• RSS
Riyc's Blog

Wednesday, 30 December 2015

Evaluasi Kurikulum

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kurikulum merupakan bagian dari pendidikan dalam lingkup yang luas. Kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan. Mengevaluasi keberhasilan sebuah pendidikan berarti juga mengevaluasi kurikulumnya. Hal ini berarti bahwa evaluasi kurikulum merupakan bagian dari evaluasi pendidikan, yang memusatkan perhatiannya pada program-program untuk peserta didik. Sedangkan evaluasi merupakan bagian penting dalam proses pengembangan kurikulum, baik dalam pembuatan kurikulum baru, memperbaiki kurikulum yang ada atau menyempurnakannya. Evaluasi yang tepat dan berkelanjutan sangat diperlukan untuk mendukung terwujudnya fase pengembangan ini dengan efektif dan bermakana. Dari hasil-hasil evaluasi ini lah pihak pengembang dapat mengadakan perbaikan dan penyesuaian sebelum kurikulum yang baru tersebut terlanjur disebarluaskan secara nasional. Menurut Hamid Hasan (1988:13) evaluasi adalah suatu proses pemberian pertimbangan mengenai nilai dan arti sesuatu yang dipertimbangkan. Jadi dengan demikian, evaluasi kurikulum adalah suatu proses evaluasi terhadap kurikulum secara keseluruhan baik yang bersifat makro atau ruang lingkup yang luas (ideal curriculum) maupun lingkup mikro (actual curriculum) dalam bentuk pembelajaran.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian evaluasi kurikulum ?
2. Apa saja macam macam evaluasi kurikulum ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari evaluasi kurikulum
2. Untuk mengetahui macam macam dari evaluasi kurikulum



BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Evaluasi Kurikulum
Evaluasi kurikulum tidak terlepas dari beberapa istilah yang senada bahkan sering dipertukarkan maknanya , yaitu evaluasi, penilaian, pengukuran dan tes. Melihat dari padanan kata, evaluasi berasal dari bahasa inggris yakni “evaluation” sedangkan penilaian disebut juga “assessment”, pengukuran adalah “measurement” sedangkan tes dalam bahasa inggri disebut “test”. Keterkaitan antara evaluasi dan pengukuran adalah terdapat beberapa ukuran yang terstandar seperti meter, kilogram, takaran dan lain-lain.

Definisi dari Evaluasi Kurikulum Menurut para ahli
  1. Oliva (1983) Evaluasi adalah alat untuk menentukan keputusan apa yang perlu dikembangkan dan untuk menentukan keputusan apa yang perlu dikembangkan dan untuk memberikan dasar efek-efek yang berkembang.
  2. Hamid Hasan (1988 : 13) Evaluasi adalah suatu proses pemberian pertimbangan mengenai nilai dan arti sesuatu yang dipertimbangkan. Kurikulum itu sendiri merupakan bagian dari lingkup yang luas. Kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan.
  3. Tyler (1949) evaluasi kurikulum adalah upaya untuk menentukan tingkat perubahan yang terjadi pada hasil belajar (behavior).
  4. Orint (1993) evaluasi kurikulum yaitu memberikan pertimbangan berdasarkan kriteria yang disepakati dan data yang diperoleh di lapangan.Cronbach (1980) evaluasi kurikulum yaitu proses pemeriksaan sitematis terhadap peristiwa yang terjadi pada waktu suatu kurikulum dilaksanakan dan akibat dari pelaksanaan kurikulum tersebut.
  5. Meyer (1989) evaluasi kurikulum sebagai suatu usaha untuk memahami apa yang terjadi dalam pelaksanaan dan dampak dari kurikulum.

Jadi, evaluasi kurikulum merupakan suatu proses evaluasi terhadap kurikulum secara keseluruhan baik yang bersifat makro atau ruang lingkup yang laus (ideal curriculum) maupun lingkup mikro (actual curriculum) dalam bentuk pembelajaran. Kurikulum merupakan bagian dari pendidikan dalam lingkup yang luas. Kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan. Mengevaluasi keberhasilan sebuah pendidikan berarti juga mengevaluasi kurikulumnya. Hal ini berarti evaluasi kurikulum merupakan bagian dari evaluasi pendidikan, yang memusatkan perhatiannya pada program-program untuk peserta didik. Hasil evaluasi kurikulum bermanfaat bagi penentu kebijakan dalam menentukan keputusan untuk melakukan perbaikan ataupun perubahan kurikulum. Evaluasi merupakan bagian penting dalam proses pengembangan kurikulum, baik dalam pembuatan kurikulum baru, memperbaiki kurikulum yang ada atau menyempurnakannya. Evaluasi pelaksanaan kurikulum tidak hanya mengevaluasi hasil belajar peserta didik dan proses pembelajarannya, tetapi juga rancangan dan pelaksanaan kurikulum, kemampuan dan kemajuan siswa, sarana dan prasarana, serta sumber belajarnya. Hasil kurikulum dapat digunakan sebagai penentu kebijakan pendidikan pada tingkat pusat, daerah dan sekolah untuk memperbaiki kekurangan yang ada dan meningkatkan hasil yang optimal.

Evalusi kurikulum merupakan salah satu komponen kurikulum. Dalam pengertian terbatas, evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa tingkat ketercapaian tujuan-tujuan pendidikan yang ingin diwujudkan melalui kurikulum yang bersangkutan.Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas, evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa kinerja kurikulum secara keseluruhan ditinjau dari bebagai kriteria. Indikator kinerja yang dievaluasi tidak hanya terbatas pada evektifitas saja, namun juga relevansi, efisiensi, kelaikan (feasibility) program.

Pada bagian lain, dikatakan bahwa luas atau tidaknya suatu program evaluasi kurikulum sebenarnya ditentukan oleh tujuan diadakannya evaluasi kurikulum. Apakah evaluasi tersebut ditunjukan untuk mengevaluasi keseluruhan sistem kurikulum atau komponen-komponen tertentu saja dalam sistem kurikulum tersebut. Salah satu komponen kurikulum penting yang perlu dievaluasi adalah berkenaan dengan proses dan hasil belajar siswa.

Evaluasi kurikulum juga bervariasi, bergantung pada dimensi-dimensi yang menjadi fokus evaluasi. Salah satu dimensi yang sering mendapat sorotan adalah dimensi kuantitas dan kualitas. Instrumen yang digunakan untuk mengevaluasi dimensi kuantitatif, seperti tes standar, tes prestasi belajar, tes diagnostik dan lain-lain. Sedangkan, instrumen untuk mengevaluasi dimensi kualitatif dapat digunakan , questionnare, inventori, interview, catatan anekdot dan sebagainya.

