik, terutama berkaitan dengan persoalan mentalitas konseli, baik dalam menghadapi lingkungannya maupun orang-orang yang ada di sekelilingnya.

3.2 Saran

Sebagai pelaksana pendidikan atau bisa disebut sebagai seorang guru (pembimbing) dan calon guru (mahasiswa jurusan pendidikan) hendaklah bertanggungjawab atas keberhasilan siswa dalam rangka mencetak kepribadian yang luhur. Dalam melakukan bimbingan, asas bimbingan dan konseling merupakan hal penting yang harus dipegang teguh oleh para konselor/guru pembimbing dalam memberikan pelayanan pada konseli/siswa.



DAFTAR PUSTAKA

Alquran al Karim
Hasibuan, Malayu S.P. 2006. Manajemen: Dasar, Pengertian, dan Masalah. Jakarta: PT. Bumi Aksara
Ketut Sukardi, Dewi& Desak P.E Nila Kusmawati. 2008. Proses Bimbingan di Sekolah: Untuk Memperoleh Angka Kredit. Jakarta: Rineka Cipta.
Tohirin. 2013. Bimbingan dan Konseling Di Sekolah dan Madrasah (Berbasis Integrasi). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.