“Novel Surat Kecil Untuk Tuhan Karya Agnes Davonar”
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Analisis teori mimetik pada novel ”Surat Kecil Untuk Tuhan” karya Agnes Davonar merupakan bentuk penerapan teori mimetik dalam karya sastra. Teori mimetik merupakan teori yang lahir bersamaan dengan masa kejayaan filsuf Yunani. orang yang berpengaruh terhadap lahirnya teori ini adalah Plato dan Aristoteles. Plato merupakan guru dari Aristoteles. Meskipun duru dan murid, keduanya memiliki pandangan yang berbeda. Plato memandang karya sastra sebagai sesuatu yang memiliki nilai lebih rendah daripada karya tukang kayu. Sementara, Arisoteles memandang karya sastra sebagai sesuatu yang memiliki nilai tinggi daripada karya tukang kayu. Definisi mimetik dapat diterangkan dari kutipan, sebagai berikut:
Mimetik berasal bahasa Yunani yang berarti tiruan. Dalam hubungannya dengan kritik sastra mimetik diartikan sebagai pendekatan sebuah pendekatan yang dalam mengkaji karya sastra selalu berupaya untuk mengaitkan karya sastra dengan realitas atau kenyataan. Perbedaan pandangan Plato dan Aristoteles menjadi sangat menarik karena keduanya merupakan awal filsafat alam, merekalah yang menghubungkan antara persoalan filsafat dengan kehidupan (Ravertz, 2007: 12).
B. Sinopsis Novel
Surat kecil untuk tuhan adalah sebuah buku yang diangkat dari kisah nyata perjuangan seorang gadis remaja Indonesia bernama Gita Sesa Wanda Cantika atau Keke melawan kanker ganas.
Gadis cantik, pintar dan mantan artis penyanyi cilik berusia 13 tahun yang menjadi penderita kanker jaringan lunak pertama di Indonesia. Kanker itu menyerang wajahnya yang cantik dan menjadikannya seperti monster, bahkan dokter pun menyatakan kalau hidupnya hanya tinggal beberapa bulan saja.
Tak mau menyerah sang ayah terus berjuang agar Keke dapat lepas dari vonis kematian. Perjuangan sang ayah menyelamatkan putrinya begitu mengharukan. Keke yang menyadari hidupnya akan berakhir kemudian menuliskan surat kecil untuk tuhan untuk terakhir kalinya.
Tuhan memberikan anugerah dalam hidupnya. Keke mampu bertahan bersama kanker itu itu selama tiga tahun lamanya sebelum akhirnya ia menyerah dan pergi meninggalkan orang-orang yang ia cintai. Kisah hidup perjuangan keke diangkat ke layar lebar pada tahun 2011 dan menjadikan film terlaris di tahun yang sama. Menjadikan kisah ini meraih beberapa penghargaan inspiratif dan tentunya menjadi inspirasi bagi siapapun yang menonton dan membacanya.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Teori Mimetik
Jika kita berbicara tentang teori Mimetik, kita tidak dapat terlepas dari pengaruh dua orang filsuf besar dari Yunani, yaitu Plato dan Aristoteles. Plato menganggap bahwa karya seni berada di bawah kenyataan karena hanya berupa tiruan dari tiruan yang ada dipikiran manusia yang meniru kenyataan. Sementara, Aristoteles sebagai murid dari Plato berbeda pendapat. Aristoteles menganggap karya seni adalah berada di atas kenyataan karena karya seni sebagai katalisator untuk menyucikan jiwa manusia.