Evaluasi kurikulum memegang peranan penting, baik untuk menentukan kebijakan pendidikan pada umumnya maupun untuk pengambilan keputusan dalam kurikulum itu sendiri. Hasil-hasil evaluasi kurikulum dapat digunakan oleh para pengembang kurikulum dalam memilih dan menetapkan kebijakan pengembangan sistem pendidikan dan pengembangan model kurikulum yang digunakan.
Hasil-hasil evaluasi kurikulum juga dapat digunakan oleh guru-guru, kepala sekolah dan para pelaksana pendidikan lainnya dalam memahami dan membantu perkembangan peserta didik memilih bahan pelajaran, memilih metode dan alat-alat bantu pelajaran, memilih metode dan alat-alat bantu pelajaran, cara penilaian serta fasilitas pendidikan lainnya (diambil dari Nana Syaodih Sukmadinata, 1997)

B. Tujuan Evaluasi Kurikulum
Dalam arti luas evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa kinerja kurikulum secara keseluruhan ditinjau dari beberapa aspek yaitu efektivitas, relevansi, efisiensi, dan kelayakan (feasibility) program. Evaluasi dalam pengembangan kurikulum dimaksudkan untuk keperluan:
  1. Perbaikan program Evaluasi bersifat konstruktif karena informasi hasil evaluasi dijadikan input bagi perbaikan pengembangan program kurikulum.
  2. Pertanggung jawaban kepada berbagai pihak Pada fase pengembangan kurikulum diperlukan pertanggung jawaban sosial, ekonomi, dan moral berupa kekuatan dan kelemahan kurikulum serta upaya untuk mengatasinya dari berbagai pihak yang mensponsori kegiatan pengembangan kurikulum dan yang menjadi konsumen dari kurikulum yang telah dikembangkan.
  3. Penentuan tindak lanjut hasil pengembangan Tindak lanjut hasil pengembangan kurikulum dapat berbentuk jawaban.


C. Pendekatan dalam evaluasi kurikulum
Selanjutnya, Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan tiga pendekatan dalam evalausi kurikulum yaitu:

1) Pendekatan penelitian (analisis komparatif);
Menurut sukmadinata (2008) pendekatan evaluasi kurikulum yang menggunakan model penelitian di dasarkan atas metode tes psikologi dan eksperimen lapangan. Tes psikologis atau psikometris pada umumnya mempunyai dua bentuk, yaitu tes intelegency yang ditunjukkan untuk mengukur kemampuan bawaan, serta tes hasil belajar yang mengukur prilaku skolastik. Eksperimen lapangan dalam pendidikan, dimulai pada tahun 1930 dengan menggunakan metode yang biasa digunakan dalam penelitian botani pertanian. Model eksperimen dalam botani pertanian dapat diguanakan dalam pendidikan, anak dapat disamakan dengan benih sedangkan kurikulum serta berbagai fasilitas dan sistem sekolah dapat disamakan dengan tanah dan pemeliharaannya. Untuk mengetahui tingkat kesuburan benih (anak) serta hasil yang dicapai pada akhir program percobaan dapat digunakan tes (pretest dan postest)

2) Pendekatan objektif;
Dalam pendekatan objektif evalausi merupakan bagian yang sangat penting dari proses pengembangan kurikulum. Kurikulum tidak dibandingkan dengan kurikulum lain tetapi diukur dengan seperangkat objektif (tujuan khusus). Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam pengembangan model objektif yaitu:
1. Ada kesepakatan tentang tujuan-tujuan kurikulum
2. Merumuskan tujuan-tujuan tersebut dalam perbuatab siswa
3. Menyusun materi kurikulum yang sesuai dengan tujuan tersebut
4. Mengukur kesesuaian antara perilaku siswa dengan hasil yang diinginkan.

3) Pendekatan campuran multivariasi.
Strategi evaluasi yang menyatukan unsur-unsur dari model tylor dan bloom, metode-metode tersebut masuk ke bidang kurikulum dari proyek evaluasi. Langkah-langkah pendekatan multivariasi yaitu:
1. Mencari sekolah yang berminat untuk di evaluasi atau yang diteliti
2. Melaksanakan program
3. Sementara tim penyusun, menyusun tujuan yang meliputi semua tujuan dari pengajaran
4. Bila semua informasi yang diharapkan telah terkumpul, maka mulailah pekerjaan komputer
5. Tipe analisis dapat juga digunakan untuk mengukur pengaruh dari beberapa variabel yang berbeda

Di samping itu, terdapat beberapa model evaluasi kurikulum, diantaranya adalah model CIPP (Context, Input Process dan Product) yang bertitik tolak pada pandangan bahwa keberhasilan program pendidikan dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti: karakteristik peserta didik dan lingkungan, tujuan program dan peralatan yang digunakan, prosedur dan mekanisme pelaksanaan program itu sendiri. Evaluasi model ini bermaksud membandingkan kinerja (performance) dari berbaga dimensi program dengan sejumlah kriteria tertentu, untuk akhirnya sampai pada deskripsi dan judgment mengenai kekuatan dan kelemahan program yang dievaluasi.

Model ini dikembangkan oleh Stufflebeam (1972) menggolongkan program pendidikan atas empat dimensi, yaitu: Context, Input, Process dan Product. Menurut model ini keempat dimensi program tersebut perlu dievaluasi sebelum, selama dan sesudah program pendidikan dikembangkan. Penjelasan singkat dari keempat dimensi tersebut adalah, sebagai berikut:
  1. Context; yaitu situasi atau latar belakang yang mempengaruhi jenis-jenis tujuan dan strategi pendidikan yang akan dikembangkan dalam program yang bersangkutan, seperti; kebijakan departemen atau unit kerja yang bersangkutan, sasaran yang ingin dicapai oleh unit kerja yang bersangkutan, dan sebagainya.
  2. Input; bahan, peralatan, fasilitas yang disiapkan untuk kerperluan pendidikan, seperti: dokumen kurikulum, dan materi pembelajaran yang dikembangkan, staf pengajar, sarana dan pra sarana, media pendidikan yang digunakan dan sebagainya.
  3. Process; pelaksanaan nyata dari program pendidikan tersebut, meliputi: pelaksanaan evaluasi yang dilakukan oleh para pengajar, pengelolaan program, dan lain-lain.
  4. Product; keseluruhan hasil yang dicapai oleh program pendidikan, mencangkup: jangka pendek dan jangka pendek dan jangka lebih panjang.

Berbagai cara untuk melakukan evaluasi kurikulum, terutama berkaitan dengan aspek yang di evaluasi, alat pengumpulan data dan prosedur yang digunakan, kriteria yang di pertimbangkan, serta penggunaan pemahaman untuk mengambil keputusan. Sehubungan dengan itu, terdapat dua pendekatan evaluasi kurikulum, yakni pendekatan mainstream, dan pendekatan transformasi. Pendekatan yang digunakan dalam evaluasi kurikulum bergantung pada bagaimana guru menjawab lima pertanyaan penting berikut ini:(1) siapakah yang membuat keputusan evaluasi?; (2) pertanyaan apakah yang harus di jawab dalam pengembangan kurikulum?; (3) bagaimana data dikumpulkan dan dianalisis?; (4) kriteria apakah yang akan digunakan untuk menafsirkan dan mempertimbangkan data?; serta (5) siapa yang menganalisis data, membuatkeputusan, dan menggunakan keputusan?

Jawaban guru mainstream terhadap pernyataan di atas adalah (1) yang membuat keputusan evaluasi adalah ahli evaluasi dan ahli materi, baik pada level nasional maupun local; dalam hal ini guru merupakan pembuat keputusan yang paling utama; (2) pertanyaan yang harus dijawab berkaitan dengan pendekatan mainstream terhadap kurikulum; mungkin menghasilkan pengembangan pembelajaran independen , demokratis dan menyenangkan; (3) data dikumpulkan dan dianalisis berdasarkan tujuan dan standar test sebagai bentuk dominan dari pengumpulan data sejak diterapkan pada adanya seperangkat indicator belajar yang standar; (4) kriteria dominan yang di gunakan untuk menafsirkan dan memutuskan data adalah keefektifan, yang di perluas dengan standar yang di temukan. Hal tersebut di perlukan, karena akhir-akhir ini perhatian lebih di berikan terhadap isu persamaan terhadap akses dan keberhasilan, misalnya masalah ujian akhir nasional (UAS); (5) pengolah data, pembuat keputusan, dan pengguanaan keputusan adalah guru-guru yang menggunakan data untuk mengidentifikasi standar atau tujuan-tujuan yang sulit di capai oleh peserta didik dan mengidentifikasi peserta didik yang bermsalah.

Sedangkan jawaban guru transformasi adalah (1) kepeutusan evaluasi di buat oleh peserta didik, guru, administrator, orang tua, dan anggota masyarakat yang berpartisipasi aktif dalam nenentukan standar nasional, dan standar local yang harus diprioritaskan, standar lain yang harus dimaksudkan, bentuk inquiri yang digunakan , dan siapa yang harus dilibatkan dalam penafsiran data: (2) pertanyaan yang di jawab berkaitan dengan; (a) kualitas perencanaan dan praktek kurikulum, (b) kualitas kehidupan dan lingkungan sekolah peserta didik, dan (c) kualitas belajar. Penilaian transformasi memandang kurikulum sebagai Sesuatu yang kompleks dari praktek, proses, dan keluaran (hasil) pembelajaran; (3) data di kumpulkan di analisis oleh evaluator dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif terhadap data tentang kurikulum dan pembelajaran; (4) kriteria yang di gunakan untuk menafsirkan dan memutuskan data mencakup: (a) indicator teknis, seperti keseimbangan, kenyamanan, efisiensi, dan efektifitas; (b) kriteria pedagogis, seperti pengembangan kesempatan untuk belajar bersama; serta (c) indicator kriteria, seperti kesempatan untuk seluruh peserta didik, tidak diskriminasi, bentuk alternatif dari penafsiran, kapasitas emansipasi dari isi, dan kegiatan kurikulum; (5) pengolah data, pembuatan keputusan, dan penggunaan keputusan adalah setiap orang yang terlibat dalam perencanaan dan perancangan kurikulum.

Dengan menggunakan lima pertanyaan dasar tentang evaluasi kurikulum di atas, marilah kita mempertimbangkan bagaimanakah pendekatan tranformatif terhadap perancangan kurikulum, dan pengembangan kurikulum di kelas.

1. Menilai Rancangan Kurikulum
Rancangan kurikulum harus di arahkan dan diprioritaskan terhadap program pembelajaran, dan layanan sebagai kerangka kerja untuk perencanaan kelas. Ketika membangun suatu rancangan kurikulum, guru harus di libatkan secara langsung dalam proses dialog. Ini garis besar yang menjadi poin-poin referensi di masa depan yang dapat di bandingkan kemajuannya dengan kriteria dari kurikulum yang baik.
  • Keputusan evaluasi seharusnya dibuat oleh setiap orang yang terlibat dalam perencanaan. Dalam hal ini anggota sekolah, orang tua, administrator, anggota masyarakat, dan barangkali orang-orang perguruan tinggi setempat dapat membentuk tim evaluasi kurikulum. Jika dalam kelompok tersebut tidak ada yang terlatih dalam hal evaluasi, maka langkah pertama adalah mengadakan pelatihan.
  • Beberapa pertanyaan berikut perlu di jawab dalam kaitannya dengan evaluasi kurikulum: (1) siapa yang harus dan tidak harus dilibatkan dalam perancangan kurikulum?; (2) masalah dan isu apa yang perlu di jadikan sasaran? (standar, tujuan, asumsi, organisasi kunci, ilustrasi scenario); (3) bagaimanakah kelompok membagi tugas dengan anggota sekolahdan anggot masyarakat dalam menganalisis rancangan, rancangan alternative dengan , standar kompetensi nasional dan local, serta kaitannya dengan pemuda sekarang dan masa depan?
  • Pengumpulan data dilakukan untuk mendeskripsikan sebuah rancangan kelompok termasuk observasi dan rekaman dari setiap pertemuan. Menganalisis data mental, termasuk mengidentifikasi isu-isu rancangan khusus .

Kriteria yang digunakan untuk menafsirkan dan memutuskan data mencangkup: kejelasan bahasa dan pikiran, cakupan yang komperehensif, kelayakan, koherensi, efisiensi, kenyamanan, keaslian, keterlibatan, efektifitas, keinklusifan, dan kesamaan. Sehubungan dengan itu, pengolah data, pembuatan keputusan, dan penggunaan keputusan tentang evaluasi sebuah rancangan kurikulum memerlukan beberpa orang yang harus dilibatkan dalam menganalisis data.

Tujuan utama pelibatan anggota sekolah dalam perancangan kurikulum adalah untuk menciptkan kondisi umum terhadap perencanaan kurikulum. Karnaperbedaan antara perancangan kurikulum juga di gunakan untuk mengevaluasi perencanaan kurikulum. Tantangn disini adalah bahwa pemecahan masalah dan pemikiran guru sering merupakan kegiatan pribadi, padahal itu akan mempengaruhi dalam pengembangan kurikulum; mengapa mereka menekankan pada suatu informasi atau bahan tertentu, atau bagaimana mereka memandang peserta didiknya dalam kaitannya dengan penafsiran terhadap rancangan kurikulum.