Menurut Abrams (1976), Pendekatan Mimetik merupakan pendekatan estetis yang paling primitif. Akar sejarahnya terkandung dalam pandangan Plato dan Aristoteles. Menurut Plato, dasar pertimbangannya adalah dunia pengalaman yaitu karya sastra itu sendiri tidak bisa mewakili kenyataan yang sesungguhnya, melainkan hanya sebagai peniruan. Secara hierarkis dengan demikian karya seni berada di bawah kenyataan. Pandangan ini ditolak oleh Aristoteles dengan argumentasi bahwa karya seni berusaha menyucikan jiwa manusia, sebagai katharsis. Di samping itu juga karya seni berusaha membangun dunianya sendiri (Ratna, 2011: 70).
Pandangan Plato mengenai mimetik sangat dipengaruhi oleh pandangannya mengenai konsep ide-ide yang kemudian mempengaruhi bagaimana pandangannya mengenai seni. Plato menganggap ide yang dimiliki manusia terhadap suatu hal merupakan sesuatu yang sempurna dan tidak dapat berubah. Ide merupakan dunia ide yang terdapat pada manusia. Ide oleh manusia hanya dapat diketahui melalui rasio, tidak mungkin untuk dilihat atau disentuh dengan pancaindra. Ide bagi Plato adalah hal yang tetap atau tidak dapat berubah, misalnya ide mengenai bentuk segitiga, ia hanya satu tetapi dapat ditransformasikan dalam bentuk segitiga yang terbuat dari kayu dengan jumlah lebih dari satu. Ide mengenai segitiga tersebut tidak dapat berubah, tetapi segitiga yang terbuat dari kayu bisa berubah (Bertnens, 1979: 13).
Berdasarkan pandangan Plato mengenai konsep ide tersebut, Plato sangat memandang rendah seniman dan penyair dalam bukunya yang berjudul Republic bagian kesepuluh. Bahkan, ia mengusir seniman dan sastrawan dari negerinya karena menganggap seniman dan sastrawan tidak berguna bagi Athena. Mereka dianggap hanya akan meninggikan nafsu dan emosi saja. Pandangan tersebut muncul karena mimetik yang dilakukan oleh seniman dan sastrawan hanya akan menghasilkan khayalan tentang kenyataan dan tetap jauh dari ‘kebenaran’. Seluruh barang yang dihasilkan manusia menurut Plato hanya merupakan copy dari ide, sehingga barang tersebut tidak akan pernah sesempurna bentuk aslinya (dalam ide-ide mengenai barang tersebut). Bagi Plato seorang tukang lebih mulia dari pada seniman atau penyair. Seorang tukang yang membuat kursi, meja, lemari, dan lain sebagainya mampu menghadirkan ide ke dalam bentuk yang dapat disentuh pancaindra. Sedangkan penyair dan seniman hanya menjiplak kenyataan yang dapat disentuh pancaindra (seperti yang dihasilkan tukang), Mereka oleh Plato hanya dianggap menjiplak dari jiplakan (Luxemberg, 1989: 16).
Menurut Plato mimetik hanya terikat pada ide pendekatan. Tidak pernah menghasilkan kopi sungguhan, mimetik hanya mampu menyarankan tataran yang lebih tinggi. Mimetik yang dilakukan oleh seniman dan sastrawan tidak mungkin mengacu secara langsung terhadap dunia ide (Teew, 1984: 220). Hal itu disebabkan pandangan Plato bahwa seni dan sastra hanya mengacu kepada sesuatu yang ada secara faktual seperti yang telah disebutkan di muka. Bahkan, seperti yang telah dijelaskan di muka, Plato mengatakan bila seni hanya menimbulkan nafsu karena cenderung menghimbau emosi, bukan rasio (Teew, 1984: 221).
Aristoteles adalah seorang pelopor penentangan pandangan Plato tentang mimetik yang berarti juga menentang pandangan rendah Plato terhadap seni. Apabila Plato beranggapan bahwa seni hanya merendahkan manusia karena menghimbau nafsu dan emosi, Aristoteles justru menganggap seni sebagai sesuatu yang bisa meninggikan akal budi. “Bila Aristoteles memandang seni sebagai katharsis, penyucian terhadap jiwa. Karya seni oleh Aristoteles dianggap menimbulkan kekhawatiran dan rasa khas kasihan yang dapat membebaskan dari nafsu rendah penikmatnya” (Teew, 1984: 221).