Beberapa hal yang harus ydi jadikan bahan pertimbangan dalam menilai rancangan kurikulum adalah sebagai berikut.
  1. Pemain utama dalam evaluasi adalah guru; tetapi kepala sekolah, supervisor, dan konsultan juga memiliki kepentingan dalam proses evaluasi, karti itu mereka perlu memahami hubungan antara perancangan, perencanaan guru, dan kondisi kelas secara khusus.
  2. Pertimbangkanlah beberapa pertanyaan ini; (1) bagaimana guru menafsirkan tujuan, rasional, dan konsep kunci terhadap rancangan kurikulum, (2) bagaimanakah guru menafsirkan minat dan kesiapan peserta didik dalam memahami materi dan membentuk kompetensi? (3) apakah guru merasa nyaman dengan kompetensi dasar dan materi standar, dan strategi belajar yang digunakan?
  3. Analisis dan pengumpulan data dapat dilakukan dengan (1) melakukan analisis isi terhadap jurnal untuk mengidentifikasi ide-ide yang di pertimbangkan, dan kriteria yang di gunakan, serta (2) mewawancarai guru tentang alasan mereka memiliki menjadi guru, dan apa yang mereka lakukan dalam kegiatan pembelajaran.
  4. Kriteria untuk menilai kualitas guru dalam perencanaan kurikulum sama dengan kriteria yang disarankan dalam perancangan kurikulum.
  5. Pengolah data, pembuat kepeutusan, data penggunaan kepeutusan bertugas mengumpulkan data. Dalam melaksanakan tugasnya mereka harus melibatkan guru dalam menilai pembelajaran yang dilakukan.


2. Menilai Pengembangan Kurikulum di Kelas.
Setiap guru memiliki kepercayaan, dan pandangan terhadap kurikulum, serta menguji dan merefleksikan kurikulum, yang mencangkup perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Terdapat beberapa alasan untuk mengivaluasi pengembangan kurikulum di kelas dalam kaitannya dengan guru dan kurikulum. Alasan tersebut adalah sebagai berikut.

Pertama, kerja kurikulum transformatif adalah membangun kelompok anggota sekolah dan masyarakat sekitar. Kedua peserta didik mengalami kurikulum transformative sebagai kluster isi, kegiatan, bahan, lingkungan, dan iklim. Ketiga, kurikulum transformative diekspresikan melalui budaya sekolah.

Hal yang harus diperhatikan dalam menilai hasil belajar peserta didik adalah sebagai berikut. Pertama, apakah tes ini telah mengukur seluruh isi kurikulum. Kedua, apakah evaluasi dilakukan secara rasional dan efesien. Ketiga, apakah evaluasi yang dilaksanakan telah mengukur standar nasional dan local yang kompleks dalam berbagai cara. Guru, anggota sekolah, orang tua, dan seluruh anggota masyarakat perlu dilibatkan dalam menilai hasil belajar peserta didik dan keluaran kurikulum lain. Orang tua dan anggota masyarakat yang berpartisipasi dalam perencanaan dan penilaian hasil belajar peserta didik akan lebih menyadari tingkat kesulitan alami dari evaluasi pendidkan di sekolah.
Cara pengumpulan data tentang pemahaman pribadi peserta didik terhadap ide-ide, serta cara berpikir berbuat. Hal tersebut antara lain dapat dilakukan dengan melakukan tes, baik tes lisan, tulisan, maupun tes perbuatan atau dengan cara non tes seperti penilaian portopolio, wawancara, dan ceklist. Kriteria yang di gunakan untuk menafsirkan dan mempertimbangkan data. Meskipun demikian, banyak alternative yang dapat di gunakan untuk menafsirkan dan mempertimbangkan data.
Pengolah data, pembuat keputusan, dan penggunaan keputusan yng pertama adalah peserta didik yang harus aktif dalam menganalisis dan mempertimbangkan kegiatan belajar. Di samping itu, orang tua dan anggota masyarakat sebaiknya dilibatkan dalam pengolah data, pembuatan keputusan dan penggunaan keputusan hasil evaluasi.

D. Jenis-jenis Evaluasi
1. Macam – macam Evaluasi Kurikulum Berdasarkan Bentuk Evaluan
Jenis evaluasi kurikulum yang di kelompokkan berdasarkan karakteristik evaluan terdiri atas :
- Evaluasi konteks
- Evaluasi dokumen
- Evaluasi proses
- Evaluasi produk/hasil

a. Evaluasi Konteks
Evaluasi terhadap konteks berkaitan dengan berbagai aspek yang melahirkan suatu dokumen kurikulum. Dalam situasi tertentu orang melakukan evaluasi mengenai tuntuntan masyarakat terhadap dunia pendidikan dan sering disebut dengan istilah need assesment. Dalam buku ini need assesment adalah salah satu bentuk dari evaluasi konteks. Need assesment dilakukan untuk menentukan apa yang diperlukan masyarakat yang dilayani sekolah. Kebutuhan yang berbeda dengan suatu lingkungan sosial, budaya, ekonomi, ilmu teknologi masyarakat di suatu satuan pendidikan menghendaki adanya KTSP yang berbeda antara kedua satuan pendidikan tadi.

Selain need assesment evaluasi jenis ini adalah evaluasi mengenai kesesuaian antara ide kurikulum dengan lingkungan sosial-budaya dimana suatu kurikulum akan dilaksanakan. Sebagai contoh, evaluasi yang harus dilakuakan oleh sekolah terhadap konteks diperlukan ketika akan mengembangkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Evaluasi terhadap fasilitas yang dimiliki sekolah, kondisi kerja, jumlah guru termasuk kualifikasi dan beban tugas guru, peralatan mengajar, keadaan fisik sekolah, dan sumber belajar yang dimiliki sekolah menentukan KTSP yang harus di kembangkan. Pengembang KTSP harus down to earth berdasarkan kondisi konteks yang dimiliki suatu sekolah. Artinya, suatu satuan pendidikan yang memiliki berbagai faktor dalam konteks berbeda dengan satuan pendidikan lainnya maka suatu satuan pendidikan tidak seharusnya memiliki KTSP yang sama dari satuan pendidikan lainnya.

Evaluasi konteks diarahkan juga terhadap dukungan masyarakat terhadap sekolah. Evaluasi ini berbeda dengan need assesment karena evaluasi konteks terhadap dukungan masyarakat untuk pelaksanaan program yang dikembangkan dari KTSP. Dukungan masyarakat dapat berupa bantuan keuangan, bantuan fasilitas belajar, dan partisipasi dalam kegiatan belajar. Dukungan masyarakat di suatu satuan pendidikan mungkin saja berbeda dengan dukungan yang diperoleh suatu satuan pendidikan lainnya. Evaluasi terhadap dukungan masyarakat menentukan bentuk dan derajat dukungan tersebut. Berdasarkan hasil evaluasi terhadap dukungan dari konteks tadi maka KTSP yang dikembangkan suatu satuan pendidikan harus disesuaikan dengan bentuk dan derajat yang diperolehnya.

b. Evaluasi Dokumen
Evaluasi dokumen memiliki karakteristik tersendiri karena objek evaluasinya adalah sesuatu yang tertulis dan dapat dikaji berulangkali tanpa terpengaruh oleh keterbatasan waktu yang dimiliki pihak pengembang dokumen atau pelaksana dari keputusan dalam dokumen. Evaluasi dokumen terdiri dari evaluasi terhadap dokumen yang dihasilkan oleh pemerintah (pusat) dan dokumen kurikulum yang dihasilkan oleh satu satuan pendidikan terhadap dokumen kurikulum berkenaan dengan proses pengembangan dokumen. Dokumen yang dihasilkan pemerintah adalah dokumen berupa ketetapan peraturan pemerintah, peraturan menteri, keputusan direktur jenderal, edaran direktur jenderal, edaran direktur, dan sebagainya yang memiliki keterkaitan dengan pengembangan kurikulum di satuan pendidikan ataupun di suatu jenjang pendidikan.

Kerangka dasar kurikulum, struktur kurikulum, standar kompetensi, kompetensi dasar, beban belajar, kalender akademik, dan standar kompetensi lulusan adalah sesuatu yang dievaluasi berdasarkan ketetapan dalam dokumen Peraturan Menteri (Permen) Pendidikan Nasional. Oleh karena itu, evaluasi terhadap dokumen ini dapat dilakukan secara terpisah dari dokumen kurikulum yang dihasilkan oleh satuan pendidikan. Evaluasi terhadap komponen-komponen dari Permen Diknas dapat dilengkapi dengan evaluasi terhadap dokumen lain pada tingkat produk hukum yang sama atau berbeda tatapi berpengaruh terhadap pengembangan dokumen kurikulum oleh satuan pendidikan. Peraturan Pemerintah, Peraturan atau Keputusan yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal, direktur, dan dinas pendidikan dapat dievaluasi sebagai evaluasi dokumen. Evaluasi dokumen ini dapat memiliki fokus terhadap sebuah keputusan secara terpisah tetapi dapat juga berfokus pada keterkaitan antara satu keputusan dengan keputusan lain.

Evaluasi dokumen kurikulum yang dihasilkan oleh suatu satuan pendidikan pada dasarnya tidak berbeda dengan evaluasi dokumen yang dikemukakan di atas tetapi beberapa hal perlu mendapatkan perhatian khusus. Sesuai dengan kebijakan yang ditetpkan dalam Peraturan Pemerintah nomer 19 tahun 2005 pasal 17 ayat (2) dikatakan bahwa ‘’sekolah dan komite sekolah, atau madrasah dan komite madrasah, mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan, di bawah supervisi dinas kabupaten/kota yang bertanggung jawab di bidang pendidikan untuk SD, SMP, SMA, dan SMK, dan departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama untuk MI, MTs, MA, dan MAK. Oleh karena kajian dokumen mengenai keterkaitan atau implementasi dari ketetapan mengenai kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan dalam suatu dokumen kurikulum tingkat satuan pendidikan adalah fokus evaluasi kurikulum kritikal.

Evaluasi kesinambungan dalam evaluasi dokumen kurikulum berkenaan dengan kesinambungan antara standar kompetensi, kompetensi dasar dengan komponen dokumen kurikulum lainnya seperti tujuan, konten, proses pembelajaran, dan assesmen hasil belajar. Evaluasi kesinambungan lain yang tak kalah pentingnya dalam evaluasi dokumen ini adalah kesinambungan antara kurikulum satuan pendidikan dengan silabus. Jika kurikulum dikembangkan oleh sekolah maka silabus dikembangkan oleh guru.

c. Evaluasi proses
Evaluasi proses memiliki keunikan karena ia berkenaan dengan kegiatan utama pendidikan. Kegiatan utama pendidikan itu ditandai oleh adanya interaksi dan komunikasi yang sangat terencana antara dua komponen pendidikan yang utama yaitu guru dan peserta didik dengan sumber belajar. Oleh karena itu, perbedaan dengan sifat dokumen maka aktivitas yang dinamakan proses pendidikan itu tidak dapat dikaji berulang-ulang kecuali kalau aktivitas itu berubah bentuk dari aktivitas riil di suatu lingkungan pendidikan kebentuk rekaman tertulis ataupun elektronik. Suatu catatan perlu dikemukakan bahwa rekaman terhadap proses interaksi dan komunikasi tidak pernah mampu mewakili proses keseluruhan proses secara utuh. Keterbatasan alat rekam dan cara merekam menyebabkan hasilnya tidak pernah menggambarkan apa yang terjadi di suatu lingkungan pendidikan secara utuh.

Interaksi dan komunikasi selalu menjadi fokus utama evaluasi proses. Suasana kelas, kelengkapan fasilitas belajar mengajar, jadwal, pekerjaan yang harus dilakukan guru diluar kelas, pekerjaan yang harus dilakukan peserta didik diluar kelas atau sekolah, suasana kerja di sekolah, dan dukungan masyarakat menjadi fokus yang mulai menarik perhatian banyak kajian evalausi kurikulum selain fokus utama. Faktor lain yang mendapatkan perhatian ialah aspek biaya. Kajian terhadap biaya opersional dalam melaksanakan proses adalah sesuatu yang dikaji dengan benefit yang diperoleh atau dengan hasil belajar yang dimiliki peserta didik. Fokus ini menghasilkan model yang has dan dikenal dengan nama cost-benefit evolution dan cost-effectiveness evolution.

d. Evaluasi produk atau hasil
Evaluasi produk atau hasil adalah jenis evaluasi yang mengundang banyaak perhatian evaluator. Walaupun jumlah model evalusi produk tidak sebanyak evaluasi proses, evaluasi hasil menjadi kepedulian pertama para evaluator. Kebijakan mengenai ujian nasional dan ujian sekolah yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2005 adalah berkenaan dengan evalausi produk. Adanya kebijakan tentang EBTA dan EBTANAS adalah gambaran dari kepedulian tersebut. Berbagai pandangan mengenai model kurikulum seperti kompetensi adalah juga gambaran dari kepedulian mengenai produk. Dalam pandangan evaluasi ini bahkan proses dirasakan sebagai sesuatu yang tidak perlu mendapat perhatian terlalu besar. Diantara para ahli kurikulum, stenhouse adalah orang yang selalu mengingatkan bahwa proses adalah jauh lebih penting dibandingkan hasil.

Hasil dibedakan atas dua istilah yaitu output dan outcomes. Output artinya sebagai hasil langsung yang dimiliki peserta didik dari suatu proses pembelajaran disuatu satuan pendidikan. Hasil yang diperoleh dari UN adalah output. Sedangkan outcomes adalah hasil setelah beberapa saat yang bersangkutan menyelesaikan proses pendidikannya disebuah suatu pendidikan.

Kategori lain dalam taksonomi Bloom adalah psikomotorik. Psikomotorik adalah gerak motorik yang sebagai hasil belajar dan bukan gerak motorik yang diperoleh karena kematangan pertumbuhan anak. Seorang anak mampu berjalan bukan karena hasil belajar tetapi karena kematangan pertumbuhan fisik atau biologisnya. Kalau anak tersebut dilatih berjalan dengan cara atau gaya tertentu maka cara berjalan tadi merupakan hasil belajar. Setiap orang normal memiliki kemampuan makan yaitu gerak yang diperlukan untuk mengambil makanan, memasukkannya ke dalam mulut, mengunyah, dan menelan makanan. Jika orang tersebut menggunakan cara tertentu yang dilatih dalam mengambil makanan, cara tertentu mengunyah makanan dan menelannya maka kemampuan tersebut adalah hasil belajar. Gerakan refleks bukanlah gerakan psikomotorik yang dimaksudkan disini karena gerakan refleks bukan gerakan yang dipelajari. Gerakan refleks terjadi akibat sesuatu yang “alami”karena adanya sambungan singkat antara kemampuan kognitif menangkap dan kemampuan motorik melakukan gerakan. Gerakan refleks lebih merupakan sesuatu yang bersifat “defensif” dan bukan sesuatu yang terkondisi atau terlaksana sebagai hasil belajar.