Aristoteles menganggap seniman dan sastrawan yang melakukan mimetik tidak semata-mata menjiplak kenyataan, melainkan sebuah proses kreatif untuk menghasilkan kebaruan. Seniman dan sastrawan menghasilkan suatu bentuk baru dari kenyataan indrawi yang diperolehnya. Dalam bukunya yang berjudul Poetica, Aristoteles mengemukakakan bahwa sastra bukan copy (sebagaimana uraian Plato) melainkan suatu ungkapan mengenai “universalia” (konsep-konsep umum). Dari kenyataan yang menampakkan diri kacau balau seorang seniman atau penyair memilih beberapa unsur untuk kemudian diciptakan kembali menjadi ‘kodrat manusia yang abadi’, kebenaran yang universal. Itulah yang membuat Aristoteles dengan keras berpendapat bahwa seniman dan sastrawan jauh lebih tingi dari tukang kayu dan tukang-tukang lainnya (Luxemberg, 1989: 17).
Pandangan positif Aristoteles terhadap seni dan mimetik dipengaruhi oleh pemikirannya terhadap ‘ada’ dan ide-ide. Aristoteles menganggap ide-ide manusia bukan sebagai kenyataan. Jika Plato beranggapan bahwa hanya ide-lah yang tidak dapat berubah, Aristoteles justru mengatakan bahwa yang tidak dapat berubah (tetap) adalah benda-benda jasmani itu sendiri. Benda jasmani oleh Aristoteles diklasifikasikan ke dalam dua kategori, bentuk dan kategori. Bentuk adalah wujud suatu hal, sedangkan materi adalah bahan untuk membuat bentuk tersebut, dengan kata lain bentuk dan meteri adalah suatu kesatuan (Bertens, 1979: 13).
Mimetik yang menjadi pandangan Plato dan Aristoteles saat ini telah ditransformasikan ke dalam berbagai bentuk teori estetika (filsafat keindahan) dengan berbagai pengembangan di dalamnya. Pada zaman Renaissaince pandangan Plato dan Aristoteles mengenai mimetik saat ini telah dipengaruhi oleh pandangan Plotinis, seorang filsuf Yunani pada abad ke-3 Masehi. Mimetik tidak lagi diartikan suatu pencerminan tentang kenyataan indrawi, tetapi merupakan pencerminan langsung terhadap ide. Berdasarkan pandangan di atas, dapat diasumsikan bahwa susunan kata dalam teks sastra tidak meng-copy secara dangkal dari kenyataan indrawi yang diterima penyair, tetapi mencerminkan kenyataan hakiki yang lebih luhur. Melalui pencerminan tersebut kenyataan indrawi dapat disentuh dengan dimensi lain yang lebih luhur (Luxemberg, 1989: 18).
Konsep mimetik zaman reanaissance tersebut kemudian tergeser pada zaman romantic. Aliran romantic justru memperhatikan kembali yang aneh-aneh, tidak riil dan tidak masuk akal. Apakah dalam sebuah karya seni dan sastra mencerminkan kembali realitas indrawi tidak diutamakan lagi. Sastra dan seni tidak hanya menciptakan kembali kenyataan indrawi, tetapi juga menciptakan bagan mengenai kenyataan. Kaum romantic lebih memperhatikan sesuati dibalik mimetik, misalnya persoalan plot dalam drama. Plot atau alur drama bukan suatu urutan peristiwa saja, melainkan juga dipandang sebagai kesatuan organik dan karena itulah drama memaparkan suatu pengertian mengenai perbuatan-perbuatan manusia (Luxemberg, 1989: 18).