Kemampuan motorik dalam melakukan suatu gerakan dikendalikan oleh pengetahuan dan pemahaman mengenai gerak tersebut, sikap dan keinginan dalam melakukan gerakan tersebut. Dalam konteks tertentu pemahaman terhadap gerak diperlukan dalam waktu yang sangat singkat tapi terlatih dan merupakan pilihan dalam waktu cepat diantara alternatif yang tersedia sebagai reaksi terhadap sti,ulus yang ada. Gerakan yang dipilih tadi disetujui oleh keputusan kognitif dan disenangi oleh keputusan afektif, disalurkan ke otot yang sesuai umtuk melakukan gerakan tertentu dan dengan kecermatan tertentu. Kecepatan dan presisi memang merupakan kemampuan kognitif yang tertinggi. Seorang atlet yang melakukan suatu gerakan tertentu, menentukan cara menendang bola untuk memukul shutle cock, dengan suatu sepak atau pukulan tertentu secara tepat adalah contoh dari kemampuan psikomotorik.

Kategori lain yang berkenaan dengan tujuan pendidikan adalah yang dikembangkan oleh Biggs dan Collins (1982) dan mereka namakan Structure of Learning Outcomes (SOLO) Taxonomy. Bebeda dari taksonomi Bloom yang mencakup tiga ranah dan gardner yang membedakan berbagai integrensi, SOLO Taksonomi hanya berkenaan dengan kemampuan intelegen intelektual. Menurut teori ini maka struktus hasil belajar memiliki3 karakteristik yaitu “capasity”, relating operation”, dan “consistency dan Closure”. Keterbatasan lain yang memiliki oleh teori ini adalah hasil belajar itu sulit diuji dengan bentuk soal lain kecuali uraian. Jawaban yang diberikanterhadap pertanyaanuraian memungkinkan pengungkapan informasi mengenai ketiga karakteristik taksonomi SOLO tersebut.

Dari ketiga karakteristik tersebut SOLO Taksonomy memiliki lima kualitas pengetahuan
• Prestructural
• Unistructural
• Multistructural
• Relational
• Extended abstract

Extended abstract adalah tingkat tertinggi dari kemampuan intelektual. Pada tingkat ini kemampuan untuk abstraksi adalah kemampuan yang memang diperlukan ketika seseorang berfikir. Abstraksi dari kenyataan empirik adalah suatu kualitas kemampuan berpikir yang tidak saja merupakan suatu keterampilan dasar dalam dunia ilmu tetapi juga untuk kehidupan keseharian.

Evaluasi hasil banyak menggunakan tes sebagai alat mengumpulkan informasi. Tes tersebut dikembangkan dengan berbagai bentuk tersebut soal antara lain berbentuk soal objektif dan tes uraian. Keduanya dapat digunakan untuk mengukur banyak aspek kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik tetapi keduanya memiliki kelemahan. Apabila kemampuan yang ingin diukur adalah kemampuan mandiri dari seseorang dalammengorganisasikan pikiran dan menyajikannya dalam suatu model maka maka tes objektif bukan alatnya. Hasil belajar yang ditemukan dalam SOLO Taksonomi, misalnya, memerlukan tes uraian dan bukan tes objektif. Selain itu maka tes objektif dapat digunakan selama persyaratan konsrtuksi butir soalnya terpenuhi.

2. Jenis Evaluasi Kurikulum Berdasarkan Posisi Evaluator
Posisi evaluator terhadap evaluan dijadikan dasar untuk mengembangkan jenis evaluasi kurikulum karena posisi tersebut menghasilkan nomenklatur yang berbeda dalam literatur evaluasi kurikulum. Peerbedaan nomenklatur itu berpengaruh pula dalam model dan prosedur evaluasi yang digunakan. Posisi tersebut membedakan antara evaluasi internal (internal evaluation) dan evaluasi eksternal (external evaluation). Pada masa awal digunakan istilah informal evaluation and formal avaluation tetapi istilah itu tidak populer dan oleh karenanya istilah evaluasi internal dan eksternal lebih banyak digunakan.

Evaluasi internal adalah evaluasi yang dilakukan oleh salah seorang anggota tim pengembang kurikulum. Dia diberi tugas khusus untuk melakukan evaluasi terhadap hasil pekerjaan yang sedang dilakukan. Oleh karena itu, dia harus melakukan pekerjaan selama proses berlangsung baik ketika dalam proses konstruksi kurikulum maupun dalam implementasi kurikulum. Evaluasi dilakukan terhadap produk yang sudah dihasilkan tetapi masih “fluid” dan terbuka untuk penyempurnaan. Oleh karena itu, evaluasi internal lebih banyak berkenaan dengan fungsi formatif, laporan yang diberikan berupa masukan untuk perbaikan ketika proses pengembangan kurikulum masih dalam proses.

a. Evaluasi Internal
Evaluasi internal banyak dilakukan untuk menyempurnakan dokumen kurikulum dan penyempurnaan proses implementasi kurikulum. Ketika suatu dokumen kurikulum dikembangkan maka evaluator seharusnya diikutsertakan sejak awal. Dengan cara ini maka dia dapat menghayati ide kurikulum dengan baik, mengakami keseluruhan proses perkembangan, dan dapat memberikan masukan tanpa perlu kekhawatiran dalam komunikasi. Penghayatannya terhadap ide kurikulum dan pengalamannya bersama dalam proses pengembangan kurikulum memberikan posisi tertentu yang menguntungkan bagi evaluator internal dalam melihat masalah. Posisi sebagai “orang dalam” memudahkan evaluator dalam menyampaikan hasilnya karena dia sudah membangun komunikasi itu sejak pekerjaan dimulai.
Keterdekatan dengan anggota lain dalam tim pengembang dapat menjadi ancaman objektivitas evaluator. Toleransi evaluator terhadap apa yang sudah dilakukan anggota tim lainnya dapat menjadi penghalang bagi objektivitas tersebut. Oleh karena evaluator harus menyadari hal tersebut dan dapat menjaga jarak bukan dalam artian fisik tapi dalam pengertian emosional.

Evaluasi internal terhadap implementasi kurikulum atau proses terkadang disamakan orang dengan monitoring. Fungsinya untuk menemukan faktor-faktor yang memperkuat dan memperlemah implementasi. Sejalan dengan evaluasi dokumen kurikulum maka evaluasi terhadap proses memiliki fungsi formatif yang sangat tinggi. Sebenarnya, suatu implementasi kurikulum tanpa diikuti dengan monotoring atau evaluasi internal sangat bahaya dan rentan terhadap deviasi yang negatif. Jika deviasi itu bersifat negatif dan dapat merusak proses pendidikan, maka monitoring harus dapat memberikan masukan dan alternatif penyelesaian masalah sehingga “kerusakan” dapat diminimalkan.
Pemahaman evaluator atau orang yang melakukan monitoring terhadap ide kurikulum dan karakteristik kurikulum yang sedang dimonitori sangat penting. Bagi mereka, monitoring dapat memahami adanya devisi dan menentukan apakah devisi itu ke arah negatif atau posistif.seseorang yang tidak memahami ide dan karakteristik evaluan akan mengalami kesulitan menentukan arah devisi dan juga memberikan masukan kepada pelaksanaan kurikulum. Apalagi evaluator tersebut harus memberikan masukan segera setelah terjadi pengamatan terhadap proses yang sedang berlangsung.

Meskipun bukan dalam perspektif evaluasi kuantitatif, evaluasi internal atau monitor terhadap proses menuntut evaluator untuk bertindak sebagai instrumen dalam mengolah informasi dan memberikan masukan.apabila evaluator dalam evaluasi proses merupakan bagian dari pelaksanaan langsung yaitu guru maka masukan itu akan mudah karena dia memahami sepenuhnya apa yang terjadi. Jika evaluator internal itu kepala sekolah, dan memang seharusnya kepala sekolah banyak melakukan fungsi ini, maka ada keuntungan yang dimilikinya sebagai kepala sekolah yaituwewenang formal yang dimilikinya.selain itu keterlibatan seorang kepala sekolah sehari-hari dalam operasional sekolah memberikan keuntungan keterdekatan yang bersangkutan dengan para guru.

Keuntungan yang dimiliki kepala sekolah tersebut tidak dimiliki oleh evaluasi internal yang dilakukan pengawas dan pejabat lain di tingkat daerah dan pusat. Keuntungan yang dimiliki pejabat yang bertindak sebagai evaluator internal dalam monitoring adalah sama dengan kepala sekolah dalam wewenang.wewenang formal yang dimiliki dan dilakukan secara positif akan menjadi faktor yang menentukan dalam keberhasilan implementasi. Guru akan mendengar dan segera melakukan masukan yang diberikan sehingga pelaksanaan proses implementasi dapat berjalan sesuai dengan apa yang direncanakan dalam dokumen kurikulum.

Evaluasi internal terhadap hasil belajar dan asesmen dapat dilakukan oleh guru dan kepala sekolah. Keduanya dapat dilakukan bersamaan dengan menggunakan alat pengumpulan informasi yang sama. Pada saat sekarang, Komite Sekolah pun sudah dapat melakukan evaluasi internal terhadap hasil belajar. Pelaksanaan evaluasi internal dan asesmen terhadap hasil belajar dapatdilakukan dalam banyak kesempatan seperti akhir pebahasan suatu materi pelajaran atau sesudah penguasaan suatu kompetensi. Dalam satu semester dapat dilakukan juga evaluasi internal dan asesmen hasil belajr.

Perbedaan evaluasi internal dan asesmen terhadap hasil belajar adalah dalm proses pengolahan data. Dalam evaluasi internal analisis ditujukan untuk menemukan kelemahan dan keunggulan yang dimiiki peserta didik mengenai suatu pokok bahasan atau kompetensi secara keseluruhan kelas (aggregate). Jumlah peserta didik yang memiliki keunggulan dan kekurangan untuk suatu pokok bahasan atau suatu kompetensi. Jika fungsi formatif itu diarahkan pada upaya perbaikan yang bersifat individual (individual teaching) maka analisis data harus dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai keunggulan dan kelemahan setiap individu peserta didik terhadap suatu poko bahasan atau suatu kompetensi. Sesuai dengan fungsinya yang bersifat formatif maka evaluasi internal diarahkn untuk memperbaiki kelemahan dan memperkuat keunggulan.

b. Evaluasi Eksternal
evaluasi eksternal dilakukan oleh seseorang yang tidak terlibat dalam tim pengembangan kurikulum. Evaluator tersebut secara khusus diminta untuk melakukan evaluasi terhadap dokumen, proses atau hasil kurikulum. Kedudukannya sebagai “orang luar” tentu memberikan berbagai keuntungan seperti misalnya dalam hal objektivitas. evaluasi eksternal dengan mudah dapat mengembangkan objektivitas karena dia tidak terlibat dalam proses pengembangan kurikulum dan dengan demikian secara emosional dia dapat menjaga jarak dengan evaluannya.

Kelemahan evaluasi eksternal adalah dalam hal pemahaman mengenai karakteristik evaluan. Evaluator eksternal hanya membaca karakteristik evaluan tersebut dari dokumen yang ada. Tentu saja wawasan yang dimilikinya tidak sedalam evaluator internal yang secara langsung ikut dalam proses dan menghayati proses pengembangan dari dekat. Pemahaman yang diperoleh seorang evaluator eksternal dari bacaan tidak memberi kemungkinan bagi evaluator tersebut untuk memiliki wawasan yang cukup mengenai seluk beluk suatu keputusan yang diyuliskan dalam dokumen. Hal ini adalah sesuatu yang alami dan menyebabkan dia harus waspada ketika melakukan pemaknaan terhadap apa yang dibacanya, dilihatnya, dan diolahnya.

Evaluasi eksternal paling banyak digunakan untuk mengevaluasi proses atau implementasi kurikulum dan evaluasi produk/hasil kurikulum. Dalam kedua jenis evaluasi tersebut, evaluasi eksternal dapat berfungsi sebagai evaluasi formatif maupun evaluasi sumatif. Fungsi yang digunakan tergantung pada waktu evaluasi itu dilaksanakan. Jika evaluasi dilakukan pada waktu kurikulum masih memiliki kemungkinan untuk diperbaiki (masih baru dilaksanakan dan masih relevan dengan kebutuhan masyarakat), maka evaluasi formatif dilaksanakan. Jika relevansi kurikulum dengan masyarakat dipertanyakan maka apakah evaluasi menenmukan hal-hal yang kritikal berkaitan dengan relevansinya sehingga pertanyaan evaluasi berkenaan dengan apakah kurikulum masih perlu dipertahankan ataukah bagian mana dari kurikulum yang perlu penyempurnaan untuk revisi kurikulum. Memang untuk menentukan fungsi formatif ataukah sumatif dilakukan pada bagian awal dan menuntut ketegasan dari para pemakai jasa evaluasi.

Berbagai model evaluasi kurikulum dan pendekatan dalam evaluasi kurikulum dikembangkan untuk mereka yang berstatus sebagai evaluator eksternal. Evalausi kualitatif yang mensyarakatkan evaluator eksternal. Evaluasi kualitatif yang mensyaratkan evaluator berada di lapangan dan paham mengenai keadaan lapangan serta menempatkan evaluator sebagai instrument dikembangkan untuk evaluasi eksternal. Oleh karena itu, bnyak evaluator menyabut evaluasi eksternal ini sebagai formal evaluation. Adanya etika yang dikembangkan oleh berbagai organisasi evaluasi, standar yang digunakan untuk mengevaluasi suatu pekerjaan evaluasi, dan adanya kontrak memberi petujuk jelas bahwa evaluasi eksternal menjadi evaluasi kurikulum yng sangant dihormati.