B. Kajian Pendekatan Robert Stanton
Prosa dalam pengertian kesastraan juga disebut fiksi (fiction), yang berarti cerita rekaan atai khayalan. Prosa merupakan karya naratif yang isinya tidak menyarankan kepada kebenaran sejarah. Secara haris besar, prosa fiksi dibagi menjadi dua, yaitu cerpen dan novel. Cerpen atau cerita pendek merupakan prosa yang cara penyampaian permaslahannya lebih pendek dibandingkan dengan novel.cerpen hanya mempunyai efek tunggal, karakter, alur, dan latar yang terbatas, tidak beragam, dan tidak kompleks. Sehingga dalam cerpen tidak muncul degrasi yang sering terjadi pada penyampaian di novel.
Degrasi sendiri berarti peristiwa kecil yang terjadi pada cerita, namun tidak mempunyai pengaruh besar terhadap keruntutan cerita.Sedangkan novel adalah karangan prosa yang memiliki alur kompleks, karakter yang banyak, tema dan permasalahan yang luas, serta latar yang beragam. Karena itulah dalam novel dimungkinkan banyak sekali degrasi-degrasi yang muncul.Dalam pembuatan suatu karangan prosa, terdapat unsur pembangun yang menjadi pegangan penting bagi seorang penulis. Prosa fiksi terdiri atas unsur bentuk dan isi. Unsur bentuk adalah cara yang digunakan pengarang untuk menyampaikan isi. Unsur isi yaitu sesuatu yang disampaikan melalui bentuk tertentu.Menurut Robert Stanton (1965), ia membedakan unsur pembangun prosa fiksi menjadi dua bagian. Unsur pembangun yang pertama fakta cerita, yang merupakan hal-hal yang diceritakan didalam prosa fiksi yang meliputi unsur alur, tokoh, dan latar. Sedangkan unsur pembangun yang kedua, sarana cerita, merupakan hal yang digunakan pengarang untuk memilih detail-detail cerita yang meliputi unsur judul, sudut pandang, dan gaya bahasa atau gaya penceritaan.a. Gaya bahasa, ialah cara pengungkapan seorang pengarang yang khas.
Dapat dilihat melalui bagaimana cara penyampaian pengarang terhadap penjelasan yang dipaparkan dalam cerita.b. Tokoh, yaitu individu rekaan yang mengalami serangkaian persitiwa. Tokoh prosa fiksi dibagi menjadi dua, yaitu tokoh sentral atau tokoh utama, dan tokoh pariferal atau tokoh tambahan.c. Latar, merupakan lukisan peristiwa yang dialami tokoh. Latar bisa dibedakan menjadi tiga macam, latar waktu, tempat, dan suasana.d. Sudut Pandang, adalah cara pengarang menempatkan dirinya dalam sebuah cerita. Ada tiga sudut pandang yang dapat digunakan pengarang, yaitu sudut pandang orang pertama, sudut pandang orang kedua, dan sudut pandang orang ketiga.e. Alur, merupakan peristiwa beruntun yang mempunyai hubungan sebab akibat sehingga cerita merupakan keseluruhan yang padu, bulat, dan utuh. Untuk memperoleh keutuhan cerita, alur biasanya terdiri dari tiga tahap, tahap awal, tengah, akhir.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Analisis novel Surat Kecil Untuk Tuhan menurut pendekatan mimetik
Analisis pendekatan mimetik pada novel ”Surat Kecil Untuk Tuhan” Karya Agnes Davonar disusun berdasarkan sistematika pembahasan, yaitu: 1) identifikasi aspek sosial dalam novel ” Surat Kecil Untuk Tuhan” karya Agnes Davonar, 2) analisis aspek sosial dalam novel ” Surat Kecil Untuk Tuhan” karya Agnes Davonar, 3) membuktikan aspek sosial sebagai bentuk peniruan dari kehidupan nyata dalam novel ” Surat Kecil Untuk Tuhan” karya Agnes Davonar, dan 4) menganalisis aspek sosial dalam novel ” Surat Kecil Untuk Tuhan” karya Agnes Davonar yang dihubungkan dengan dunia nyata.