3. Jenis Evaluasi Kurikulum berdasarkan metodologi
Evaluasi kurikulum adalah suatu sub-studi dalam kurikulum. Oleh karena itu, pengaruh pendekatan yang digunakan dalam studi kurikulum berpengaruh pula terhadap evaluasi kurikulum. Metodologi yang dikembangkan dari tradisi kuantitatif pada mulanya merupakan metodologi satu-satunya dalam evaluasi. Seperti telah dikemukakan dibagian bab terdahulu maka dalam tradisi ini pengukuran dan tes yang diterima evaluasi kurikulum dari tadisi psikometrik sangat dominan. Kiranya dapat dikatakan bahwa setiap kali orang berbicara mengenai metodologi untuk evaluasi kurikulum maka yang dimaksudkan adalah metodologi dari tradisi kuantitatif tersebut.

Pada perkembangan berikutnya, terutama di akhir tahun 60-an perkembangan metodologi yang dikembangkan dari pandangan filosofi fenomenologi. Pandangan filosofi ini melahirkan apa yang kemudian dikenal dengan nama pendekatan kualitatif. Perbedaan pandangan dalam melihat kebenaran dan tujuan evaluasi kurikulum terjadi. Dunia evaluasi kurikulum mengenal adanya pandangan baru yang dikembangkan dari pendekatan kualitatif, model-model evaluasi kurikulum pun dikembangkan betrdasarkan pandangan filosofi dan pendekatan ini.

Dari perkembangan yang terjadi maka kedua pendekata tersebut melahirkan kategori baru dalam evaluasi kurikulum. Pendekatan kuantitatif melahirkan berbagai metode dan model evaluasi kurikulum kuantitatif sedangkan pendekatan kualitataif melahirkan brbagai metode dan model evaluai kualitatif. Metode kuantitatif dan kualitatif digunakan untuk berbagai jenis evaluasi yang telah dibahas dibagian awal bab ini. Oleh karena itu, terminologi evaluasi kuantitatif dan evaluasi kualitatif adalah istilah yang berkembang dalam literatur evaluasi kurikulum.

a) Evaluasi Kuantitatif
Adapun ciri yang menonjol dari evalusi kuantitatif adalah penggunaan prosedur kuantitatif untuk mengumpulkan data sebagai konsekuensi penerapan pemikiran paradigma positivisme. Sehingga model evaluasi kuantitatif yang ada menekankan peran penting metodologi kuantitatif dan penggunaan tes. Ciri berikutnya dari model kuantitatif adalah tidak digunakannya pendekatan proses dalam mengembangkan kriteria evaluasi. Model-model pendekatan kuantitatif yaitu

1. Model black box tyler
Model ini dibangun atas 2 dasar yaitu evaluasi yang ditujukan krpada peserta didik dan evaluasi harus dilakukan pada tingkah laku awal peserta didik sebelum suatu pelaksanaan kurikulum serta pada saat peserta didik telah melakukan kurikulum tersebut. Pada 2 prinsip ini tyler mengatakan bahwa evaluasi kurikulum yang sebenarnya hanya berhubungan dengan dimensi hasil belajar.

2. Model teoritik taylor dan maguire
Model ini lebih mendasarkan pada perkembangan teoritik yang melibatkan variabel dan langkah yang ada dalam proses pengembangan kurikulum, yaitu:
  1. mengumpulkan data objektif yang dihasilkan dari berbagai sumber mengenai komponen tujuan, lingkungan, personalia, metode, konten, hasil belajar langsung maupun hasil belajar dalam jangka panjang.
  2. Pengumpulan data yang merupakan hasil pertimbanga individual mengenai kualitas tujuan, masukan dan hasil belajar


3. Model pendekatan sistem alkin
Dua hal yang harus diperhatikan oleh evaluator dalam model ini yaitu pengukuran dan kontrol variabel, alkin membagi model ini atas 3 komponen yaitu masukan, proses yang dinamakannya dengan istilah perantara dan keluaran (hasil)

4. Model countenance stake
Adalah model pertama evaluasi kurikulum yang dikembangkan oleh stake yang mendasarkan model ini pda evaluasi formal, evaluasi formal adalah evalausi yang dilakukan oleh pihak luar yang tidak terlibat dengan evaluan. Model ini terdiri atas 2 matriks yaitu matriks deskripsi dan pertimbangan

b) Evaluasi kualitatif
Model ini menggunakan metodologi kualitatif dalam pengumpulan data evaluasi. Metodologi kualitatif berkembang dari filsafat fenomenologi. Ciri has model ini yaitu selalu menempatkan proses pelaksanaan kurikulum sebagai fokus utama evaluasi, berikut jenis evaluasi kualitatif
  1. Model Study kasus, model ini memusatkan perhatiannya kepada kegiatan pengembangan kurikulum disatu satuan pendidikan.
  2. Model illuminatif, mendasarkan dirinya pada paradigma antropologi sosial. Model illuminatif memberikan perhatian terhadap lingkungan luas dan bukan hanya kelas dimana suatu inovasi kurikulum dilaksanakan.
  3. Model responsive, model ini merupakan pengembangan lebih lanjut model countenancenya stake, meskipun beberapa hal terdapat perbedaan yang prinsipil.




BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Kategori jenis evaluasi ini dibangun atas dasar tiga faktor yaitu bentuk evaluan yang dievaluasi, posisi evaluator terhadap evaluan, dan metodologi evaluasi. Dari kategori karakteristik evaluan dikenal adanya jenis evaluasi yang dinamakan evaluasi ide, evaluasi dokumen, evaluasi proses, dan evaluasi hasil. Dari kategori mengenai posisi evaluator terhadap evaluan dikenal adanya evaluasi internal dan evaluasi eksternal. Sedangkan dari kategori metodologi dikenal adanya evaluasi kuantitatif dan evaluasi kualitatif.

Kategori tersebut bersifat saling berkaitan dan oleh karena evaluasi ide ada yang dilakukan secara internal. Metode yang digunakan ada yang kuantitatif dan ada pula yang kualitatif. Demikian pula halnya dengan evaluasi jenis lainnya.



DAFTAR PUSTAKA

Amri Sofyan dan Lif Khoiru Ahmadi. 2010. Konstruksi Pengembangan Pembelajaran Pengaruh Terhadap Mekanisme & Praktik Kurikulum. Jakarta: PT. Prestasi Pustaka Raya.
Hasan Hamid. 2009. Evaluasi Kurikulum. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.
E.Molyasa. 2009. Implementasi Kurikulum 2004 Panduan Pembelajaran KBK. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.