Dalam novel ”Surat Kecil Untuk Tuhan” karya Agnes Davonar dapat ditemukan beberapa masalah-masalah sosial. Novel ini menceritakan keprihatinan tokoh Ayah yang prihatin kepada anaknya, Keke. Adapun masalah-masalah sosial tersebut antara lain: 1) ada seorang anak kecil yang menghina keadaannya 2) kepedulian sahabat-sahabatnya dengan tokoh Keke dan 3) Percintaan
1. Ada seorang anak yang menghina keadaannya
Dalam novel “Surat Kecil Untuk Tuhan” karya Agnes Davonar. Di gambarkan bahwa keadaan Keke seperti itu dia mempunyai wajah seperti monster. Ketika dia masuk sekolah Keke cuek saja dengan apa yang di deritanya. Ketika Keke mau ke toilet dia melihat anak kecil sedang bermain-main sendirian. Keke langsung menghampiri anak itu. Hal ini dapat dilihat dari penggalan novel sebagai berikut. “Hi adik kecil, kok sendirian? Kabur dari kelas ya? Hehehee.. “ (Agnes Davonar, 2012:55).
Ketika Keke mau menyentuh pipi anak itu yang manis dan imut itu, namun anak itu ketakutan. Lalu anak kecil itu malah lari ke arah kantin dan mendapati ibunya. Anak kecil itu memeluk ibunya dan anak kecil itu menghinanya. Hal ini dapat dilihat dari penggalan novel sebagai berikut. “Mama, wajah kakak itu kenapa? Kok seram sekali seperti monster! ... (Agnes Davonar, 2012:56).
Perihal tokoh Keke dalam novel “Surat Kecil Untuk Tuhan” karya Agnes Davonar tidak hanya terjadi di dalam novel saja. Tapi di dalam dunia nyata juga ada. Sebagai contoh bila ada orang yang sakit yg membuat cacat dirinya maka yang sakit itu akan di hina oleh lain. Padahal orang yang menghina itu belum tentu sempurna dan mempunyai kelebihan.
2. Kepedulian sahabat-sahabatnya dengan tokoh Keke
Dalam novel “Surat Kecil Untuk Tuhan” karya Agnes Davonar. Di temukan juga masalah tentang kepedulian sahabatnya walaupun keadaan tokoh Keke mempunyai wajah yang seperti monster. Hal ini dapat dilihat dari penggalan novel sebagai berikut. “Salah satu dari temanku, Maya, mulai menangis. Air mata itu diikuti oleh air mata lain yang mulai berlinang. Aku tidak menangis saat itu....” (Agnes Davonar, 2012:161). Kepedulian itu merupakan kepedulian yang tiada duanya bagi Keke.
3. Percintaan
Dalam novel “Surat Kecil Untuk Tuhan” karya Agnes Davonar, di temukan masalah percintaan di dalamnya. Percintaan di dalam novel terdapat beberapa masalah percintaan dalam novel yaitu sebagai berikut. a) cinta Keke dengan Andi; b) cinta seorang ayah kepada anaknya;
a. Cinta Keke dengan Andi
Dalam novel ini keke sudah mengenal namanya cinta ketika ia masuk di SMP/SLTP. Hal ini dapat dilihat dari penggalan novel berikut ini. “sekrang aku duduk di bangku kelas 1 SLTP Al-Kamal....” (Agnes Davonar, 2012:12). Keke hanya mencintai Andi, Keke sangat mencintai Andi. Andi merupakan pria selain keluarganya yang dia sayang. Hal ini dapat dilihat dari penggalan novel berikut ini. “Untuk pria lain di luar keluargaku yang aku sayang. Hanya dia yang aku cintai. Namanya Andi...” (Agnes Davonar 2012:16).
b. Cinta seorang ayah kepada anaknya.
Dalam novel ini sang ayah sangat mencintai anaknya. Dia selalu mencari cara untuk menyembuhkan anaknya itu. Sang ayah juga memakan obat-obatan herbal yang harus di makan oleh anaknya. Hal ini dapat dilihat dari penggalan novel berikut ini “Tuh kan, Keke... Ayah juga makan...” (Agnes Davonar, 2012:61)
B. Analisis Novel Surat Kecil Untuk Tuhan Menurut Teori Robert Stanton
Menurut Robert Stanton (1965) elemen-elemen pembangunan fiksi meliputi fakta cerita, sarana cerita dan tema.
1. Fakta Cerita
a. Alur
o Tahap perkenalan
Pada novel ini tahap pertama yaitu di perkenalkan tokoh dalam cerita novel ini. Hal ini dapat dilihat dari penggalan novel berikut ini “Hai sobat, kenalkan. Namaku Gita Sesa Wanda Cantika...” (Agnes Davonar, 2012:5)
o Tahap konflik awal dimana masalah mulai muncul
Pada tahap kedua inidi temukan masalah yang mulai muncul dari cerita novel ini. Sang tokoh mempunyai masalah dengan kesehatannya. Hal ini dapat dilihat dari penggalan novel berikut ini “setelah kakakku sembuh, sepertinya ada yang aneh ketika aku terbangun di pagi hari. Aku merasa mataku terasa perih. Aku segera melihat cermin di lemari kamar. Astaga !! mataku memerah...” (Agnes Davonar, 2012:28)
o Tahap konflikasi dimana konflik mulai menajam dan permasalahan mulai lebih serius
Masalah ini semakin lebih serius. Tokoh merasa ada yang aneh dengan keadaannya itu kemudian dia melaporkan kepada ayahnya. Sesegera mungkin sang ayah memeriksakannya. Kemudian ayah tahu apa penyakitnya tapi Keke tidak diberitahu. Hal ini dapat dilihat dari penggalan novel berikut ini “hasil diagnosa saya menunjukkan secara positif putri bapak terinfeksi penyakit Rabdomiosarkoma...” (Agnes Davonar, 2012:40)
o Tahap klimaks
Penyakit itu sangat berbahaya. penyakit itu pernah sembuh tetapi ternyata virus kanker itu lebih kuat dibangdingkan dengan daya tahan Keke. Semakin lama kanker itu semakin kuat. Sampai suatu saat keke pergi ke rumah sakit lagi untuk melakukan pemeriksaan. Rumah sakitnya di negara Singapura. Hal ini dapat dilihat dari penggalan novel berikut ini “setiba di Singapura kami langsung menuju daerah Orchard, dimana rumah sakit yang akan menjadi tampatku berobat...” (Agnes Davonar, 2012:162)
o Tahap peleraian
Setelah beberapa hari Keke dalam keadaan koma. Akhirnya dia bangun juga. Hal ini dapat dilihat dari penggalan novel berikut ini “Keke...keke sudah bangun?” tanya ayah dan diikuti oleh yang lain. “Ayah, maaf...” (Agnes Davonar, 2012:210)
o Tahap resolusi (penyelesaian).
Akhirnya Keke menghembuskan nafas terakhirnya. Tapi sebelum itu Keke menulis pesan untuk kedua orang tuanya dan keluarganya. Hal ini dapat dilihat dari penggalan novel berikut ini “Rukun dan bahagialah ketika Keke pergi...” (Agnes Davonar, 2012:211)
b. Tokoh
Dalam novel “Surat Kecil Untuk Tuhan” karya Agnes Davonar. Ada beberapa tokoh di dalamnya. Yaitu sebagai berikut sebagai tokoh utama adalah Keke. Keke adalah seorang anak yang sangat sabar menghadapi cobaan hidupnya yang harus menghadapi penyakit yang sangat berbahaya dan mematikan yaitu kanker. Keke tidak pernah putus asa menjalani hidup dia selalu menerima dan sabar sekaligus tabah menjalaninya. Keke mempunyai watak yang sabar. Hal ini dapat dilihat dari penggalan novel berikut ini “...aku akan kuat dalam menghadapi cobaan apapun darinya...” (Agnes Davonar, 2012:135). Kemudian tokoh ayah, ayah mempunyai watak penyanyang. Hal ini dapat dilihat dari penggalan novel berikut ini “Tapi ayah tidak rela...ayah tidak rela anak ayah yang cantik harus kehilangan segalanya...” (Agnes Davonar, 2012:175). Kemudian ada tokoh Andi, Kak Chika, Kak Kiki, dan para sahabat mereka hanya tokoh tambahan saja.
c. Latar
Menurut teori Stanton, bahwa latar di bagi menjadi tiga yaitu latar waktu, latar tempat dan latar suasana. Yang pertama latar waktu di dalam novel ini dideskripsikan bahwa waktunya yaitu pagi, siang (dapat dilihat dari penggalan “Suara kicau burung di pagi hari..” (Agnes Davonar, 2012:5). Kemudian yang kedua latar tempat ada di rumah, Hal ini dapat dilihat dari penggalan novel berikut “...terdengar menembus langit-langit kamarku...” (Agnes Davonar, 2012:5). Kemudian di Singapura, hal ini dapat dilihat dari penggalan “... dan menikmati kota Singapura...” (Agnes Davonar, 2012:171). Kemudian di sekolah, hal ini dapat dilihat dari penggalan novel berikut “selamat, hasil ujian Keke nilainya bagus.. Keke terbaik ketiga di kelas...” (Agnes Davonar, 2012:199). Kemudian yang terakhir latar suasana, suasana begitu mengharukan, hal ini dapat dilihat dari penggalan “...suster itu hanya bisa memandangi kami dan pergi dengan perasaan terharu...” (Agnes Davonar, 2012:174).
2. Sarana Cerita
a. Gaya bahasa
Gaya bahasa novel ini sangat menyentuh. Ketika orang membacanya akan terbawa ke alur ceritanya. Bahasa yang digunakan puisitis. Hal ini dapat dilihat dari penggalan novel berikut ini “suara kicau burung di pagi hari, terdengar menembus langit-langit kamarku..” (Agnes Davonar, 2012:5).
3. Tema
Dalam novel ini dapat di ambil tema yaitu sosial.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Teori mimetik merupakan teori yang dipelopori oleh Plato dan Aristoteles. Aristoteles adalah murid dari Plato, namun cara pandang Plato dan Aristoteles dalam memandang karya sastra berbeda. Teori mimetik adalah teori sastra yang melihat karya sastra sebagai cerminan dari kehidupan dunia nyata.
Dalam analisis pendekatan mimetik dalam novel “Surat Kecil Untuk Tuhan” karya Agnes Davonar. Di temukan aspek-aspek sosial di dalamnya. Aspek sosialnya berupa kehidupan seorang anak yang tabah menjalani hidup, kepedulian sahabat kepada sahabatnya, memahami arti dari hidup.
Dalam analisis teori Robert Stanton dalam novel “Surat Kecil Untuk Tuhan” karya Agnes Davonar. Bahwa alur ceritanya itu berurutan, kemudian latar tempat di rumah, di sekolah dan Singapura. Tokoh utama Keke dan tokoh tambahan Ayah, Ibu, Kak Chika, Kak Kiki, dan sahabat-sahabatnya
DAFTAR PUSTAKA
Davonar, Agnes. 2012. Surat Kecil Untuk Tuhan. Jakarta : PT. Nusantara Lestari Ceria Pratama.
Luxemberg, Jan Van dkk. 1989. Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: Gramedia.